PENGABAIAN
Tsurayya Tanjung
Ketika naluri tak sejalan dengan hasrat, tak berimbang dengan kesempatan.
Ada sekat pekat. Aku meluruh dalam tangis sendiri. Memaknai renjana. Memaknai pengabaian. Sungguh rasanya lebih nyeri. Daripada saat hati diuji dengan batas rindu. Daripada saat hati tergores sembilu.
Kukuatkan hati, bermonolog pada kalbu. Berkata padanya, 'Bukankah sudah terbiasa dengan luka, dengan sepi, mengapa kau undang air mata malam ini. Tetap tegarlah! Jangan kau bawa laramu, menjadi bara untuk hari esok. Agar mampu kau hadapi lagi kejamnya dunia.'
KAU ISTIMEWA
Tsurayya Tanjung
Bocah kecil beriak di hamparan bumi
Lampahnya terseok tercekal kodrat diri
Kukuh merangkak terhuyung kembali berdiri
Lantunkan kalam suci penguat hati
Dunia kata kau terlampau ringkih
Namun atmamu pancangkan gigih
Meski terjerembab palung duka, tertatih
Sukmamu tulus menebar kasih
Polos pandangmu merekam polah manusia
Tak terpukau terlena yang fana
Cukup nikmati tarian gemintang bercahaya
Tak perlu tersungkur tipu daya dunia
Tetaplah setegar ilalang di padang
Bergeming terdera kerontang
Meski kemarau membahana renggut daya
Dia tetap disana tatkala kekawan pohon meranggas jaya
Bld, 04122019
Dalam rangka peringatan hari Disabilitas Internasional 3 Desember.
Untuk semua para Disabilitas.
#Proma_arra
MENEPI
Tsurayya Tanjung
Bersama serpihan hati, aku pergi menepi, mencari jati diri, pertahankan harga diri, nan tersisa kini.
Dalam cinta, tidak ada logika, semua kabur tanpa netra, salahkanlah sukma, melabuhkan rasa.
Rindu biarlah berlalu, dungu menggugu nafsu candu, kalbu membiru, terhujam batu bongkahan pilu.
Bukannya tak acuh, atau bermaksud angkuh, hanya saja kukuh, pertahankan utuh, tanpa membuat runtuh.
Bandung, 2019
MELARUNG RINDU
Tsurayya Tanjung
Melarung rindu di palung kalbu
Renjana mengais bias mentari
Pucukpucuk harap melambung ke langit biru
Temani lara hati dalam sepi
Awan putih tawarkan madu cinta
Kepada mega mendung menggantung
Hantarkan gerimis tawa
Sebelum pelangi merundung
Asmara adakah nyata menyapa
Selayak asmaraloka para dedewa
Aku memilin buhul asa
Kau dan aku bermesra di suaralaya
Bld, 25 Juli 2019
SEBUAH IKATAN
Tsurayya Tanjung
Engkau hadir laksana air bah
Tak mampu terbendung
Sesaat sahaja mengepungku
Tenggelam bersama lautan asa
Kasihmu putih bersih
Meski hati belum mampu berbalas
Bersama waktu kau buktikan dama
Berdesir kalbu, terbujuk tulusmu
Benar adanya, cinta hadir tersebab bersama
Menghujam palungnya sukma
Kini segenap jiwa ragamu
Candu dalam hidupku
Cinta nan kau langitkan dalam dedoa
Terasa indah dalam buhul suci
Dulu, aku salahkan dunia atas duka cinta
Kini batin takdzim menatap semesta, tunduk akui rasa
Bandung, 2019
#Puisi Selingkar
Rindu
Oleh : Tsurayya Tanjung
pandang sejauh saujana
naluri hantarkan memori
riaknya menggebu biru
ruahkan rindu kalbu
bukan sekadar kata
tapi senyatanya rasa
sajak jiwa bersuara
rapuh dalam renjana
namakan saja cinta
tali rasa tercipta
tanya sedalamnya jiwa
walau tiada bersama
malam memasung hati
titian terjeda kecewa
wajah muram merindu
duhai asa tersimpan
Bdg, 08122019
Bahasa Lain
Tsurayya Tanjung
Nurrohman Al Fariz
sepiring senja pernah kau suguh
dan terpaksa kutelan
dengan keringat tumbuh di dahi
ribuan anak panah mengarah jantung
mengiringi tiap kata
pedih yang bergetar di bibirmu
awan sore itu pekat, seperti kopi
dingin dalam cangkir yang tak henti
kau aduk dengan sendok
wajahmu kuyu
mata berkaca-kaca
'percayalah padaku,'
kau raih telapak tangan kiriku
kau remas
gerimis tergelincir di pipi
samar kulihat--senyum mekar
di bibir
wajah yang kau tekuk
hahh ... udara menebal
'tuhan
haruskah kupercaya
air mata?'
Bandung, 06 Desember 2019
SEBUAH IKATAN
Tsurayya Tanjung
Engkau hadir laksana air bah
Tak mampu terbendung
Sesaat sahaja mengepungku
Tenggelam bersama lautan asa
Kasihmu putih bersih
Meski hatiku belum mampu berbalas asih
Bersama waktu kau buktikan dama
Berdesir kalbu, terbujuk tulusmu
Benar adanya, cinta hadir tersebab bersama
Menghujam pada palung sukma
Kini segenap jiwa ragamu
Candu dalam hidupku
Cinta yang kau langitkan dalam dedoa
Terasa indah dalam ikatan halal
Dulu, aku salahkan dunia atas duka cinta
Kini batin takdzim menatap semesta, tunduk akui rasa
Bandung, 2019
MELARUNG RINDU
Tsurayya Tanjung
Melarung rindu di palung kalbu
Renjana mengais bias mentari
Pucukpucuk harap melambung ke langit biru
Temani lara hati dalam sepi
Awan putih tawarkan madu cinta
Kepada mega mendung menggantung
Hantarkan gerimis tawa
Sebelum pelangi merundung
Asmara adakah nyata menyapa
Selayak asmaraloka para dedewa
Aku memilin buhul asa
Kau dan aku bermesra di suaralaya
Bld, 2019
#melipatdusku
BUKAN TRAH DIRAJA
Oleh : Tsurayya Tanjung
Aku bukan putri trah diraja
Pemilik diri dahayu citra
Berjarak kata nirmala
Bukan anindita
Wanita
Sekadar elok akhlak sahaja
Kutawarkan pada dunia
Dara biasa
Rupa
Kaupun bukanlah raja
Pemangku takhta
Penguasa
Kita manusia
Setara
JELATA
BUKAN TRAH DIRAJA wanita rupa
Penguasa Setara JELATA
πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ
#patidusa
Bukan Trah Diraja
Tsurayya Tanjung
Kita
Berdua serupa
Hanya manusia biasa
Bukan putri pula raja
Terlampau tinggi kau kanda
Inginkan nirmala dara
Singkirkan hamba
Pemuja
Pengabdian terserak sekejap saja
Kau buang percuma
Terjerembab luka
Menganga
Bila
Tersadar hanya
Sesal tiba menyapa
Dinda Jauh sudah berada
Bdg, 2019
KETULUSAN
Tsurayya Tanjung
Sepekatnya kesan
Dunia sematkan
Kau tak mengapa
Biar waktu bersuara
Sehitam torehan nama
Dunia memandang durjana
Tiada luruhkan atma
Pancangkan kukuh setia
Tiada berharap di pandang
Teguh mengabdi dalam bayang
Sembunyi di jalaknya aksa nyalang
Tak goyah setegar ilalang
Kau hitam legam
Namun, putih bersih
Biar Tuhan menggenggam
Kebenaran hakikinya asih
Anggadireja, 081119
#Proma_Arrra
BUKAN KEJAYAAN TUJUAN
Tsurayya Tanjung
Hitam legam, kusam kelam masa berkalam, dunia merajam geram, sematkan kesan buram, melekam
Bukan kejayaan tujuan perjalanan berkehidupan, menuntun jalan kebenaran, cegah harapan kemungkaran
Raja kegelapan bersiap titiskan kejahatan, perang tak terelakkan, harus dipersiapkan, pangeran campuran rela berkorban
Tak mengapa, menjadi tumbal fana demi era nan terancam durja, aneka mantra, dilarungkan demi massa
Mengabdi tanpa balas budi, jalani sepi penguat pribadi, sejati welas pribadi diri
Anggadireja, 091119
#Gamastuti
MENYERUAK
Tsurayya Tanjung
Merengkuh dunia utuh
Kukuh patuh
Bersimpuh
Patuh sepakat kukuh
Pancang sauh
Melabuh
Sauh kokoh pancang
Titian terang
Benderang
Terang jalan titian
Jejak pesan
Kebenaran
Pesan menuntun jejak
Era beriak
Menyeruak
Anggadireja, 091119
Puisi Tema Mantan
MENGEJA ASA
Tsurayya Tanjung
Pernah ada setangkup gelisah, atas luka bernanah, hingga kama menyelah, dari seraut wajah.
Ramah tamah sambut gelak semringah, empaskan susah dinginkan gelegak amarah.
Hingga bulan merah uarkan aroma marah, atas resah renjana tak bekesudah.
Kelam biarlah aku mengalah, tersebab jengah, ambang sukma lelah, dari asa salah.
Abaikan rahsa menyelah, tak layak gundah, kini pasrah sudah, kita kalah.
Tsu, Bld250919
TANPA SKETSA
Tsurayya Tanjung
Ada gulana hadir tanpa pinta
Tibatiba menyelinap merasuk jiwa
Sesaat setelah masa menghantarkan kita pada jumpa
Pertemuan nan lugu tanpa sketsa; rekayasa
Kukira kau bukan lagi siapasiapa
Setelah era kita berlalu bersama waktu
Ternyata masih tereja rasa dalam atma
Serobok matamu robohkan pertahan kalbu
Kau memang indah, bahkan teramat indah
Namun, apa daya takdir tidaklah berpihak
Seiring gundah yg kian resah
Aku mencoba melerai sesak menyeruak
Tuhan, kumohon musnahkan saja asa
Kugadaikan kasih nan masih tersisa
Aku tak ingin Kau menjauh murka
Atas resah nan salah undang celaka
Bandung, 151019
π»π³π²π³πΉπΉπ³πΆπ»πΉ
MASIH TERLUKA
Tsurayya Tanjung
Pada renjana paling pandir
Pagi menyambut hari nadir
Atas resah meresak tak menentu
Hadirkan gigil pilu di gigiran kalbu
Masih saja kenangmu memenjaraku
Menguntit ke manapun aku berpindah
Hadirkan gulana tak berkesudah
Seperti biasa aku tergugu pilu
Mengapa cinta sesulit ini; rumit
Jika kau hanya menghadirkan sakit
Semestinya tak perlu kau raba hati
Lalu pergi sekiasnya mentari
Kini tetiba kau datang kembali
Berucap tentang cinta hakiki
Maaf takkan luluh lagi diri
Terperangkap pada janji-janji
Bandung, 241019
πΉπ²π³♥π»⭐♥πΉπ ⭐πΉ♥π²π³
MENGENANGMU
Tsurayya Tanjung
Dalam degup kusimpan
Bayang terangmu
Tak pernah bias cahaya
Meski sekias sahaja kau tiba
Bersama aliran nadi
Torehan kasih masih terasa
Mengakar hadirkan sepi
Aku terjebak candu, renjana
Kau adalah kesalahan
Kubangan dosa ku berkalang
Menyemai mabuk khayangan
Indah, tak kutampikkan pesona
Namun, biarlah sebatas rindu
Jangan lagi hadir menyemai asa
Bandung, 241019
SEMU
Tsurayya Tanjung
Aku membisu
Atas sikapmu
Duduk diam tak jemu
Kalbu pilu
Aku terluka
Berdarah-darah
Robekan nestapa
Uarkan amarah
Semu
Hadirmu
Bayangmu
Ambigu
#Quotes
#Kecewa
"Bukan amarah yang menjauhkan dua hati bertaut melerai jarak atau memilih diam. Tapi rasa kecewa nan terlampau bertubi."
Anggadireja, 151219
AKU PERGI
Tsurayya Tanjung
Aku pergi
Dengan segenggam hati
Bersama luka menganga bersimbah darah
Mencoba menyelamatkan diri dari kuasa amarah
Tak lagi mampu kupertahankan
Rahsa kadung merasa tercampakkan
Biarlah aku mengalah
Tak perlu lagi, cukup! Semua ini salah
Terkungkung harsa terpenjara cinta
Tiada logika pun kebijaksanaan jiwa
Tetiba kau hadir selaksa makna kama
Bagai candu perusak menyesap daksa
Biarlah ....
Cukup sedu sedan itu! Cukup aku
Kan kusematkan kau sebagai bayangan indah
Takkan kupancangkan pilu lebam kalbu
Kulepaskan ... kurelakan untuk semua
Jangan kau tangisi! Isilah sepanjang malam ini
Dalam melodi dama menggema dada
Sematkan perpisahan bagai anila, tanpa cela
Bandung, 2019
. GEMINTANG
. Tsurayya Tanjung
Siapalah aku? Pendarku tak lebih terang dibanding rembulan. Pabila sang chandra enggan menyapa, tenggelamku di arakan saujana. Tersembunyi oleh kelam menjajak langit memburam.
Ah, apalah aku? Tak mampu bersaing dengan kilau askaranya rembulan apa lagi sang surya. Binar hadirku hanya pemikat cakrawala malam.
Namun, hadirku selalu menyemarakkan malam. Langit buram jika aku memilih sembunyi murung, di punggungnya mega. Adaku dinanti-nanti penikmat temaram bastala kala kelam. Meski hanya penghias malam. Pendarku sederhana, menjadi arah pulang bagi para petualang.
Demikian asaku kepadamu. Aku tak meminta kau sadari hadirku di sini. Selalu setia bergeming dalam hening. Menjadi tempat kembali, jiwajiwa meresah. Menjadi sinaran kalbu tatkala gamang merajang tak berkesudah.
Dapatkan kembali tenang bersama kenang. Jika kau mau, sapalah aku di terangnya malam. Meski tidak untuk dibersamakan. Gemintang akan selalu menjadi sahabat, kerabat paling akrab. Temani jejak malammu, mencari kembali utuh itu.
Anggadireja, 171119
. SEPENINGGALMU
. Tsurayya Tanjung
Sepeninggalmu, senja jadi sendu bagiku. Langit mengabu tak lagi biru. Awan pun kelabu. Udara serasa berdebu, menyesakkan setiap tarikan napas. Angin berhembus seolah hantarkan aroma musim dingin. Bekukan kalbu. Tak tersentuh pijaran hangat. Meski baskara tengah berpendar hebat.
Sebesar itu aku mencintaimu. Hingga hilang segala kesan bahagia di benak. Sejak rengkuhku tak lagi bersambut gelayut manjamu. Sejak netra tak lagi menatap siluet daksamu. Sejak sajak jiwa tak berbalas puisi cintamu.
Kini, di sisa waktu. Aku hanya bisa menghidu aroma kasih tertinggal. Dari syal penanda hadirmu kala itu. Kini, sesal mendera hati bertubi-tubi. Mengapa dahulu, tak kuucapkan kata cinta beratus kali sehari.
Meski, aku mampu tersenyum, tapi tak sesemringah dulu. Gelak tawaku tak selepas dulu. Sungguh aku kesepian.
Kamu dan segenap kenangan berlagu dalam waktu yang berjalan. Menyadari hadirmu kini tinggal bayangan.
Kasih ... sungguh aku mencintaimu. Kamu dan segenap kenangan.
Bandung, 101219
#selingkar
Hanyutkan Ragu Berkalang
Oleh : Tsurayya Tanjung
hujan mengguyur pagi
gita asmara bergelora
rasai baranya cinta
tapi kau tiada
dalam diam setakat
kata membisu terpasung
sungkan menjajah jiwa
wanita terjerembab rindu
duhai nun terhalang
langkahku terjeda masa
sakit menjalar menguar
arti keyakinan tersamar
mari hampiri aku
kukuhkan kembali rasa
satukan lagi serpihan
hanyutkan ragu berkalang
langutkan kecewa bertakhta
tanyai maunya jiwa
wahai pemilik hati
titian pemilik bahu
Anggadireja, 161219
Membilang Waktu
Tsurayya Tanjung
membilang waktu
desember kini tinggal sekias
hadirnya kian membias
bersama masa nan berderap
melangkah pasti tanpa berbelas
menderu tak hendak menunggu
lalu akankah kita masih terpaku
tertinggal kelas?
wahai manusia
janganlah dungu berlaku
tersadar tatkala jejak pun enggan membekas
malu ia menatapmu berlampah
jengah ia mempersaksikan salah
langkah
biarkan hujan mengguyur bumi
membasuh slide silam nan kelam
hadirkan kesadaran menghunjam
larungkan kealfaan terpendam
agar tiada dendam merajam
desember semakin merenggang
menjauh, menepi ....
pergi memikul memori
tinggallah badan berkalang sepi
Anggadireja, 181219
Tidak ada komentar:
Posting Komentar