GURINDAM PERJALANAN
Serupa awan kelabu yang terus berarak
mengusung beribu abad menuju kemudian
kita masih bergairah menyusuri alam ini
Mengimbangi jarum jam mengibas samsara
kita tidak pernah tahu sampai di mana berkesudahan
kita membaca setiap huruf mengimla kata
pada perjalanan yang membelah buana
sambil merenungkan luruh kelopak bunga kemboja meninggalkan harumnya
yang terus riuh menzikirkan nyanyi semesta
ketika hujan menyapu debu di kota-kota
Mungkin kita harus belajar kembali
mengeja tanda-tanda dengan dingin airmata
karena tuhan pun telah kita pertaruhkan
dengan wewangian aneka bunga yang kehilangan mahkota
atau jerit burung-burung menekuri kepaknya
tak kala rumah-rumah mereka terbakar keserakahan
Putik putik melati yang baru tumbuh
memoles wajah
melenggak lenggok dihamparan taman mall
lalu gugur satu persatu lantaran sarinya di hisap kumbang jalanan
atau kumbang kumbang muda lesu tak berdaya
tergilas candu peradaban zaman
Ah, apalagi yang tak mungkin terkata di negeri ini
permata tergerus menjadi batu batu koral berdebu
hantu dan peri terusir dari sarangnya
kubur-kubur keramat menjadi tempat pepuja dan kehilangan kesakralannya
semua pergi melukis sangsi semesta
Ayu Ashari medan 30112019
PELABUHAN CINTA
Ombak lalu lalang datang dan berlalu
jejak jejak pasir terbangun dalam kemarau
menggantung pada detak jantung
lalu musnah bersama mimpi mimpi tengah malam
"Aku ingin mempersembahkanmu sebuah cinta
berasal dari pelukan alam yang ditanam dalam angin
hingga saat angin berhembus maka engkau akan merasakan sejuknya cinta itu.
Apakah engkau tahu
Engkau menyiksa pikiranku dengan bayanganmu yang selalu menetes di biji mataku
O, sampai bila kau pendam dendam
hingga lupa bagaimana cara berdendang
maka...
izinkan aku mengalirkan setiap tetes air matamu bersama derasnya aliran sungaiku
menuju muara yang telah kupersiapkan untukmu!"
Lembut bisikmu selembut kecupan di bibir merahku
Ah, jiwaku melayang melintasi mayapada
bergetar bersandar di pelabuhan cintamu
Ayu Ashari & eko medan 28112019
MENDUNG DI LANGITKU
Entah mengapa
mendung di langitku begitu pekat
guntur dan kilat saling menyambar
seolah tak pernah jemu menjamuku
karang di laut melumut rapuh bergaram
jerit camar pecah membaur debur ombak
Ah, mampukah mendung bertahan
dari hempas angin yang kencang
hingga pantaiku tak lagi basah oleh hujan
dan kuncup bunga karang tak membusuk sebelum mekar
Entahlah.......
Ayu Ashari medan 24112019
-------------------------------
Mungkin pekat ini salah
Hayati tiap hisapan kedamaian
Engkau turut menatap lanskap sunyi bermanja denganku
Namun bisu telah menendangku jauh melintasi kepenatan
Menerabas segala tanya di belantara mega mega
ANGIN
Ah angin, masikah kau bawa nyanyian paling pilu
diantara gemersik rumpun bambu
dan jeritan jangkrik di balik rumput
dari hutan yang keriput
Tidakkah engkau memahami
Betapa sulit mengendapkan sepi di atas sepi
menterjemahkan isyarat yang membayang
dan mencerna setiap gejala alam yang datang
Angin, tolong sampaikan padanya
tak ada rindu paling rindu di dada
dalam perjalanan memunajatkan cinta
pada dia yang menggelitik lara
menggeliat di ujung senja
Ayu Ashari , medan 23112019
BULAN RETAK DI PENGHUJUNG NOVEMBER
Karya Ayu Ashari
Untuk masku Eko
Gaung suara itu masih terdengar manis
di antara rinai hujan November yang terhempas di pelataran malam
"lihatlah bulan merah jambu
kembali rebah di pangkuan daun-daun yang menguning
tidakkah cahayanya lebih indah
mengapa masih kau biarkan hujan membasahi halamanmu?"
(bisiknya giris, lembut tak mengerjap)
Malam terasa kian gerah
namun atmaku membeku
tanpa nyanyian burung malam
lantunkan balada rindu
yang tersisa hanyalah jerit jangkrik di bawah dedauan kering
dan....
"Engkau kian jauh!"
Kureguk seluruh cawan pemahaman itu
mencoba tuk mengerti
tapi tak jua kutemukan jawaban pasti
alasan kepergianmu
maka......
inilah romansa gubahanku
rembulan retak di penghujung November
antara aku dan keraguan
yang tertatih menuju lorong lorong kenangan gelap
dari sunyi yang paling sunyi di dalam lubuk hati
sedang kedua tangannya merentang
sediakan ruang dekapan
Ah, segala rupa diam membisu
sebisu rinduku yang mulai kehilangan arti
sebab asa murca hancur jadi debu
ditiup bayu hilang pandu
Medan, 20112019
INSTRUMEN TAK SEMPURNA
Pada partitur-partitur untai birama yang tersingkap
melodimu melahirkan sekeping penghambaan
menyublim pahatan untaian nada
yang telah terkubur purna
kembali tergali melalui dzikir pada kehendak sketsa setetes tinta hitam
Ah, kisi-kisi sukma bisiki kesadaran di sisi yang terlupa
saat detik yang percuma perih meruyak
di sepertiga malam janjikan kedamaian di ujung penantian
Dan dalam sujud-sujud lail
sesekali tertepis tulisan dzikir-dzikir yang tak terselesaikan
tepian derita yang tak tertetesi gumpalan hati
belum jua keringkan puluhan nada sembilu
bertumpuk warnai pucat sajadah
hancurkan ratusan air mata
luruh dalam pelukan sesal
saat gelisah menanti perihnya tarikan nafas di ujung tenggorokan yang masih menjadi rahasianya
O, berapa lama waktu tersisa ?
menghapus noktah-noktah goresan mata pena di bahu kiri
sedang senja kian condong
membungkuk menuju peraduan paling akhir
sementara instrumen yang digelar kepada Tuhan belumlah sempurna
Ayu Ashari 15112019
MENAFSIR KEMATIAN
Dalam bahasa rindu dan cinta kematian itu bagiku
laksana kepak burung yang mengembarai cakrawala
dengan sayap lemah dan bulu bulunya yang luruh
menuju kesangsian semesta
atau jalan sunyi menuju sebuah negeri keabadian
ketika redup menaungi cahaya senjakala
matahari pun lepaskan canda dunia raya
Tapi, katamu (dengan senyum dan airmata)
kematian itu adalah bayangan keniscayaan
terkadang menjelma jadi riak-riak sungai,
terkadang menjelma jadi gelombang laut yang setia menyisir pantai
atau sekadar mimpi buruk anak-anak zaman kehilangan dunianya
Terkadang menjelma jadi bara api menyala
yang panasnya kehilangan daya hangus
seperti tafsir kemerdekaan yang kian redup
dalam pesona iklan-iklan gadis telanjang diobral zaman
Kematian itu, katamu lagi (dengan rasa giris)
sebagai tebasan beribu mata pedang,
perih torehan silet, hunjaman mata kapak
atau tusukan belati tanpa kesudahan
Ah, kekasih
Kematian itu bagiku tak kala cintamu meredup
seperti mentari yang tak menembus awan kelabu
Kematian itu, ya kematian itu kekasih
sebentuk damai cinta yang akan kita jelang
ketika kita tak lagi mampu taklukkan waktu
Ayu Ashari medan 13112019
NEGERI CINTA
Aku laksana anak sungai yang terus mengalir
dari celah batuan cadas
deras menuju muara
selalu merindu kedamaian abadi
seperti berjuta musafir yang dambakan gelora cinta
dikesudahan lelahnya pada kedalaman laut-Mu
akulah sang burung perindu yang terus mengepak sayap
terbang mengembarai cakrawala
menentang akramaya adhista
memburu keindahan semesta cinta-Mu
mengorak sayap doa
sembari membaca tanda-tanda di gemerlap dunia
mengukir langit memeta rindu di dada
Engkaulah negeri cinta tempatku bermuara
Engkaulah negeri cinta tempatku berpinta
arusku membeku dalam dingin laut cinta-Mu
kepakku luruh dalam kehangatan dekap-Mu
wahai, negeri cinta, ujung kesudahan
sambutlah kehadiranku di kemegahan Arsy
dan apabila malam ini hamba kalah
aku menyerah pasrah sebab hambah hanyalah manusia biasa
Ayu Ashari medan 05112019
SEPERTI APA
Karya Ayu Ashari
Dimulai dari gerimis yang puisi,
tarianmu dengan lugunya selalu saja menempati ruang yang kusebut "hati"
lantas bagaimana aku bisa memunggungi senyumu
bagaimana fikirku bisa tidak berpihak disetiap langkahmu
sedang legenda tentang syair syair puitismu senantiasa mengulang di telingaku
Lalu seperti apa engkau memintaku menaklukkan rindu
seperti apa engakau mengisyaratkan rasamu yang sama
Bukankah tidak mungkin aku mengiris hatiku sendiri
jika bukan engkau yang melakukannya
Ah, hujan masih membasahi awal desember
Medan, 02122019
AYU ASHARI |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar