UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Rabu, 04 Desember 2019

Kumpulan Puisi Ayu Ashari - PELABUHAN CINTA

 
 
 


GURINDAM PERJALANAN

Serupa awan kelabu yang terus berarak
mengusung beribu abad menuju kemudian
kita masih bergairah menyusuri alam ini

Mengimbangi jarum jam mengibas samsara
kita tidak pernah tahu sampai di mana berkesudahan
kita membaca setiap huruf mengimla kata
pada perjalanan yang membelah buana
sambil merenungkan luruh kelopak bunga kemboja meninggalkan harumnya
yang terus riuh menzikirkan nyanyi semesta
ketika hujan menyapu debu di kota-kota

Mungkin kita harus belajar kembali
mengeja tanda-tanda dengan dingin airmata
karena tuhan pun telah kita pertaruhkan
dengan wewangian aneka bunga yang kehilangan mahkota
atau jerit burung-burung menekuri kepaknya
tak kala rumah-rumah mereka terbakar keserakahan

Putik putik melati yang baru tumbuh
memoles wajah
melenggak lenggok dihamparan taman mall
lalu gugur satu persatu lantaran sarinya di hisap kumbang jalanan
atau kumbang kumbang muda lesu tak berdaya
tergilas candu peradaban zaman

Ah, apalagi yang tak mungkin terkata di negeri ini
permata tergerus menjadi batu batu koral berdebu
hantu dan peri terusir dari sarangnya
kubur-kubur keramat menjadi tempat pepuja dan kehilangan kesakralannya
semua pergi melukis sangsi semesta

Ayu Ashari medan 30112019



PELABUHAN CINTA

Ombak lalu lalang datang dan berlalu
jejak jejak pasir terbangun dalam kemarau
menggantung pada detak jantung
lalu musnah bersama mimpi mimpi tengah malam

"Aku ingin mempersembahkanmu sebuah cinta
berasal dari pelukan alam yang ditanam dalam angin
hingga saat angin berhembus maka engkau akan merasakan sejuknya cinta itu.
Apakah engkau tahu
Engkau menyiksa pikiranku dengan bayanganmu yang selalu menetes di biji mataku

O, sampai bila kau pendam dendam
hingga lupa bagaimana cara berdendang
maka...
izinkan aku mengalirkan setiap tetes air matamu bersama derasnya aliran sungaiku
menuju muara yang telah kupersiapkan untukmu!"

Lembut bisikmu selembut kecupan di bibir merahku

Ah, jiwaku melayang melintasi mayapada
bergetar bersandar di pelabuhan cintamu

Ayu Ashari & eko medan 28112019



MENDUNG DI LANGITKU

Entah mengapa
mendung di langitku begitu pekat
guntur dan kilat saling menyambar
seolah tak pernah jemu menjamuku
karang di laut melumut rapuh bergaram
jerit camar pecah membaur debur ombak

Ah, mampukah mendung bertahan
dari hempas angin yang kencang
hingga pantaiku tak lagi basah oleh hujan
dan kuncup bunga karang tak membusuk sebelum mekar

Entahlah.......

Ayu Ashari medan 24112019


-------------------------------


Mungkin pekat ini salah
Hayati tiap hisapan kedamaian
Engkau turut menatap lanskap sunyi bermanja denganku
Namun bisu telah menendangku jauh melintasi kepenatan
Menerabas segala tanya di belantara mega mega




ANGIN

Ah angin, masikah kau bawa nyanyian paling pilu
diantara gemersik rumpun bambu
dan jeritan jangkrik di balik rumput
dari hutan yang keriput

Tidakkah engkau memahami
Betapa sulit mengendapkan sepi di atas sepi
menterjemahkan isyarat yang membayang
dan mencerna setiap gejala alam yang datang

Angin, tolong sampaikan padanya
tak ada rindu paling rindu di dada
dalam perjalanan memunajatkan cinta
pada dia yang menggelitik lara
menggeliat di ujung senja

Ayu Ashari , medan 23112019



BULAN RETAK DI PENGHUJUNG NOVEMBER
Karya Ayu Ashari

Untuk masku Eko

Gaung suara itu masih terdengar manis
di antara rinai hujan November yang terhempas di pelataran malam

"lihatlah bulan merah jambu
kembali rebah di pangkuan daun-daun yang menguning
tidakkah cahayanya lebih indah
mengapa masih kau biarkan hujan membasahi halamanmu?"
(bisiknya giris, lembut tak mengerjap)

Malam terasa kian gerah
namun atmaku membeku
tanpa nyanyian burung malam
lantunkan balada rindu
yang tersisa hanyalah jerit jangkrik di bawah dedauan kering
dan....
"Engkau kian jauh!"

Kureguk seluruh cawan pemahaman itu
mencoba tuk mengerti
tapi tak jua kutemukan jawaban pasti
alasan kepergianmu

maka......
inilah romansa gubahanku
rembulan retak di penghujung November

antara aku dan keraguan
yang tertatih menuju lorong lorong kenangan gelap
dari sunyi yang paling sunyi di dalam lubuk hati
sedang kedua tangannya merentang
sediakan ruang dekapan

Ah, segala rupa diam membisu
sebisu rinduku yang mulai kehilangan arti
sebab asa murca hancur jadi debu
ditiup bayu hilang pandu

Medan, 20112019



INSTRUMEN TAK SEMPURNA

Pada partitur-partitur untai birama yang tersingkap
melodimu melahirkan sekeping penghambaan
menyublim pahatan untaian nada
yang telah terkubur purna
kembali tergali melalui dzikir pada kehendak sketsa setetes tinta hitam

Ah, kisi-kisi sukma bisiki kesadaran di sisi yang terlupa
saat detik yang percuma perih meruyak
di sepertiga malam janjikan kedamaian di ujung penantian
Dan dalam sujud-sujud lail
sesekali tertepis tulisan dzikir-dzikir yang tak terselesaikan

tepian derita yang tak tertetesi gumpalan hati
belum jua keringkan puluhan nada sembilu
bertumpuk warnai pucat sajadah
hancurkan ratusan air mata
luruh dalam pelukan sesal
saat gelisah menanti perihnya tarikan nafas di ujung tenggorokan yang masih menjadi rahasianya

O, berapa lama waktu tersisa ?
menghapus noktah-noktah goresan mata pena di bahu kiri
sedang senja kian condong
membungkuk menuju peraduan paling akhir
sementara instrumen yang digelar kepada Tuhan belumlah sempurna

Ayu Ashari 15112019



MENAFSIR KEMATIAN

Dalam bahasa rindu dan cinta kematian itu bagiku
laksana kepak burung yang mengembarai cakrawala
dengan sayap lemah dan bulu bulunya yang luruh
menuju kesangsian semesta

atau jalan sunyi menuju sebuah negeri keabadian
ketika redup menaungi cahaya senjakala
matahari pun lepaskan canda dunia raya

Tapi, katamu (dengan senyum dan airmata)
kematian itu adalah bayangan keniscayaan
terkadang menjelma jadi riak-riak sungai,
terkadang menjelma jadi gelombang laut yang setia menyisir pantai
atau sekadar mimpi buruk anak-anak zaman kehilangan dunianya

Terkadang menjelma jadi bara api menyala
yang panasnya kehilangan daya hangus
seperti tafsir kemerdekaan yang kian redup
dalam pesona iklan-iklan gadis telanjang diobral zaman

Kematian itu, katamu lagi (dengan rasa giris)
sebagai tebasan beribu mata pedang,
perih torehan silet, hunjaman mata kapak
atau tusukan belati tanpa kesudahan

Ah, kekasih
Kematian itu bagiku tak kala cintamu meredup
seperti mentari yang tak menembus awan kelabu

Kematian itu, ya kematian itu kekasih
sebentuk damai cinta yang akan kita jelang
ketika kita tak lagi mampu taklukkan waktu

Ayu Ashari medan 13112019



NEGERI CINTA

Aku laksana anak sungai yang terus mengalir
dari celah batuan cadas
deras menuju muara
selalu merindu kedamaian abadi
seperti berjuta musafir yang dambakan gelora cinta
dikesudahan lelahnya pada kedalaman laut-Mu

akulah sang burung perindu yang terus mengepak sayap
terbang mengembarai cakrawala
menentang akramaya adhista
memburu keindahan semesta cinta-Mu
mengorak sayap doa
sembari membaca tanda-tanda di gemerlap dunia
mengukir langit memeta rindu di dada

Engkaulah negeri cinta tempatku bermuara
Engkaulah negeri cinta tempatku berpinta
arusku membeku dalam dingin laut cinta-Mu
kepakku luruh dalam kehangatan dekap-Mu

wahai, negeri cinta, ujung kesudahan
sambutlah kehadiranku di kemegahan Arsy
dan apabila malam ini hamba kalah
aku menyerah pasrah sebab hambah hanyalah manusia biasa

Ayu Ashari medan 05112019



SEPERTI APA
Karya Ayu Ashari


Dimulai dari gerimis yang puisi,
tarianmu dengan lugunya selalu saja menempati ruang yang kusebut "hati"
lantas bagaimana aku bisa memunggungi senyumu
bagaimana fikirku bisa tidak berpihak disetiap langkahmu
sedang legenda tentang syair syair puitismu senantiasa mengulang di telingaku

Lalu seperti apa engkau memintaku menaklukkan rindu
seperti apa engakau mengisyaratkan rasamu yang sama

Bukankah tidak mungkin aku mengiris hatiku sendiri
jika bukan engkau yang melakukannya

Ah, hujan masih membasahi awal desember

Medan, 02122019

AYU ASHARI

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar