PUISI
Puisi merupakan karya sastra 'olah kata'. Terlepas dari jenis maupun genrenya, puisi tetap harus mengikuti kaedah-kaedahnya. Bila kita telaah lebih jauh, perbedaan antara puisi-puisi karya pujangga lama dengan karya pujangga baru, bahkan hingga karya pujangga modern saat ini, perbedaannya hanya terletak pada jumlah bait, baris dan ikatan rima. Sedangkan untuk kepadatan isi, semuanya masih sama. Intinya, dari dulu hingga kini, puisi masih dlm wujud yang sama.
Yakni :
1. Memiliki tubuh
Artinya, setiap puisi dapat dilihat dari suku kata dlm tiap baris, jumlah baris dlm setiap bait, serta irama kata maupun rima.
Sehingga sepintas lalu kita akan tahu genre puisi tsb
2. Memiliki roh
Inilah yg sering terabaikan oleh para penulis, saking asiknya mempersolek tubuh puisi dg kata-kata yg indah sehingga lupa akan pengisian makna pada puisinya.
Keindahan sebuah puisi, bukan hanya pada rangkaian kata-kata saja, namun yg tidak boleh diabaikan adalah pengisian makna yg tersirat pada yg tersurat. Sehingga akan mengurangi keindahan puisi tsb bila terlihat transparan dan gamblang seperti halnya, maaf " orang telanjang".
Untuk menghindari hal tsb, penulis harus lebih mampu merangkum cerita yg disampaikan, sehingga terkemas dalam rangkaian kalimat yang " singkat, padat, tepat dan indah"
Inilah sekilas sudut pandang saya tentang "puisi".
Jika teman-teman senior yg lebih mumpuni dlm bidang ini kurang sependapat dg saya, mohon koreksinya. Karena saya orang awam dlm bidang sastra.
Puisi merupakan karya sastra 'olah kata'. Terlepas dari jenis maupun genrenya, puisi tetap harus mengikuti kaedah-kaedahnya. Bila kita telaah lebih jauh, perbedaan antara puisi-puisi karya pujangga lama dengan karya pujangga baru, bahkan hingga karya pujangga modern saat ini, perbedaannya hanya terletak pada jumlah bait, baris dan ikatan rima. Sedangkan untuk kepadatan isi, semuanya masih sama. Intinya, dari dulu hingga kini, puisi masih dlm wujud yang sama.
Yakni :
1. Memiliki tubuh
Artinya, setiap puisi dapat dilihat dari suku kata dlm tiap baris, jumlah baris dlm setiap bait, serta irama kata maupun rima.
Sehingga sepintas lalu kita akan tahu genre puisi tsb
2. Memiliki roh
Inilah yg sering terabaikan oleh para penulis, saking asiknya mempersolek tubuh puisi dg kata-kata yg indah sehingga lupa akan pengisian makna pada puisinya.
Keindahan sebuah puisi, bukan hanya pada rangkaian kata-kata saja, namun yg tidak boleh diabaikan adalah pengisian makna yg tersirat pada yg tersurat. Sehingga akan mengurangi keindahan puisi tsb bila terlihat transparan dan gamblang seperti halnya, maaf " orang telanjang".
Untuk menghindari hal tsb, penulis harus lebih mampu merangkum cerita yg disampaikan, sehingga terkemas dalam rangkaian kalimat yang " singkat, padat, tepat dan indah"
Inilah sekilas sudut pandang saya tentang "puisi".
Jika teman-teman senior yg lebih mumpuni dlm bidang ini kurang sependapat dg saya, mohon koreksinya. Karena saya orang awam dlm bidang sastra.
TIDURLAH SAYANG
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Tidurlah sayang
Agar ada jedamu, menganyam bait bohong
Agar ada jedamu, menyebar cinta dusta
Agar ada jedamu, menoreh rupa luka
Tidurlah sayang
Lipat sayap angan, tuk terbang melayang
Hinggapi ranting - ranting kering
Agar patah, untuk kau buang
Tidurlah sayang
Jangan menjadi kunti
Yang hantui, sosok berbayang
Jadilah insani, pecinta sejati
#DewaBumiRaflesia_11_02_19
NYANYIAN SENJA
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Nanar, senja di ufuk jingga
Siluet, ronakan cahaya rindu
Pada kuncup kelopak syahdu
Yang basah di sudut beranda
Kau, warnai hari dengan pelangi
Meski rinai jatuh di sudut netra
Berwarna cinta yang jelata
Hingga asah ambigu sunyi
Mengapa, tak kau raba
Dengan sayap-sayap angin
Yang terbangkan rima harmonika
Senandungkan kidung angan
Tetaplah, berdiri di altar janji
Nyanyikan melodi memori
Agar tak ada lagi rintik rinai
Atau tirai-tirai alibi
#DewaBumiRaflesia_10_02_19
PRASANGKA TANPA JEDA
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Aku ringkih, tertatih letih
Tapaki jejak yang tak beranjak
Dari bingkai sajak yang tak bijak
Tentang ambigu yang pongah
Adalah ambigu tak bermutu
Hanya menebar benih benalu
Hiasi relung rasa yang asri
Hingga ruang tak lagi berseri
Aku ingin pergi
Bersemedi dalam dimensi sepi
Tinggalkan riuhnya prasangka
Agar kau tak terluka
Aku ingin pergi
Terbang melayang ke jumantara
Tinggalkan labirin prasasti
Mengunci diri, dalam bilik lara
#DewaBumiRaflesia_04_03_19
SALJU PILU
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Ingin, kulukis dinding malam
Dengan binar gemintang
Namun, tintaku telah hilang
Terkubur dalam kelam
Dingin, gigilkan atma cedera
Menelisik pori-pori tiap inci hati
Beku, lumpuhkan gerak tari jemari
Hanya diam, dalam gumam angkara
Malam pun, hening dalam sunyi
Terkunci ayat-ayat alibi
Sebab, ia tahu sayatan belati
Tergurat, nyaris lintasi garis tepi
Biarkan, aku sendiri
Terjaga tanpa seutas mimpi
Terhimpit di ketiak gulana
Diam, di alenia bait asa
#DewaBumiRaflesia_05_03_19
RENJANAKU
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Senyummu, berjelaga di sudut retina
Kuliti nyali nan kian nyeri
Alibi, sirnakan daya, lumpuhkan asa
Kau, rajam rupa lukisan mimpi
Sedang aku, masih ukir bait puisi
Di setiap helai semilir angin
Tak akan terhenti, meski kau paguti
Karena rasa, telah kau tawan
Biarkan, engkau kupatri di bilik hati
Kujadikan prasasti ratu renjana
Bertiara rindu nan jumawa
Penghuni istana mimpi sunyi
#DewaBumiRaflesia_14_03_19
KASTIL SEPI
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Di ujung bianglala ufuk senja
Aku, terperangkap jaring laba-laba usang
Dalam bilik kastil purba lara
Di hamparan sahara ilalang gersang
Aku, mati suri di titik kulminasi hati
Sayap pun patah di sudut logika
Mimpi-mimpi menari di lazuardi
luluh bersimpuh di titik nadir sahaya cinta
Aku, genggam bara di garis batas warna
Antara benderang dan gulita
Agar kusulut lentera di ruang hampa
Mengubah kastil, jadikan istana
#DewaBumiRaflesia_08_03_19
TAPAKI TEMALI HATI
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Kita, di bait angan memintal tubuh
Menelisik dibisik semilir angin asa
Mengeja rupa senja di ufuk jingga
Akankah, menarik ujung rentang nan jauh
Kita, terperangkap jaring laba-laba
Dalam dimensi ruang hati
Rimakan detak nada nadi
Lalu kaku, membisu di jelaga buta
Pada senja ini
Aku masih menghitung bait puisi
Kan tetap ku tapaki
Hingga ujung utas tali
#DewaBumiRaflesia_24_03_19
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Tidurlah sayang
Agar ada jedamu, menganyam bait bohong
Agar ada jedamu, menyebar cinta dusta
Agar ada jedamu, menoreh rupa luka
Tidurlah sayang
Lipat sayap angan, tuk terbang melayang
Hinggapi ranting - ranting kering
Agar patah, untuk kau buang
Tidurlah sayang
Jangan menjadi kunti
Yang hantui, sosok berbayang
Jadilah insani, pecinta sejati
#DewaBumiRaflesia_11_02_19
NYANYIAN SENJA
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Nanar, senja di ufuk jingga
Siluet, ronakan cahaya rindu
Pada kuncup kelopak syahdu
Yang basah di sudut beranda
Kau, warnai hari dengan pelangi
Meski rinai jatuh di sudut netra
Berwarna cinta yang jelata
Hingga asah ambigu sunyi
Mengapa, tak kau raba
Dengan sayap-sayap angin
Yang terbangkan rima harmonika
Senandungkan kidung angan
Tetaplah, berdiri di altar janji
Nyanyikan melodi memori
Agar tak ada lagi rintik rinai
Atau tirai-tirai alibi
#DewaBumiRaflesia_10_02_19
PRASANGKA TANPA JEDA
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Aku ringkih, tertatih letih
Tapaki jejak yang tak beranjak
Dari bingkai sajak yang tak bijak
Tentang ambigu yang pongah
Adalah ambigu tak bermutu
Hanya menebar benih benalu
Hiasi relung rasa yang asri
Hingga ruang tak lagi berseri
Aku ingin pergi
Bersemedi dalam dimensi sepi
Tinggalkan riuhnya prasangka
Agar kau tak terluka
Aku ingin pergi
Terbang melayang ke jumantara
Tinggalkan labirin prasasti
Mengunci diri, dalam bilik lara
#DewaBumiRaflesia_04_03_19
SALJU PILU
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Ingin, kulukis dinding malam
Dengan binar gemintang
Namun, tintaku telah hilang
Terkubur dalam kelam
Dingin, gigilkan atma cedera
Menelisik pori-pori tiap inci hati
Beku, lumpuhkan gerak tari jemari
Hanya diam, dalam gumam angkara
Malam pun, hening dalam sunyi
Terkunci ayat-ayat alibi
Sebab, ia tahu sayatan belati
Tergurat, nyaris lintasi garis tepi
Biarkan, aku sendiri
Terjaga tanpa seutas mimpi
Terhimpit di ketiak gulana
Diam, di alenia bait asa
#DewaBumiRaflesia_05_03_19
RENJANAKU
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Senyummu, berjelaga di sudut retina
Kuliti nyali nan kian nyeri
Alibi, sirnakan daya, lumpuhkan asa
Kau, rajam rupa lukisan mimpi
Sedang aku, masih ukir bait puisi
Di setiap helai semilir angin
Tak akan terhenti, meski kau paguti
Karena rasa, telah kau tawan
Biarkan, engkau kupatri di bilik hati
Kujadikan prasasti ratu renjana
Bertiara rindu nan jumawa
Penghuni istana mimpi sunyi
#DewaBumiRaflesia_14_03_19
KASTIL SEPI
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Di ujung bianglala ufuk senja
Aku, terperangkap jaring laba-laba usang
Dalam bilik kastil purba lara
Di hamparan sahara ilalang gersang
Aku, mati suri di titik kulminasi hati
Sayap pun patah di sudut logika
Mimpi-mimpi menari di lazuardi
luluh bersimpuh di titik nadir sahaya cinta
Aku, genggam bara di garis batas warna
Antara benderang dan gulita
Agar kusulut lentera di ruang hampa
Mengubah kastil, jadikan istana
#DewaBumiRaflesia_08_03_19
TAPAKI TEMALI HATI
By. Ade Saputra Sunankaligandu
Kita, di bait angan memintal tubuh
Menelisik dibisik semilir angin asa
Mengeja rupa senja di ufuk jingga
Akankah, menarik ujung rentang nan jauh
Kita, terperangkap jaring laba-laba
Dalam dimensi ruang hati
Rimakan detak nada nadi
Lalu kaku, membisu di jelaga buta
Pada senja ini
Aku masih menghitung bait puisi
Kan tetap ku tapaki
Hingga ujung utas tali
#DewaBumiRaflesia_24_03_19
ADE SAPUTRA SUNANKALIGANDU |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar