EKSPEDISI BATIN
sebelum perjalanan itu sampai di batas ketidakberdayaan, aku telah menabur seribu satu kerikil di setiap pemberhentian. di batinku, kuamati burung-burung langit mengepakkan sayap seperti kilauan samudra diterpa matahari condong ke barat
aku bertandang lebih jauh lagi menyusuri misykat-misykat hati. kuda sembraniku berjingkrak menembusi garis finish. rentak napas mengguncang tangga-tangga langit dalam hening. duduk sila menjadi-jadi, dan matilah aku di dalam kepasrahan, mati yang belum pada waktunya
satu sabda menggema: duhai anak keturunanku, di sini maha raja sulaiman bertakhta, ia menguasai kerajaan langit dan bumi, sehingga semua kerajaan tunduk padanya. tuhan robbul izati menganugerahkan kerajaan agung untuk sulaiman yang beriman
sabda kedua berbisik: duhai anak keturunanku, apa yang telah kau saksikan di sepanjang perjalanan ini kau kubawa terbang? saksikanlah! ini alam maha cahaya, kau bergelumun di segara hijau, sumber rahmatan untuk sekalian alam, di sini rasulullah bertakhta, dan aku terpana. kematianku telah sampai di gerbang maha megah
"salamun qoulam mirrabbirrahim"
duhai si pencari cinta?
masuklah ke dalam rahmatku!
aku adalah aku di hati yang tahu
"innani ana allah la ilaha illa ana fa'budni"
maka, bertasbihlah sepanjang permana di dalam kematian!
sesungguhnya engkau berada di dalam kehidupan
Romy Sastra
Jakarta, 3 November 2022
SIKLUS MUSIM
di tepian hari
wajah langit syahdu
flora fauna menadah doa:
hujan turunlah, sirami alam ini!
dingin terasa
dan aku tak risau pada dentuman
kubiarkan kilatan bersahutan
adalah perjalanan angin mengawinkan awan
siklus waktu menyimpan energi:
kenapa aku takut basah?
musim itu tiba
terkadang aku lupa
bagaimana cara menikmati cinta
sedangkan kasih sayang-Nya
tak pernah berkurang:
di mana syukur?
berdoa bibir dalam ucap
sebab, jantung, hati, nadi seirama
: bertasbih
roh nyawa, satu kesatuan memuji
seperti nyanyian alam mengiringi kearifan
tak mengutuk keadaan
flora fauna girang tak lagi gersang
biota gembira turunnya hujan
keniscayaan kehidupan
lalu, akankah aku berduka? tidak!
kunikmati siklus musim ditingkah hari
serasa hidup seribu tahun lagi
Romy Sastra
Jakarta, 2 November 2022
KINANTI, PUISIKU UNTUKMU
sedari malam kau masih saja berdiri di halaman. lihatlah, purnama yang dikirimkan takdir hendak bertamu, bukalah pintu rumahmu!
sedari pagi kau masih saja menyemai embun, dan kumbangku hendak mencium aroma tubuhmu, jangan malu. pejamkan matamu!
sedini mungkin aku menyapa bestari
sambutlah kicauan kinari untukmu kinanti. aku terpatri pada suatu mimpi, adakah dikau bersaksi malam ini?
ah, senja nan eksotis membujuk rasaku kinanti, angin nakal membawa khayalku ke gaunmu yang tipis. izinkan aku menikmati sekali lagi roti yang kau berikan tempo hari. ya, kinanti. puisiku untukmu malam ini.
Romy Sastra
Jakarta, 31 Oktober 2022
TAKZIMKU KEKASIH
...cinta kutawarkan sepenuh hati, engkau telah menyemai cinta sebelum aku ada, dan aku mabuk kemaruk siang malam merindukanmu. bahkan kutusukan belati ke jantungku dengan kalimah tasbih, berharap kesaksian rindu bertemu. lalu, takzimku kekasih, engkau menghadiahkan semesta tanpa pamrih, dan aku yang sering lupa mengabdi berterima kasih, pintu ampunanmu terbuka bahkan melebihi besarnya arasy, aku menghamba runduk....
Romy Sastra
Jakarta, 10 November 2022
mengenang 10 november
ADIRATNA BANGSA
sedari awal iktibar digelar, peradaban berpendar di tanah purba tak berpenghuni, bulan meminjam cahaya pada matahari. tiba-tba buku bermenung di kepala pengkaji. tanah archaeikum menantang terik berevolusi, prokariot disorot iklim adalah kehidupan berjalan menggenggam sebongkah embrio, seiring sabda bumi berkisah arah menuju futurisme.
alam bernisbi sejurus sungsang, batang tumbuh tumbang tunggul berjamur. palkah temukan kaum berlayar bersandar ke teknologi di perjamuan mabuk, geming menilik sunyi yang gemilang, sekilas menengok ke belakang tentang sejarah silam merungkai masa depan menggenggam android.
bumi ini kecil tergadai, tatapan hampa pada megah-megah. dan tuhan dianggap bermahkota warna dipuja-puja lupa muasal. padahal "hu dzatullah" mencipta tak sia-sia, sedari awal akhir cinta dihantui apokaliptik, mesin pembunuh menabur maut berujung musnah. kelak kau dan aku berpisah kita ada di mana? aku menemukan tongkat makrifat, taklah debu menangis, alif itu kupegang.
"lalu, aku dibukakan titah rahasia batin, pada sabda guru mursyid duduk purna semalam"
nak, kau tahu apa itu adiratna bangsa? sekiranya kau tahu, jagalah! jika belum tahu, masuklah pujamu ke dalam kematian dan temui bhineka tunggal ika di sana!
sebelum kusibak jendela rumah, aroma kasih dari kekasih telah dulu menyapa. pintu-pintu mahabbah terbuka, cinta menguntum mesra menyilau jeladri jiwa.
nak, kau tahu falsafah negara?
Sekiranya belum tahu, bacalah tubuhmu! negara adalah wujud dirimu yang utuh, dan kau pahami makna burung garuda di dinding rumah, itu bukan patung aksesoris semata. perenungan ideologinya diambil ke langit ketujuh daripada sesepuh.
baiklah kita bersaksi kawan:
seiring salam pada negeri kita mengabdi
seiring salam pada diri kita memuji
seiring salam pada sesama kita berbudi
seiring salam pada sejawat kita bersahabat
seiring salam pada generasi kita berjanji
adalah bakti pada anak cucu nanti
mursyid, engkau jalan kalbuku adiratna kujaga, sepanjang doa-doa dipanjatkan.
aku membaca Indonesia pada ubun-ubun, di mana rahasia adiratna bangsa berada?
ternyata berada di jiwa-jiwa patriotik
tekad mengisi kemerdekaan indonesia
: sampai mati
merdeka, merdeka, merdeka...!!!
puisiku untukmu seroja dan
adiratnaku pahlawan bangsa.
Romy Sastra
Jakarta, 10 November 2022
OBITUARIMU HABIBIE
kau pemuda yang lahir dari parepare
menghunus cita ke benua biru
tumbuh sebagai perantau menanak cendikia
dian yang nyala di otakmu
mengurai futuristik kemajuan peradaban
lalu dari tangan kekuasaan kau dipulangkan
sebab di eropa
kakimu akan diikat menjadi liyan
hingga jalan pulang terbentang
pelopor kemajuan teknologi indonesia
kau pemuda di masa tua
menorehkan sejarah menjadi bapak bangsa
berisalah ilmu
pewaris takhta teknokrat sepanjang hayat
: berhikmat
berkarya menumbuh maruah bangsa di mata dunia
dan kau di masa kini adalah
cerita yang tersisa sebentuk anugerah
kini tubuhmu bersembunyi berkalang nisan
namamu tak padam
teknokrat itu kami rindui
: obituarimu habibie
Romy Sastra
Jakarta, 11 Oktober 2022
PESONA BUMI TAPIS
aku bersemadi di tilam hati semalam, raja buay berbisik dalam titah: "duhai tutur yang berantai, kabarkan telik sandi ini kepada suku tumi! aku si raja buay memikul amanah langit untuk keturunan, jangan biarkan hutan dirambah sembarangan! rumah-rumah gajah terbakar dan lapar. suku tumi berduka gajah ditembak mati, apa salahnya trah ganesa?"
"seandainya raja buay masih ada,
tak akan gading-gading gajah itu patah, raja buay tetua jenggala jaya dwipa"
gajah dewa rimba "ganesa wignesa wigneswara" yang tersisa di bumi jaya dwipa, belalainya menyapa dengan cinta. kenapa kearifan alam diganggu? biarkan gajah itu hidup bersahabat dengan manusia, permata rimba.
lalu, mataku terbuka pada wisata lampung way kambas berbenah, dalam lipatan sejarah lereng pesagi, ada rasa menyimpan aroma wangi di kala embun datang kenang membayang, ratu sekerumong berpayung hijau di atas gunung memandang jauh meneropong zaman, di mana umpu-umpu duduk bersanding di awan, roh-roh menguar kabarkan pesan:
"jagalah kearifan bumi lampung tak tergerus bencana globalisasi, hingga lampung tak lagi luas berganti gedung-gedung tinggi, bumi lampung wisata nan agung."
dan kubaca jejak-jejak sekala brak dalam sejarah, cikal bakal kerajaan lampung ditemukan, di setiap budaya ada cerita bermula. sejarah tak disimpan di peti mati, lestarikan! sejarah aset generasi.
istana sekala brak dikelilingi danau ranau di masa lampau dikisahkan: ekspedisi leluhur perantau tangguh, melahirkan kepaksian umpu,
anak-anak raja bersaudara berkelana dari pagaruyung ke bumi lampung.
sistem kerajaan berbentuk demokrasi berbagi tak menimbulkan sengketa. kepaksian menjadi tirani yang harmonis, adat-istiadat berdiri taat religi dalam sejarah di dada ibu, umpu berseru: "kepaksian empat umpu harus bersatu, titah raja menjadi tongkat bertuah, bersuluh."
sejarah itu, umpu beradaptasi dengan alam selaras budi, tutur leluhur disepakati tercipta budaya demokrasi hingga kini. dan kini, dari mana asal badan tuan-tuan rantaukan, mencari kehidupan di bumi lampung? lampung siap bersosialisasi berbahasa nasional yang kental, bahasa asli lampung tetap bersenandung, kearifan lokal yang mahal.
lampung menyimpan tarian nan elok dinikmati, tariannya bersolek seperti bidadari di pentas tradisi. ada kain-kain tapis di pundak muda-mudi, zaman tersenyum memandang budaya. kerajinan adiluhung lampung, peninggalan ibu-ibu cekatan dari lembah pesagi dikenal hingga ke samudra terjauh.
tapis bermanik emas, dan dipakai dewi-dewi ke bulan semalam. pesona keindahan bumi tapis penuh sensasi, corak alam flora fauna menggoda mata. dewi membawa tirai istana ke wajah nusantara. kain tapis eksotis disulam manis, siger di kepala mahkota istana, adakah dikau punya?
mari ke lampung mengenali sejarah dan budaya, kita seduh aroma kopi di secangkir puisi, kita berwisata dari martapura hingga bakauheni, ada kapal ferry menanti
lampung, puisiku berkunjung
Romy Sastra
Jakarta, 12 Oktober 2022
MADAH CINTA HABIBIE
"cintaku padamu duhai hasri ainun besari
seperti ilalang menari-nari di bumi parepare
cintaku tak lekang dek panas
kasihku tak lapuk dek hujang
sampai sepanjang umurku berkurang
lalu berpulang, kau tetap kusayang"
habibie bermadah cinta ke -
si jantung hati sampai mati
engkau habibie dan ainun
yang majenun pada cinta sehati
aku membaca hulu sejarahmu di layar kaca
dan aku berguru pada kesetiaan yang purna
Romy Sastra
Jakarta, 12 Oktober 2022
MATINYA SI SALIK DI PEDANG TAUHID
aku bersunyi dalam diri
berbisik-bisik pada hati
perkara takhali
aku hening dalam diam
bertarekat sami'an
bertarekat bashiran
bertarekat mutakalliman
bertarekat lahayatan
kuhimpun syariat
perkara tahali
aku sekarat dalam jarak
terdekat bersaksi
mengenali hakikat mati
dan aku tajali
aku terpana dalam laku
telah sampai hajatku
bertajali makrifat ilahi
dan matinya si salik
di tajamnya pedang tauhid
Romy Sastra
Jakarta, 22 Oktober 2022
MENUNGGU JAWABAN
pertanyaanku dari semalam tak kunjung kaujawab. aku menatap dari jauh, lilin di ruang tamu rumahmu masih nyala, apakah kau tertidur? atau mungkin lagi melukis sketsa seraut wajah yang lain di peraduan? sedangkan kau mengabaikan lilin di meja terangi malam 'kan segera padam. aku begadang menunggu jawaban sampai fajar tenggelam
sunrise membuka arunika, anak-anak ayam di belakang rumah berlari-lari mengejar induknya. anak ayam itu bertanya perihal bapaknya kepada si induk. cit-cit-cit... di mana bapak tak bersama kita, bu? induknya menjawab, tu bapakmu kukuruyu dari jauh mengalun merdu menyapa bunga-bunga bermekaran di halaman
secangkir pagi di ujung kretek menunggu jawaban hati tak kunjung datang semalam, di mana puisiku berserakan pada bait-bait tanya, lalu diam
Romy Sastra
Jakarta, 16-11-2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar