SEPASANG PASRAH TERGADAI
sepasang kekasih berkisah:
kita rehat berdansa
melepas lelah seharian
diam di pintu senja
malam panjang dilewati
sunyi yang dingin
adalah kemesraan
tak berbaju bahkan lusuh
kesetiaan berpanggung
dua sejoli bermenung
menunggu sampai pagi
pada masanya tiba
kesetiaan bercerai
rela terpisah jadi sampah
setelah rupa koyak
ada kesetiaan yang lain
mencatatkan kisah
pada sejarah dan bakti
lalu,
kita biarkan riwayat terinjak
melukis jejak
sepasang pasrah tergadai
pamit melangkah bersama
yang tertinggal adalah sepi
nama tertulis di batu nisan
Romy Sastra
Jakarta, 26 September 2022
MENYIMPAN BARA
Romy Sastra
rempah-rempah dimasak setiap hari
hidangan di meja makan berbaris
piring-piring berbisik
aroma sangit menusuk hidung
dari mana masakan itu?
lalu, sepucuk surat diedarkan
tertulis berita satire
yang dimainkan penadah kata
tentang lidah api
: menyimpan bara
didih mata air di hulu
sebelum angin mengirimkan isu
jari-jari cekatan membungkus kado
yang akan dibagikan
: tentang hoax
kado dibuka mata terbelalak
kesumat itu tiba
ranah ditikam ketakutan
akankah kebencian dijual
cerca-cerca merajalela
: kau jahat kan?
Jakarta, 10-10-2022
JANGAN LUPA JALAN PULANG
Romy Sastra
Tualangmu menuju bulan
Serangkai cita meraih masa depan
Pada suatu rencana
Dulang suasa disepuh berlian
Apakah noktah sudah tak lagi berharga?
Aku dimensi waktu menatap senja
Putih mataku menunggu angan
Sedangkan bulan berjodoh matahari
Selalu sinari buana
Aku yang di ranah dialiri air mata
Kapan kau kembali?
Tengadahku kerap bertarung malam
Membuka pintu langit meminta
Kau baik-baik saja di ujung purnama
Sebab peluhku bergulat pagi
Menunggu kau di sebatang pohon singkong
Yang kutanam sebelum kau pergi
Penyambung hidup besarkan anak-anak
Pada masa pertumbuhan ini
Andai tualangmu telah usai
Duhai pahlawan devisa
Jangan lupa jalan pulang
Aku menantimu di rumah
Ya, biarlah putih mataku
Seganding setia di daun pintu
Kau kubawa-bawa dalam doa
Jakarta, 19-10-2020
MENGGAPAI IMPIAN
Romy Sastra
setelah bulan ini pergi
pulang bersama musim angin
kita bertemu pada bulan ke sebelas
pada musim yang lebih dingin
hujan kian menyemai butiran
apakah rindu kita ikut terbawa dingin?
tidak puan,
kisah ini bukan kisah semusim
kita yang pernah jatuh hati di labuhan batin
aku buka rahasia garis tangan
mengenalimu,
di palung rindu yang terdalam
tertulis sebuah aksara atas nama cinta
dan kusingkap tirai penghalang pandang
kehadiranmu samar puan
seperti bayang-bayang
kucoba titipkan warta pada sunyi
mencarimu,
berharap tuju menemui rindu
janganlah kehadiranmu menjadi semu
padahal kau ada di setiap napasku
dalam hening
kutasbihkan namamu di peraduan religi
bukan bermantera cinta
melainkan mengawinkan sukmaku dengan sukmamu
kukirimkan rupamu ke langit
tataplah bintang puan, bawa pulang
kenali bayangan fitrah menjadi nyata
ternyata suratan itu memang ada
lalu, kujahit perca-perca jadi permadani
dari tetesan peluh buat permaisuri
aku berbakti pada janji
kuhantarkan gaun pengantin
serta sebungkus asa, pada kotak rahasia
kita menikah
akhirnya anak-anak kita lahir
tirai mimpi telah menjadi nyata
berbahagialah kisah, jangan berduka
pada suatu cabaran dunia yang lara
duri-duri menusuk telapak kaki, lalui!
jangan merintih menyesali
dengarkan saja siulan kenari bernyanyi
membawa indahnya kisah pada suatu impian
telah tercapai
usah berpisah karena goda, tak kasih kita terbengkalai
seperti takdir yang tak sampai
kupeluk, kucium keningmu selalu
terpejamlah, nikmati!
sayangku bercumbu tak berbenalu
bahwa kisah kita biarkan berbunga
sekuntum kembang mekar di jambangan
dikau kasih, bukan lagi khayalan
impian telah berkenyataan
Jakarta, 281022
JAGADHITA CINTA
cinta, benci, adalah fitrah
warnai semesta
ada kasta ada rasa
pembatas perbedaan yang ada
gerak langkah berdetak menjaga jarak
semut merah beriring jalan mencari jejak
bersalaman menyapa sesama
tanpa berjungkit tanah dipijak
tarian kecak di muka pura
melirik cantik menyimpan mistik
hati tergoda
caakkkkkkk!!
cak,cak,cak,cakkk
cak,cak,cak,cakk
cak,cak,cak,cakk,cak,cakk,cakkkk
Kecak bersorak adalah mantra
malam-malam menabur nebula
menyingkap pelita
memantik jiwa bersahaja
mengusir angkara nafsu duniawi
artistik tarian bali yang menarik
tarian unik bagai artefak menari-nari
seperti kupu-kupu terbang senja hari
ya....
jiwa bagaikan angin di dalam cermin
bening seperti nirmala di sudut mata
wajah-wajah musim adalah siklus
pada kearifan hidup manusia
yang harus ditebus bijaksana
jagadhita cinta keselarasan
antara alam dan kehidupan
di mana kedamaian ditemukan?
ya, .. yaa... yaaa....
mati di dalam hidup
menutup lubang dunia hidupkan nurani
pencinta berani mati temui kekasih
budi tri purusa
berdarma mencapai moksa
mematikan segala nista
angkara di dada padamkan!
jagadhita, surgaloka yang nyata
bahwa tuhan bersemayam di setiap kehidupan
hidup damai dengan cinta
semesta berbahagia sepanjang masa
cak!!
cak,cak,cakk...
cak,cak,cakk, cakkk....
Romy Sastra
Ubud Bali, 27 Oktober 2018
TANAH BASAH
pagi, kau selalu datang ke sekian kali pada tanah basah sehabis embun menghumus subur. siklus mengendus pancaroba musim bersilih, aku bersuluh mentari. tanah dipijaki meramu jejak berpacu di atas suara enjin tak beraturan. waktu, lajumu mengilas zaman: hidupku kian finish
mentari, entah berapa lama lagi aku menatapmu? sedangkan keberkahan tak purna merengkuh doa, kau tunggu aku terik di punggung yang pasrah menahan beban usia
musim? ya, kau selalu tiba dan pergi membawa kabar cinta. aku menunggumu kala dingin, tentang keinginan kukejar ada teriakan saat kaki berlarian, derai bergegas turun tak beraturan, dan aku pulang melihat tanah basah. pulang dari tualang berpayung kemboja
mentari? jangan padam! sinari hatiku setiap pagi jika rumahku gelap nanti. dian, pelitamu kupinjam
Romy Sastra
Jakarta, 27 Oktober 2022
TEGARLAH DUHAI PEREMPUANKU
Romy Sastra
kupu-kupu menari menyapa pagi
kedasih bingung,
seperti kehilangan kekasih
murung menatap awan masih seperti malam
fajar sekejap menyinari
embun tertumpang di daun, lalu kering
mentari tak terik siang ini
kabus-kabus berkoloni di dada hari
pertanda cerah tak jadi
musim berganti
tegarlah duhai ilalang
kehidupan ini masih panjang
petang akhirnya datang
siluet segera pulang ke peraduan
kutitipkan cahaya pada lilin
terangi malam ini, jangan padam
lalu, kau tak bertahan lama menyinari kelam
sedangkan malam baru mulai menyapa
pernah kusinggahi dermaga tak bertuan
menatap menara gadingnya
tali sauh para nelayan rapuh mengikat cabaran
semuanya seperti ambai-ambai pantai
menggali pasir lalu sembunyi
kau puan, tegarlah dilamun angan
kukibas bayangan hitam menghantuimu
tentang kegagalan dan kematian
kutitipkan satu kejora cinta di rambutmu
biar ia tergerai menyemai
duhai, sang kidung hati
bukalah matamu
jangan terpejam menatap ilusi
yakinlah esok pagi masih kembali
jadilah bestari pada reinkarnasi mimp-mimpi
mimpi menjadi nyata
pada konflik hidup yang tak sudah
Jakarta, 27-10-2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar