UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Selasa, 04 Oktober 2022

Kumpulan Puisi Romy Sastra - SEPASANG PASRAH TERGADAI


 
SEPASANG PASRAH TERGADAI

sepasang kekasih berkisah:
kita rehat berdansa
melepas lelah seharian
diam di pintu senja

malam panjang dilewati
sunyi yang dingin
adalah kemesraan
tak berbaju bahkan lusuh

kesetiaan berpanggung
dua sejoli bermenung
menunggu sampai pagi

pada masanya tiba
kesetiaan bercerai
rela terpisah jadi sampah

setelah rupa koyak
ada kesetiaan yang lain
mencatatkan kisah
pada sejarah dan bakti

lalu,
kita biarkan riwayat terinjak
melukis jejak
sepasang pasrah tergadai
pamit melangkah bersama
yang tertinggal adalah sepi
nama tertulis di batu nisan

Romy Sastra
Jakarta, 26 September 2022




MENYIMPAN BARA
Romy Sastra


rempah-rempah dimasak setiap hari
hidangan di meja makan berbaris
piring-piring berbisik
aroma sangit menusuk hidung
dari mana masakan itu?

lalu, sepucuk surat diedarkan
tertulis berita satire
yang dimainkan penadah kata
tentang lidah api
: menyimpan bara

didih mata air di hulu
sebelum angin mengirimkan isu
jari-jari cekatan membungkus kado
yang akan dibagikan
: tentang hoax

kado dibuka mata terbelalak
kesumat itu tiba
ranah ditikam ketakutan
akankah kebencian dijual
cerca-cerca merajalela

: kau jahat kan?

Jakarta, 10-10-2022




JANGAN LUPA JALAN PULANG
Romy Sastra


Tualangmu menuju bulan
Serangkai cita meraih masa depan
Pada suatu rencana
Dulang suasa disepuh berlian
Apakah noktah sudah tak lagi berharga?

Aku dimensi waktu menatap senja
Putih mataku menunggu angan
Sedangkan bulan berjodoh matahari
Selalu sinari buana
Aku yang di ranah dialiri air mata
Kapan kau kembali?

Tengadahku kerap bertarung malam
Membuka pintu langit meminta
Kau baik-baik saja di ujung purnama
Sebab peluhku bergulat pagi
Menunggu kau di sebatang pohon singkong
Yang kutanam sebelum kau pergi
Penyambung hidup besarkan anak-anak
Pada masa pertumbuhan ini

Andai tualangmu telah usai
Duhai pahlawan devisa
Jangan lupa jalan pulang
Aku menantimu di rumah
Ya, biarlah putih mataku
Seganding setia di daun pintu
Kau kubawa-bawa dalam doa

Jakarta, 19-10-2020



MENGGAPAI IMPIAN
Romy Sastra


setelah bulan ini pergi
pulang bersama musim angin
kita bertemu pada bulan ke sebelas
pada musim yang lebih dingin
hujan kian menyemai butiran
apakah rindu kita ikut terbawa dingin?

tidak puan,
kisah ini bukan kisah semusim
kita yang pernah jatuh hati di labuhan batin
aku buka rahasia garis tangan
mengenalimu,
di palung rindu yang terdalam
tertulis sebuah aksara atas nama cinta

dan kusingkap tirai penghalang pandang
kehadiranmu samar puan
seperti bayang-bayang
kucoba titipkan warta pada sunyi
mencarimu,
berharap tuju menemui rindu
janganlah kehadiranmu menjadi semu
padahal kau ada di setiap napasku

dalam hening
kutasbihkan namamu di peraduan religi
bukan bermantera cinta
melainkan mengawinkan sukmaku dengan sukmamu
kukirimkan rupamu ke langit
tataplah bintang puan, bawa pulang
kenali bayangan fitrah menjadi nyata
ternyata suratan itu memang ada

lalu, kujahit perca-perca jadi permadani
dari tetesan peluh buat permaisuri
aku berbakti pada janji
kuhantarkan gaun pengantin
serta sebungkus asa, pada kotak rahasia
kita menikah

akhirnya anak-anak kita lahir
tirai mimpi telah menjadi nyata
berbahagialah kisah, jangan berduka
pada suatu cabaran dunia yang lara
duri-duri menusuk telapak kaki, lalui!
jangan merintih menyesali
dengarkan saja siulan kenari bernyanyi
membawa indahnya kisah pada suatu impian
telah tercapai
usah berpisah karena goda, tak kasih kita terbengkalai
seperti takdir yang tak sampai

kupeluk, kucium keningmu selalu
terpejamlah, nikmati!
sayangku bercumbu tak berbenalu
bahwa kisah kita biarkan berbunga
sekuntum kembang mekar di jambangan
dikau kasih, bukan lagi khayalan
impian telah berkenyataan

Jakarta, 281022



JAGADHITA CINTA


cinta, benci, adalah fitrah
warnai semesta
ada kasta ada rasa
pembatas perbedaan yang ada

gerak langkah berdetak menjaga jarak
semut merah beriring jalan mencari jejak
bersalaman menyapa sesama
tanpa berjungkit tanah dipijak

tarian kecak di muka pura
melirik cantik menyimpan mistik
hati tergoda

caakkkkkkk!!

cak,cak,cak,cakkk
cak,cak,cak,cakk
cak,cak,cak,cakk,cak,cakk,cakkkk

Kecak bersorak adalah mantra
malam-malam menabur nebula
menyingkap pelita
memantik jiwa bersahaja
mengusir angkara nafsu duniawi
artistik tarian bali yang menarik
tarian unik bagai artefak menari-nari
seperti kupu-kupu terbang senja hari

ya....
jiwa bagaikan angin di dalam cermin
bening seperti nirmala di sudut mata
wajah-wajah musim adalah siklus
pada kearifan hidup manusia
yang harus ditebus bijaksana

jagadhita cinta keselarasan
antara alam dan kehidupan
di mana kedamaian ditemukan?

ya, .. yaa... yaaa....
mati di dalam hidup
menutup lubang dunia hidupkan nurani
pencinta berani mati temui kekasih

budi tri purusa
berdarma mencapai moksa
mematikan segala nista
angkara di dada padamkan!
jagadhita, surgaloka yang nyata
bahwa tuhan bersemayam di setiap kehidupan

hidup damai dengan cinta
semesta berbahagia sepanjang masa

cak!!
cak,cak,cakk...
cak,cak,cakk, cakkk....

Romy Sastra
Ubud Bali, 27 Oktober 2018



TANAH BASAH


pagi, kau selalu datang ke sekian kali pada tanah basah sehabis embun menghumus subur. siklus mengendus pancaroba musim bersilih, aku bersuluh mentari. tanah dipijaki meramu jejak berpacu di atas suara enjin tak beraturan. waktu, lajumu mengilas zaman: hidupku kian finish

mentari, entah berapa lama lagi aku menatapmu? sedangkan keberkahan tak purna merengkuh doa, kau tunggu aku terik di punggung yang pasrah menahan beban usia

musim? ya, kau selalu tiba dan pergi membawa kabar cinta. aku menunggumu kala dingin, tentang keinginan kukejar ada teriakan saat kaki berlarian, derai bergegas turun tak beraturan, dan aku pulang melihat tanah basah. pulang dari tualang berpayung kemboja

mentari? jangan padam! sinari hatiku setiap pagi jika rumahku gelap nanti. dian, pelitamu kupinjam

Romy Sastra
Jakarta, 27 Oktober 2022



TEGARLAH DUHAI PEREMPUANKU
Romy Sastra

kupu-kupu menari menyapa pagi
kedasih bingung,
seperti kehilangan kekasih
murung menatap awan masih seperti malam
fajar sekejap menyinari
embun tertumpang di daun, lalu kering

mentari tak terik siang ini
kabus-kabus berkoloni di dada hari
pertanda cerah tak jadi
musim berganti
tegarlah duhai ilalang
kehidupan ini masih panjang

petang akhirnya datang
siluet segera pulang ke peraduan
kutitipkan cahaya pada lilin
terangi malam ini, jangan padam
lalu, kau tak bertahan lama menyinari kelam
sedangkan malam baru mulai menyapa

pernah kusinggahi dermaga tak bertuan
menatap menara gadingnya
tali sauh para nelayan rapuh mengikat cabaran
semuanya seperti ambai-ambai pantai
menggali pasir lalu sembunyi

kau puan, tegarlah dilamun angan
kukibas bayangan hitam menghantuimu
tentang kegagalan dan kematian
kutitipkan satu kejora cinta di rambutmu
biar ia tergerai menyemai

duhai, sang kidung hati
bukalah matamu
jangan terpejam menatap ilusi
yakinlah esok pagi masih kembali
jadilah bestari pada reinkarnasi mimp-mimpi
mimpi menjadi nyata
pada konflik hidup yang tak sudah

Jakarta, 27-10-2017


Tidak ada komentar:

Posting Komentar