UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Selasa, 04 Oktober 2022

Kumpulan Puisi Eko Windarto - MALANG


 
MALANG

Malang banjir bandang air mata
Seratus dua puluh tujuh ibu kehilangan nyawa anaknya
Mata batin dan hati mereka terkepung gas air mata
Jeritan demi jeritan merajam jiwa tak terduga

Oh Malang yang malang
: gara-gara bola tak masuk gawang
Kau tebang rasa dengan garang

Di sini, di hati ini, rasaku melayang
Jiwaku menerawang
Sukmaku mengitari lapangan yang malang dan lempang
Mencari penjaga gawang
: dari situlah kutemukan makna suwung

Sekarputih, 2102022



SENJA

di beranda sastra dan budaya, senja mengirim sajak balada
selebihnya pergeseran dan gesekan mengusung keranda

BATU, 8102019



SAJAK SAJAK SAMBO

sebab bahasa api telah membakar jiwa
sajak-sajak Sambo mengalir menuju muara makna

Batu, 8102022



LAKU

setiap berjalan di pematang itu
rumput-rumput dan ilalang menjelma rindu
angin yang berhembus dari timur menunjukan kenanganku
menciptakan luka semesta yang menampung gemuruh hatiku

setiap cahaya matahari menerangi langkahku
garis batas langit biru telah menulis hikayat dari tetesan air matamu
sedang titik-titik cahaya bergerak sendiri masuk ke dalam lakuku
menjadi hamparan samudera kata-kata mengendap di dasar lautmu

ketika rindu mendekapku
kau sunting cinta di hatiku

di taman asmaradana
rinduku menjemput cinta

rindu dan cinta mengubahku jadi puisi
menari hingga sunyi

daun-daun berseri membuka pintu pagi
adalah cahaya embun menari

aku sendiri mencari arti sunyi
pada pagi yang menyimpan matahari

dengan gaya songong dan sombong
seorang pemuda menantang siang bolong
di punggungku yang gosong dikhianati nasib odong-odong
tanah bau keringat basah para pengepung jalang
yang mengutuki luka lima liang
saling silang sengkarut menghunus 99 doa yang kukandung

ketika gamelan mengumandang syahdu
detak jam memeram rindu
menghidupkan ruang ruang permainan waktu
seperti aku memainkan lakuku

musik robotik tak kuasa mengusir luka
hanya gamelan jawa mampu mengasah jiwa
menjabarkan gending pengasah rasa melesat ke angkasa apa adanya

di ladang-ladang jagung itu
degup jantungku berpacu liar menuju
bergumulah sepi dengan rindu

pada rumput-rumput tinggi
musim panen seperti burung tua menatap sepi
telanjang dalam hati

dan hujan turun di atas pematang
menggosok punggungku yang gosong
saat di dalam hujan kulihat masa lalu yang hilang

berjalan sendiri menyusuri jalan setapak di belantara itu
nampak pohon-pohon pinus menjadi saksi bisu
sebuah tulisan puisi terkoyak waktu

saat aku teringat pohon-pohon yang ditebangi
gema semesta memantulkan kesedihan hati
tanpa henti, berulang-ulang kembali

sungai dan hutan kehilangan kebebasan bicara
daun-daun kering kehilangan tanah-tanah basah dan berjiwa

bagai kehilangan jejak yang luput membaca isyaratnya
fajar terus bergerak apa adanya

hamparan langit menyerap nubuat-nubuat semesta
melahirkan namaku namamu dalam gempa alam semesta

jam dua belas malam
bulan seperti payung putih merajut ritual hitam
bunga sedap malam membisikkan simponi malam
angin yang kutangkap memberikan aroma
melahirkan nyanyian kehidupan jiwa
dan sajakku lahir dari bejana cahayamu paling bercahaya

bulan di atas kepala
menerka ruang kata kata
lewat lembar cahaya
waktu mengenalkan jejak masa
mengantarku mengecup kedalaman luka

cahaya malam menyisir pikiranku
ketika doa di atas daun hijau
mengantar pedagang kaki lima membungkus cintamu
tanpa rindu

ilmu tuaku melesat ke udara
lihai melompat bagai peluru sara
menembus lukisan cakrawala
mataku pun rabun di makan usia
sendi sendi keropos dimakan senja

aku adalah tembang petang
yang sebentar lagi menelusuri malam penuh bintang
menyita sepi memahat gumintang

Bali, 6102020


Tidak ada komentar:

Posting Komentar