UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Selasa, 02 Juni 2020

Kumpulan Puisi Samodera Berbirbisik - MENIKMATI SUNYI


EDISI JEJAK LANGAKAH 11 TAHUN RUANG PEKERJA SENI 9 JUNI 2020

SETEGUK SAJA
Karya : Samodera Berbisik

Kunikmati seteguk saja
Pahit menyekat kerongkongan
Namun melahirkan pesona aksara
Bermekaran menghiasi impian

Seteguk saja
Saat kopi dihiasi awan putih
Hangatnya memeluk jiwa
Meluahkan inspirasi berbunga imajinasi

Mengakar di sudut bilik sunyi
Menyapa resah berbenah diri
Menjalani tanpa geliat emosi
Tunduk berserah kepada Sang Ilahi

Tangerang, 31 Mei 2020



MAU TAK MALU
Karya : Samodera Berbisik

Mau sekuat ingin
Memetik gemerlap dunia
Hingga lupa sekelilingnya

Tak lebih butiran debu
Segera moksa tanpa sisa
Dalam jentikan Penguasa Waktu

Tangerang, 30 Mei 2020



MENIKMATI SUNYI
Karya : Samodera Berbisik

Kilat bersahutan petir menyapa halilintar. Dentumannya memecah gumpalan awan hitam. Selarik sinar benderang menjamah ketegangan. Perasaan was-was memompa jantung.

Berdegub berpacu dengan helaan napas. Ketegangan pikiran merasuki perasaan. Dan angin tak lupa mengambil bagian. Melepaskan gemuruh, menerbangkan nyali yang kian menciut.

Wahai Sang Maha welas asih, jangan biarkan alam meluapkan amarah. Memusnahkan jiwa bersolek dosa. Izinkan kami menata kembali keangkuhan memuncaki pegunungan. Berikan kesempatan menjalin persahabatan, agar kemurkaan mereda.

Ya Robb ... tenangkan kembali amukan pertiwi. Kedamaian menjadi penerang gulita hati. Tanpa emosi menggerogoti nurani. Dan ridhoi kami menikmati sunyi.

Tangerang, 29 Mei 2020



HAMBAR
Karya : Samodera Berbisik

Penaku tumpul, tinta pun membeku
Setiap mengundang diksi, ia hanya menengok dan berlalu
Inspirasi tiada berhenti berlari kian kemari
Imaginasi membuang wajah saat ingin kuhampiri

Aku terpaku menatap mentari
Mencoba mengajaknya berdiskusi
Namun ia hanya memamerkan seringai
Dan ... teriknya membakar hingga layu terkulai

Semangatku sedang demam tinggi
Meriang menahan kalutnya kalimat berjajar
Menunggu jemari meracik bait-bait puisi
Tetap saja aksara-aksara enggan menyentuh rasa, hambar

Kubiarkan saja pena tumpulku tergelatak
Sejenak segarkan napas sesak
Esok hari kuyakin tintaku kembali menggeliat
Mengajak inspirasi kembali semangat

Tangerang, 28 Mei 2020



BERDAMAI DENGAN LUKA
Karya : Samodera Berbisik

Seribu irisan luka tertata rapi pada sepiring kesabaran. Terhidang manis di atas meja saji, sebagai makanan sehari-hari. Tak terlupa segelas kecewa melengkapi menu penutup santapannya.

Ia adalah perempuan puisi bergaun elegi. Berjalan tertatih-tatih mengais kasih sayang. Aksara-aksara indah ia dengungkan, teracik dari peluh dan air mata kepedihan. Larik-larik kalimat luka teramu dari dalamnya sumur kepedihan. Nestapa bukan lagi erangan, melainkan makanan lezat sebagai nutrisi tubuh rentanya.

Sesendok demi sesendok kegetiran ia telan, darah dan nanah pelengkap asupan agar jiwanya lebih terimunisasi. Hingga tak ada luka yang membuat cidera, apalagi melepuh oleh panas air mata.

Perempuan puisi sudah berdamai dengan luka. Tubuh keriputnya tak lagi mampu tergores, tersayat ataupun tetusuk belati dusta. Karena satu keyakinan melindungi, bahwa apa yang ia jalani adalah takdir terindah dari Sang Maha Sempurna. Semampu diri mensyukuri apapun bentuk kenikmatan dari-Nya.

Tangerang, 27 Mei 2020



DOA TANPA RUPA
Karya : Samodera Berbisik

Tertelan sudah irisan-irisan luka tersajikan
Tak ada remahan berserakan
Usah mengasah belati aksara
Menghujam indah senyuman senja

Bawalah kisah pedihmu bersamanya
Peluk erat usaikan tanpa sisa
Usah kembali unjuk gigi membawa alibi
Mengetuk pintu ketulusan hati

Aku telah berdamai dengan luka
Tak perlu selundupkan pura-pura
Terdeteksi otomatis alarm jiwa
Cukup, hadirmu adalah doa tanpa rupa

Tangerang, 02 Juni 2020



TEGAR
Karya : Samodera Berbisik

Aku bukan pengecut mengkerut takut
Meski seribu kemelut kau sulut
Tak akan aku tersudut memeluk lutut
Menghiba meminta belas kasih, menunduk manggut-manggut

Aku bukan pecundang berlari tunggang langgang
Saat badai kau undang menerjang
Kedamaian hati menyeka peluh berjuang
Mengemasi deraian bulir-bulir bening berlinang

Raga terlihat ringkih, jiwa teraliri pikiran jernih
Menjalani hidup bukan untuk merintih menahan perih
Dengan senyum ketulusan kumenabur ribuan benih
Semoga tumbuh merindang bunga-bunga kasih

Tegar, hati mengunyah gumpalan pahit
Getir rangkaian kisah hanyalah bagian sedikit
Di antara ribuan titik-titik rasa sakit
Senyumku melepas semua gemuruh kepedihan yang melilit

Tangerang, 03 Mei 2020



ELEGI PEREMPUAN PUISI
Karya : Samodera Berbisik & Perempuan Puisi

Perempuan Puisi melanghkah menjemput harapan yang selalu disandang pada sekeping merah di dadanya. Ia berbisik pada pasir putih tepian samudera, "Kurasa sekejap lagi pelayaranku menemukan pelabuhan, izinkanlah aku selalu memandang butir-butirmu yang berkilau diterpa sinar mentari duhai sahabatku."
Tak ada jawaban, namun ia yakin mereka mengaminkan ucapannya.

Lelah sudah ia melakoni kisah elegi, bermanis wajah mengelabuhi tangisan hati. Hanya untuk membuatnya melupakan tikaman-tikaman pilu menyayat lara.

Bersama sahabat setia, Sang keyakinan nurani, perempuan puisi menggamit lengan kedua bidadari kecilnya, mengajak mendayung sampan yang pernah pecah berkeping-keping. Namun kasih sayang mereka menyatu dalam desah napas dan denyut nadi. Kembali bangkit memperbaiki. Perahu berlayar kian ke tengah lautan, gelombang menghantam, layar pun robek, dayung patah tak terelak, tetapi tetap melaju sekuat karang.

"Lihatlah selangkah lagi merapat, pelabuhan cinta menanti pada senja berpelangi." Teriaknya dengan sinar mata berbinar-binar.
Lembayung menyambut Perempuan Puisi dengan lembaran warna-warni. Sungguh indah buah elegi yang selama ini ia jalani. Keikhlasan akan menemukan tempatnya untuk kembali.

Tangerang, 07 Juni 2020



NYANYIAN RERANTING
Karya : Samodera Berbisik

Angin berembus lembut, mengajak daun-daun menari
Reranting pun ikut bergoyang pertanda riang hati
Dahan-dahan bersiul menambah syahdu kedamaian
Pohon penopang keyakinan, akar menyusuri sumber kehidupan

Bermekaran bunga-bunga mewangi mempercantik pandangan netra
Sebentar lagi berbuah penggarapan usaha
Mengisi wadah-wadah tengkurap, lama tak terjamah nutrisi
Sekian rentang waktu, asupan hanya sekedar pengisi

Agar langkah terus berjalan, meski terseok-seok
Inikah gambaran nusantara nan elok
Gemah ripah lohjinawi identitas negeri
Benarkah sudah merata terpenuhi

Nyanyian reranting kering berdetak gaduh
Perih masih menindih sudut-sudut kampung kumuh
Namun mereka tetap tangguh mengayuh
Semangat terpompa mencari sesuap nasi tanpa mengeluh

Tangerang, 05 Mei 2020



MUSIM BELUM BERGANTI
Karya : Samodera Berbisik

Hujan membasahi resah persawahan
Mengaliri celah-celah retak
Kemarau mengeringkan keindahan
Tanah basah tempat berpijak

Air mata langit bermuara pada perpaduan
Tersimpan atau mengalir perlahan
Mengusik kedamaian bumi pertiwi, berlinangan
Menampung resiko luapan, juga perih kekeringan

Saat alam memberikan manfaat kehidupan
Sambut tanpa berlebihan, sesuaikan kebutuhan
Agar tersisa warisan untuk penerus kemudian
Renungkan, bersyukur atas kenikmatan

Ketika musim belum berganti, tetaplah di sini
Bercengkrama dengan suara hati, sembari menunggu pagi
Matahari bersinar hangat berkilauan
Mengecup lembut kekasihnya, embun di ujung dedaunan

Tangerang, 05 Mei 2020



KISAH GURAUAN
Karya : Samodera Berbisik

Secangkir kopi tersaji membasi
Terbiar menunggu kecupan sunyi
Peramu menghidangkan setulus hati
Penikmat mencicipi imaginasi

Awan putih tak lagi menghiasi aroma sesaji
Lenyap bersama rindu menguap
Usah merajut sutera janji
Meneguk secangkir kebisuan terendap

Manis terhidang tak semanis senyuman
Biarlah tak perlu menyatukan angan
Melukis harapan kebersamaan
Hening jawaban kisah gurauan












MEREDAM

Petir menyambar
Jiwa terbakar
Hasrat mencakar
Merobek sasaran
Berkeping penyesalan
Diam meredam
Debaran dendam

Samodera Berbisik
Tgr, 21 Juni 2020



ENTAHLAH
Karya: Samodera Berbisik

Dalam remang malam, sepi
Cahaya lilin sendu menerangi
Langit hitam memayungi bumi
Semakin mencekam geliat nurani

Kusapa angin, malas berhembus
Bumi berpeluh tak berhumus
Seperti kemarau yang semakin tandus
Retak meragu rerasa, tertinggal jejak pada reranting pinus

Kering, dedaunan tak lagi menghijau
Ketika pokok pinus berhias reranting, terbanting angin mendesau
Gemuruh gumam ragu menyambut sinarmu nan silau
Oooh ... adakah rasaku, rasamu saling memantau

Ataukah, berakhir pada awal sebuah kisah
Tentang rajutan-rajutan benang aksara, basah
Menghiasi malam-malam indah
Entahlah

Tangerang, 05 Agustus 2019



TETAP MISTERI
Karya : Samodera Berbisik

Jemari ini hanya ingin menari
Membubuhkan titik-titik hingga terangkai garis
Melingkar, bersimpul atau lurus
Tersebut sebagai huruf dan angka

Berbaris menjadi larik-larik menarik
Tereja dalam kata biasa menyambung kalimat
Saat hati meramu dengan rasa
Itulah sesungguhnya makna

Tersembunyi pada relung hati
Tak semua dapat dipahami
Hanya bening hati mampu menjajaki
Kisah di balik misteri

Tangerang, 20 Juni 2020



MELUPA
Karya : Samodera Berbisik

Detik berdetak gaduh mengurai kisah kisruh
Pada lengkung pongah, aksara menabur gundah
Inikah setia terpuja, benih kasih berhamburan
Terberai keserakahan tangan ambisi

Ibu pertiwi kembali berlinang, sesenggukan
Menyaksikan anak negeri riuh berdendang kepemilikan
Mengakui yang tak pantas direngkuh sendiri
Peluh dan buah pikir pejuang untuk keindahan bersama

Belum puaskah bernaung, menikmati kesejukan
Senyum-senyum tulus menyambut penuh kasih
Mengapa membiarkan keakuan berkuasa
Melupa dari mana awal menapakkan kaki tanpa alas

Tangerang, 18 Juni 2020



PEREMPUAN BERPELUH PILU
Karya : Samodera Berbisik & Perempuan Puisi

Setiap tetes peluhnya menyimpan kisah pilu. Menapaki jejak sendu tentang rerimbun gundah yang tumbuh merindang dalam dada. Seulas senyum renyah adalah goresan luka mengering garam pada selembar kesabaran.

Terkenang masa hangat dalam timangan, kepedihan merupakan nyanyian, hingga kini masih menjadi senandung keseharian. Saat Sang pengukir jiwa raga melepaskan senyum terakhir di sela hela napas. Terlalu hijau untuk menjumputi kepingan proses kematangan. Ketika seharusnya menguning manis, senandung pilu kian mengiris, menusuk kalbu. Selintas kidung terdengar merdu, alibi menyiasati perih nestapa menggila. Buah karya cipta raja pendusta, membuatnya terjatuh pada titik nadir, bagai manusia pandir.

Ia perempuan puisi berpeluh pilu. Diksi-diksi berkulit legam melebam. Namun aksara-aksaranya mengarungi samudera. Berbisik pada angin untuk menyampaikan getar kasih tiada bernoda, kepada siapa saja yang dijumpai.

Tangerang, 16 Juni 2020



TAK MEMBIRU DALAM TIKAM
Oleh, Samodera Berbirbisik
Tangerang, 12 juni 2020

Tikamkan belati dustamu, setelah sekian windu terasah.
Tepat menembus pusat, titik jantung nadi kesabaran hati.
Darah mengucur, menyembur ubun-ubun.
Biarkan nalar bibir ini semakin tangguh tersenyum.
Sekuat ingin memetik gemerlap dunia dan lupa akan rasanya, butiran debu dalam mata.
Langkahku abu-abu, mengupas tiap bercak luka masa lalu.
Dekap pesan sunyi, melukis warna biru pengharapan rindu.
Merangkai keindahan, di pelataran aksara.
Menata kembali, kepingan hati sendiri.
Pada sudut hening, pergantian dimulai.
Merobek kusam malam, sampai embun menari.
Sambut damai jiwa, sedalam kasih Illahi.
Jadikanku perempuan terkuat yang tak kalah, oleh jerat pukat sengketa, di titik renta.
Meski tapak kaki, sendiri jejaki belantara tikam,
tanpa siapa.



TENGGELAMLAH DALAM DOA
Karya : Samodera Berbisik

Pekat memayungi samudera hati
Melekat kuat tanpa kompromi
Melepas dengan segala usaha
Namun erat mendiami jiwa

Tak pergi terhalau kibasan sunyi
Angin pun berembus menyisakan gigil membeku
Tetap bertahan setulus hati
Menunggu kembali menggenggam rindu

Usah berenang meraih nuansa silam
Hanya menambah luka kian mendalam
Mari gelar sajadah, luapkan gejolak jiwa
Dan ... tenggelamlah dalam doa

Tangerang, 12 Juni 2020



TIKAMAN TERDALAM
Karya : Samodera Berbisik

Kembali kau tikamkan belati dustamu, setelah terasah sekian windu
Tepat menembus titik pusat jantung kesabaranku
Darah segar mengucur, menyembur hingga ubun-ubun
Namun bibirku masih mampu tersenyum
"Terima kasih, engkau telah membuatku menjadi perempuan kuat"

Tangerang, 11 Juni 2020
#kadoterhebat



JEJAK AKSARA JIWA
Karya : Samodera Berbisik

Pernah terangkai kata bermakna
Pada perjalanan kisah kita
Menitipkan kenang seindah senja
Sebelum kebisuan merenggut ribuan luka

Kalimat-kalimat menjadi sunyi imaginasi
Semenjak senyummu lenyap bersama misteri
Yang engkau gubah dalam elegi paling memilukan hati
Sementara bunga-bunga aksaraku sedang mekar berseri

Kuntum tertunduk layu, setelah kumbang mengisap sari madu
Kupu-kupu enggan menghinggapi
Sepi, taman hati bertabur kamboja ... berguguran
Memenuhi gundukan kedukaan

Biarlah nisanmu menancap di jantung diksiku
Bersemayam ruh puisi-puisi rindu
Kita sambut nyanyian alam tanpa nada
Kutinggalkan saja jejak aksara jiwa

Barangkali suatu saat nanti bereinkarnasi
Menjadi bayi-bayi puisi
Memesona penyair untuk mengadopsi
Berharap dirawat bagai anak sendiri

Tangerang, 10 Juni 2020



MENUNGGU KESADARAN DENGAN KESABARAN
Karya : Samodera Berbisik

Suatu waktu kelelahan menghardik hati
Membuatku lari dari kenyataan
Bersembunyi dalam gelombang alibi keheningan
Merayu sunyi menjadi sahabat sejati

Luka tetap menganga menghiasi perenungan
Emosi, tak bisa menerima kealfaan
Memberontak dalam dendam prasangka
Mengapa kejujuran harus seiring penabuh dusta

Setetes embun hidayah menyapa ramah
Mengajarkan tentang kesetiaan sejati
Menunggu kesadaran dengan kesabaran
Sampai tiada batas penentuan

Di mana menghindar adalah kekalahan telak
Bersembunyi merupakan kerugian terbesar
Maka senyum keikhlasan pemenang pilih tanding
Melawan membara kesumat nestapa bersanding

Tangerang, 09 Juni 2020



#EMiMa

Usah memaksakan diri menundukkan keangkuhan. Biarlah hati menuntun perjalanan, tanpa melibatkan emosi. Di situlah kedamaian sejati, bukan ambisi menguasai.

Samodera Berbisik
Tangerang, 27 Mei 2020



TEMBANG KATA :

Jejak tertinggal
Sepenggal kisah tak terjegal
Meski terpungkasi kata selamat tinggal

Tgr, 22062020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar