Puisi
Pulo Lasman Simanjuntak
DISPESIA
lihatlah, yehova
permaisuriku masih setia
mengangkut berlaksa-laksa
tulang belulang tubuhnya
(belum membusuk !)
seperti aliran air sungai
mau bermuara
sampai menuju langit ketiga
padahal para tabib perempuan
telah menggelar
meja perundingan
pagi sampai jelang malam
mereka sedang mengajak
turun ke dunia
paling sunyi
"coba putar lehermu apakah ada benjolan daging segar buat dimakan sore ini tanpa amarah dan dendam," pinta pelayan medis berhati mulia
lalu ditinggalkannya
ruang instalasi gawat darurat
dengan hati terbakar
diiringi hujan deras
sampai tembus
pada catatan diagnosa
organ-organ pencernaan
paling mengerikan
kami pun harus berserah
seribu penyakit dijadikan puisi
sejuta pengharapan
tetap menanti
tanpa ada keresahan
bukan pasrah, pesanmu
Jakarta, Kamis 15 Desember 2022
Puisi : Pulo Lasman Simanjuntak
JAKARTA , 26 DESEMBER TAHUN 2022
perjalanan tahun ini terasa ganjil
ketika tubuh rohanimu menjelma
jadi sebuah kitab suci
berbahasa ibrani
pada halamannya tak bisa kubaca
dengan mata kiri masih terbungkus
sebaris doa-doa syafaat
kadang lewat layar zoom
atau disampaikan di atas mezbah
rumah ibadah yang pernah kutenggelamkan
sekarung dosa
seberat roh perzinahan
catatlah, sebelum kita meninggalkan
tahun-tahun paling mengerikan ini
ada tiga belas rintihan kelaparan akut
yang sering diliput pewarta tua
berteriak histeris di pinggir jalan kotamu
berkejaran dengan musim hujan
untuk memperoleh sebuah kepastian ;
hari esok nyawa siapa yang harus
disodorkan di rumah para baal
ditembus langit ketiga
sampai perjalanan kita tiba di sana
tanpa membawa airmata
penyakit dan duka cita
matahari juga ikut dimusnahkan
jadilah kita manusia kudus
selesai sudah
GOR Otista Jakarta Timur, Senin, 26 Desember 2022
Sajak :
TANAH PAPUA KETAKUTANKU TERBUNGKUS LIMA ABAD
Pulo Lasman Simanjuntak
perjalanan dimulai
dari sebuah bandara
kota hiruk pikuk
terbanglah rajawali
dengan mata memerah
menembus malamhari
tengoklah,
perempuan-perempuan jelita
tak pernah terlelap
setelah bersatu
dengan terbitnya matahari pagi
di wilayah paling timur nusantara
mulailah cerita
bertemu dengan keasingan
di negeri sendiri
oi, selamat datang
di hutan tanah papua
tanahku yang menghijau
dengan siraman air dingin danau sentani
pucatlah mukaku
dihiasi rambut ikal
sepanjang belum menyentuh kota jayapura
tiba di lembah baliem wamena
tanpa penghuni
sunyi
mari kita beribadah sehari saja
berdoa di gereja kota
berdinding bambu putih
tak terdengar nyanyian pujian
atau rebana ditabuh
maka kami pun masuk sebuah hotel
tanpa air jernih dan lampu-lampu
yang dapat menyala di hati kami masing-masing
perjalanan dilanjutkan menerobos gunung
bukit yang meliuk-liuk
mayat-mayat yang diawetkan
berkoteka
kita lanjutkan perjalanan
mencemaskan
sebab bisa saja suatu ketika
sebutir peluru ditaruh di pembuluh jantung kita
yang tak pernah merdeka
sejak masa kanak-kanak hanya satu impian;
tanah negeriku tetap berair dan pucuk-pucuk pohon menghijau berkilap dilapisi emas tua
oi, tanah papua
Jayapura-Wamena, 27 Desember-31 Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar