Sabtu, 10 Desember 2022
Kumpulan Puisi Genoveva Manuhara – SETAHUN YANG LALU
SETAHUN YANG LALU
Setahun yang lalu
Kucuri purnama yang bertengger di langit kotamu
Kuperam semalam untuk menerangi gelapnya cintaku
Bersorak hatiku dalam selimut cahaya dan bahagia tabu
Setahun yang lalu
Kurampas bahagia di jantung kotamu
Ketika rembulan bersungut-sungut menahan cemburu
Aku tidak peduli berapa gantang air mata mengalir sebagai tumbal rindu
Setahun yang lalu
Kau dan aku
Gk, 20221105
(Genoveva Manuhara)
MENYERAH
Ada rindu bermain main di telaga hatinya
Kecipaknya membangun lelap malam
Tergesa mentari terbangun menghalau kabut yang membayang di mata
Dengan sekali kepak dikebaskan semua mimpi dari gigil sepi
Ia berteriak pada dunia
Mencoba melepas kesumat yang menumpuk di dada
Menambal lubang lubang cemburu dengan memintal benang rindu
Tapi nasib sedang berpihak pada luka
Hingga janji sua hanya di angan saja
Ia tertatih menyusur pematang
"Aku telah lelah berjuang dan tak satupun yang bisa membuatku bertahan"
Bisiknya pada takdir yang tak pernah ramah padanya
Lalu dikibarkan bendera putih setengah tiang
Dan dikemasnya rindu di balik tradisi janji janji using
Gk, 20221204
(Genoveva Manuhara)
UNTUK TEMANKU
Teman, maukah kau berada di posisiku sehari saja.
Agar kau bisa rasakan manisnya luka. Perihnya ditinggalkan, pedihnya diabaikan.
Dan kau akan rasakan panasnya berjalan di padang gersang. Dinginnya mengembara di belantara sunyi saat gelap menyapa dan sepi memeluk hati.
Kau akan tahu beratnya perjuangan. Letihnya hati berkorban. Juga takutnya hidup di medan perang dan betapa sakitnya teraniaya.
Teman, kaupun akan merasakan nikmatnya berbagi indahnya memberi.
Kau akan rasakan damainya hati saat lutut bertelut kening bersujud.
Kau akan rasakan indahnya berjalan mengelilingi negeri. Kau akan terkagum dan menangis haru saat mampu menaklukkan diri dan tegap berdiri di puncak Rinjani.
Teman, bila kau mau satu hari saja menggantikan posisiku.
Kau akan tahu hidupku tidaklah semudah menulis buku. Hidupku tidak semanis kopi pagi, ada pahit yang selalu menyertai.
Tapi ada satu rahasia hati yang tak mungkin kubagi. Biarlah ini jadi rahasia antara aku dan Tuhanku saja.
Terimakasih teman, karena kau mau berada di posisiku meski hanya sehari.
Sekarang tentu kau bisa memahami mengapa aku cenderung menutup diri.
Kita memang punya persamaan sebagai manusia, persamaan sebagai wanita. Tapi jalan hidup kita berbeda.
Jangan paksa aku untuk jadi sepertimu. Jangan hakimi dan hujat diri ini.
Biarlah kujalani takdirku dengan caraku. Aku yakin Tuhan begitu mengasihiku, takkan dibiarkan aku jatuh tergeletak. TanganNya takkan kurang panjang untuk menolongku. Bahkan Tuhan sendirilah yang akan menggendongku saat aku lelah.
Gk, 20191006
(Genoveva Manuhara)
TERLUKA LAGI
Kembali luka menengok hati
Saat syairmu singgah di beranda mimpi
Selalu kau sudutkan resah kau cerca gundah
Bukan salahku bila aku selalu merindu
Bukan mauku bila aku tak mampu berpaling darimu
Tapi, adalah salahku
Telah memilih jatuh cinta padamu
Yang tak peduli pada rasaku
Gk, 20191003
(Genoveva Manuhara)
PULANG KE KOTAMU
Tertatih menyusuri keramaian kotamu
Memikul beban rindu
Dengan selarik luka di ujung asa
Masih dengan rasa yang sama
Cinta purba penuh guratan nelangsa
Kekasih, aku pulang
Menjemput remah remah cinta usang
Dengan sisa senyum yang ada
Tabah menderita
Berharap mampu menyatukan keping sejarah yang hilang
Terjilid di buku cerita legenda kisah kita
Gk, 20191001
(Genoveva Manuhara)
CINTA SEHARUM BUNGA RAFFLESIA
Semalam angin berkisah
Bertutur lewat geresah daun jati
Yang luruh ke bumi
Semalam ada berita menampar diri
Tentang rasa yang dikhianati
Tersibak kisah aroma bangkai
Atas pusara tua kisah cinta purba
Cinta seharum bunga rafflesia
Hati sepahit empedu
Penuh belatung berbisa
Tersuguh di atas nampan beralas beludru rindu
Selama ini aku tertipu bujuk rayu
Senyum manis racun merusak hatiku
Aku mati dalam rengkuhmu
Berkafan kisah cinta palsu
Gk, 20190813
(Genoveva Manuhara)
RINDU
Di bibir senja rinduku bertasbih
Menggeliat manja dalam pelukan jarak yang durjana
Segala resah terikat dengan pasrah
Dalam isak lirih meraung pedih
Engkaulah puisi rindu
Yang kueja setiap waktu
Di setiap baris tertulis tangisku deritaku dalam memperjuangkanmu
Selalu ada luka saat kucoba merengkuh bayangmu
Gk, 20190818
(Genoveva Manuhara)
SENDIRI
Di ujung senja aku mengadu pada jingga
Tentang hati yang selalu sengketa
Antara cinta dan luka
Rindu dan air mata
Kukunyah rindu hingga mulut berdarah
Kutelan sepi walau pahit di lidah
Berkali senyummu rusuhi diri
Dustamu mencabik hati
Selamat tinggal kekasih
Langkahku menuju sepi tanpa kau di sisi
Meski sendiri tetap akan kujalani
Biarlah kubalut luka ini tanpa cintamu lagi
Gk, 20190820
(Genoveva Manuhara)
HAMPA
Kepekatan malam menampakkan cakrawala yang lenggang
Hingga terasa ke dalam sukma yang mencekam
Di langitpun tiada bintang yang dapat kupandang
Kecuali bulan yang mengambang
Malam hampir terjaga
Dan aku belum tertarik untuk mengatupkan mata
Kehampaan kini kian nyata
Menggenang di pelupuk mata
Hari-hari kosong itu
Hari-hari sepi itu
Hari-hari milikku
Kini ada duka yang terpaut di tempat ini
Di hatiku
Gk, 20190826
(Genoveva Manuhara)
KUTUTUP BUKU
Mak . . . .
Kususupkan rindu di bawah ketiakmu
Surgaku tercipta saat kurebah di
pangkuanmu
Teriring lagu Nina Bobo yang tak pernah lupa kau nyanyikan untukku
Sebagai obat insomniaku
Mak . . . .
Kucipta hujan badai di hatimu dengan tingkahku
Tapi fajar merekah di senyummu
Berkali kubakar jantungmu dengan lelakonku
Selalu lembut tuturmu meredakan gusarku
Mak . . . .
Terbuat dari apakah hatimu
Mengapa tak kau wariskan kesabaran dan ketabahan itu padaku
Apakah aku bukan anakmu
Peluk aku Mak
Bawa aku pulang ke rumahmu
Aku lelah dengan sandiwara usang kucipta sendiri
Aku ingin berhenti sampai di sini
Dan kututup buku elegi kisah rindu hati
Gk, 20190912
(Genoveva Manuhara)
BERSAMA SA
Sa . . . .
Mari duduk di sampingku
Akan kutunjukkan padamu
Sepotong hati yang lebam membiru
Penuh dengan luka sayatan masa lalu
Luka bernanah meski tanpa tetesan darah
Sa . . . .
Mendekatlah padaku
Akan kubacakan ulang kisah hidupku
Kisah yang telah melegenda
Di mana terpasang karya buram atas ketakberdayaanku
Ada nisan cinta tua yang ditumbuhi lumut-lumut rindu
Sa . . . .
Jangan pernah bosan dengan kisah rinduku
Meski kali ini telah menjadi jamur batu
Jangan bosan mendengar tangisku
Di sela mimpi-mimpi indahmu
Sa, maafkan aku yang telah memasungmu dengan tangisku
Gk, 20190908
(Genoveva Manuhara)
LELAH
Ribuan mil telah kutempuh
Lorong-lorong gelap
Jalan-jalan panjang kesepian
Mataku melihat hati tertambat
Pada tangis anak-anak panti
Pada tubuh-tubuh renta yang sepi
Terkadang mampir di bingar lokalisasi
Sepertinya takdir terlalu suci untuk dimaki
Aku lelah menggendong sejuta gundah
Kakiku tertekuk antara nyeri dan sakit hati
Jiwaku terkurung dalam terali berdinding api
Melahirkan amarah yang terkandung di hati
Seharusnya rasa ini disadari sejak mula
Bukan setelah angan jauh ditinggalkan
Kini aku hanya bicara pada bongkahan padas
Semua hanya diam membisu
Pintu telah tertutup jalanku buntu
Semua sisi menghitam legam
Sementara suara-suara asing gaduh berseteru
Hingga sesak nafasku
Pulang ... pulanglah ...!
Aku sudah tidak peduli
Tak guna peduli
Aku telah mati suri
Gk, 20190906
(Genoveva Manuhara)
RINDU YANG CIDERA
Langit cerah di kotaku
Tapi hujan badai melanda hati
Petir melecut bertubi-tubi
Saat kutahu kau telah mendua hati
Duri berserakan di sepanjang jalan kenang itu
Luka merejam membekas biru
Berdarah-darah tangisku oleh dustamu
Kau ciderai sucinya rinduku
Berkali kubujuk hati untuk berpaling darimu
Namun selalu aku tak mampu
Karena hatiku terlanjur memilih untuk jatuh cinta padamu
Selalu aku terbelenggu rindu
Surakarta, 20190831
(Genoveva Manuhara)
PECUNDANG
Mengoyak cinta dari hati yang lara
Angkuhmu tak jera menghajar rindu
Nurani menolak lupa pada mesra yang pernah terkecap
Pada manis yang pernah tersaji
Di sudut ruang jam dinding berdentang
Mendetakkan melody lagu kenang
Di mana kau dan aku pernah satu
Mengarungi mimpi biru nan syahdu
Kini aku tak lebih dari seorang pecundang
Yang tak berani menghadapi perang
Kukemas sejuta mimpi
Kubawa berlari menuju lembah sunyi
Sebagai pecandu sepi
Surakarta, 20190830
(Genoveva Manuhara)
MEMBUNCAH
Ya, Dewa Baruna
Tenggelamkan aku pada palung hatimu yang biru
Redakan amarahku bersama kibas angin sakal yang menderu
Hempaskan dukaku pada tebing batu
Biarkan menepi di pantai pasir putih larut bersama buih
Nyanyian camar kusangka gita cinta
Rupanya elegi rindu merusak telinga
Kusangka debur ombak membawa warta bahagia
Ternyata lelayu terkirim bersama pesan rahasia
Jangan pernah meminta hadirnya
Karena selamat tinggal yang terucap dari bibirnya
Jangan mengharap cinta
Karena dusta yang ditebarnya
Jangan mengiba untuk setia
Karena hatinya telah mendua
Gk, 20190812
(Genoveva Manuhara)
RINDU
Satu hal yang paling kurindu
Saat senja hadir menyapa
Ada geresah daun jati yang berbisik rindu
Dan jingga yang membawa warta cinta
Darimu yang berjuang memeras raga
Demi meredam bunyi perut anak kita
Yang terkasih ....
Di sini aku bermunajat
Mengetuk pintu sorga
Dengan bahasa paling rahasia yang hanya dimengerti olehNya
Semoga kokoh jiwamu kuat imanmu
Dalam kesendirianmu
Gk, 20190809
(Genoveva Manuhara)
PUSARA RINDU
Sengaja aku datang ke pusaramu
Untuk mengecap sepi yang selalu tersaji
Merengkuh dingin dalam dekap rindu yang beku
Ada seribu kenang turut tertanam
Ada selaksa duka turut terbawa
Pada rumput liar kukabarkan luka
Juga pedihnya kehilangan
Kususut air mata darah
Pada luka yang bernanah
Kubakar cinta di sudut kota
Kutangisi rindu pada pusara rindu
Ah, sesulit ini melepasmu
Bagai meniti rambut terbelah
Seperti menjala angin dengan jaring gundah
Di tapal batas kota ini
Aku berdiri sebagai saksi
Atas cinta yang tak pernah mati
Cinta yang selalu membawaku kembali
Ke pusara tempat tidurmu abadi
Gk, 20190804
(Genoveva Manuhara)
KERESAHANKU
Nun jauh di sana
Kulihat sepasang burung nazar
Menari riang di atas bangkai kawan
Diiringi rampak genderang perang
Meliuk menghentak penuh nafsu jalang
Dan aku muntah darah
Menyaksikan pertikaian demi pertikaian
Terseret tenggelam dalam riuh memekakkan
Aku hanya tertunduk malu
Meratapi kemalanganku yang tak bisa meneriakkan hak hakmu
Kawan, di sinipun aku sama sepertimu
Aku hanya bangkai
Yang akan terkubur oleh waktu
Bangkai yang terbakar api neraka dunia
Menghanguskan nurani
Meleburkan harga diri
Akhirnya aku hanya debu yang berlalu
Gk, 20190822
(Genoveva Manuhara)
MENGENANGMU
Rasaku tercabik oleh ingatan masa itu
Ada luka nganga di serambi dada
Melintas bayang setahun yang lalu
Kau renggut paksa mutiara dari pelukkanku
Jantung meledak banjir darah di hatiku
Ratapan tangis menyayat pilu
Aku kehilangan kekasihku
Salahkah aku
Bila sampai saat ini masih kusimpan rapi tragedi hitam itu
Berdosakah aku
Bila sampai saat ini masih keagungan cintaku
Oh, kemana kuharus berlari
Membawa jelaga resah gelembung biru relung hati
Kepada siapa aku harus mengadu
Bila semua menutup mata dari deritaku
Gk, 20190918
(Genoveva Manuhara)
TABAHLAH
Dengarlah wahai jiwaku
Mulai saat ini kau harus terbiasa
Untuk tidak lagi mendengar sapanya
Mengertilah ....
Ada sekat yang tak bisa ditembus dari satu sisi
Maka, relakanlah
Ingatlah wahai jiwaku
Mulai saat ini kau harus terbiasa melihat
Kemesraan terpampang di depan mata
Kuatlah ....
Karena dia bukan milikmu
Sadarlah tak ada ikatan yang menyatukan hatimu dan hatinya
Maka, tabahlah
Jangan lagi ada ratap
Jangan lagi berharap
Semua sudah selesai dan tamat
Gk, 20190916
(Genoveva Manuhara)
MENGAPA
Menepi dari hingar pesonamu
Menganyam tirai baja untuk membalut luka
Berderai air mata memungut cinta yang tersia
Kusimpan dalam bejana hati duka lara
Aku bertanya
Mengapa selalu luka yang kuterima
Perih yang kurasa
Mengapa tak pernah tersisih tawa
Di sela bibir garing
Atau sekedar senyum tersungging
Aku menepi bersembunyi di sudut mimpi
Gk, 20190920
(Genoveva Manuhara)
KAU
Masih engkau yang berayun
Di sulur sulur rinduku
Tanpa cinta, katamu
Kita hanya dua kalimat resah
Yang mencoba menyatu dalam puisi
Dan berharap menjadi bait indah
Kau tetap yang terindah termegah
Di langit senjaku
Kutinggalkan istana jingga
Beringsut menghampiri pesonamu
Dan celakanya, saat ingin menggapai tanganku tak pernah sampai
Gk, 20190926
(Genoveva Manuhara)
MATA ITU
Sepertinya kita sedang jatuh cinta pada mata yang sama
Mata bening setenang telaga
Mata yang menyimpan seribu luka
Selaksa derita
Mata yang membuatku luluh
Dalam dialog tanpa kata
Mata yang menghujam jantung
Menggurat luka hatiku makin nganga
Entah mengapa
Aku tak mampu berpaling
Meski gundah dan resah selalu ada di setiap jumpa
Entah mengapa
Aku memilih tetap setia
Meski kutahu hatinya terbagi untuk banyak wanita
Gk, 20191025
(Genoveva Manuhara)
TANDA TANYA
Bulan bercadar di malamku
Berselimut mendung kuhayati rindu
Kurengkuh bisu dalam mencintaimu
Derai air mata adalah biasa
Saat hati mempertanyakan kesungguhan rasa
Kekasih . . . .
Sungguhkah aku begitu berarti bagimu
Benarkah hanya aku yang kau rindu
Gk, 20191023
(Genoveva Manuhara)
BAHAGIA UNTUKMU DAN UNTUKNYA
Selamat pagi rindu
Saat ini aku memanen embun
Yang semalam kusemai dari bulir bening mataku
Kan kujerang dengan cahaya sorga
Biar mengkristal
Jadi manik manik doa
Kuuntai jadi tasbih cinta
Dan kusimpan dalam bejana hati
Nanti saat langit tertidur
Akan kuwiridkan namamu dan namanya
Untuk selalu bahagia
Gk, 20191010
(Genoveva Manuhara)
PULANG
Di ruang gelap sepiku
Ada seberkas cahaya
Yang menuntunku untuk selalu pulang ke pangkuanmu Ibu
Akan kupatahkan belenggu jarak
Dan kucuri waktu
Walau duri bertebaran di sepanjang jalanku
Ibu . . . .
Aku pulang sendirian
Dengan luka tak terbilang
Ska, 20191012
(Genoveva Manuhara)
UNTUK TEMANKU
Teman, maukah kau berada di posisiku sehari saja.
Agar kau bisa rasakan manisnya luka. Perihnya ditinggalkan, pedihnya diabaikan.
Dan kau akan rasakan panasnya berjalan di padang gersang. Dinginnya mengembara di belantara sunyi saat gelap menyapa dan sepi memeluk hati.
Kau akan tahu beratnya perjuangan. Letihnya hati berkorban. Juga takutnya hidup di medan perang dan betapa sakitnya teraniaya.
Teman, kaupun akan merasakan nikmatnya berbagi indahnya memberi.
Kau akan rasakan damainya hati saat lutut bertelut kening bersujud.
Kau akan rasakan indahnya berjalan mengelilingi negeri. Kau akan terkagum dan menangis haru saat mampu menaklukkan diri dan tegap berdiri di puncak Rinjani.
Teman, bila kau mau satu hari saja menggantikan posisiku.
Kau akan tahu hidupku tidaklah semudah menulis buku. Hidupku tidak semanis kopi pagi, ada pahit yang selalu menyertai.
Tapi ada satu rahasia hati yang tak mungkin kubagi. Biarlah ini jadi rahasia antara aku dan Tuhanku saja.
Terimakasih teman, karena kau mau berada di posisiku meski hanya sehari.
Sekarang tentu kau bisa memahami mengapa aku cenderung menutup diri.
Kita memang punya persamaan sebagai manusia, persamaan sebagai wanita. Tapi jalan hidup kita berbeda.
Jangan paksa aku untuk jadi sepertimu. Jangan hakimi dan hujat diri ini.
Biarlah kujalani takdirku dengan caraku. Aku yakin Tuhan begitu mengasihiku, takkan dibiarkan aku jatuh tergeletak. TanganNya takkan kurang panjang untuk menolongku. Bahkan Tuhan sendirilah yang akan menggendongku saat aku lelah.
Gk, 20191006
(Genoveva Manuhara)
TERLUKA LAGI
Kembali luka menengok hati
Saat syairmu singgah di beranda mimpi
Selalu kau sudutkan resah kau cerca gundah
Bukan salahku bila aku selalu merindu
Bukan mauku bila aku tak mampu berpaling darimu
Tapi, adalah salahku
Telah memilih jatuh cinta padamu
Yang tak peduli pada rasaku
Gk, 20191003
(Genoveva Manuhara)
PULANG KE KOTAMU
Tertatih menyusuri keramaian kotamu
Memikul beban rindu
Dengan selarik luka di ujung asa
Masih dengan rasa yang sama
Cinta purba penuh guratan nelangsa
Kekasih, aku pulang
Menjemput remah remah cinta usang
Dengan sisa senyum yang ada
Tabah menderita
Berharap mampu menyatukan keping sejarah yang hilang
Terjilid di buku cerita legenda kisah kita
Gk, 20191001
(Genoveva Manuhara)
ARCA BATU
Semalam kau datang dalam mimpi
Meneteskan sianida ke jantung hati
Perlahan jantungku tak berdegup lagi
Jiwaku mati
Perlahan hatiku membatu
Rasaku jadi beku
Kini aku kembali seperti yang dulu
Jadi arca batu
DK, 20191115
(Genoveva Manuhara)
SARANG PALING NYAMAN
Kucium tangan keriput itu dengan penuh takzim. Ah, senyum teduh dan tatapan penuh kasih yang membuat aku selalu rindu untuk pulang dan pulang lagi.
" Sampai kapan engkau akan terus begini ? Umurmu sudah tidak muda lagi. Setinggi-tingginya rajawali terbang, dia butuh sarang untuk berlindung dari badai, untuk istirahat dan tidur dengan tenang," itu yang diucapkan sambil mengelus kepalaku.
Aku hanya diam seribu bahasa.
Andai saja kau tahu, andai saja kau mengerti. Tentu kau akan memahami mengapa aku memilih jalan tetap sendiri.
Ada seribu luka dengan rasa nyeri yang tak terkira. Dan itu tak bisa kuceritakan padamu. Aku tak sanggup melihat binar matamu redup oleh kisah pilu hidupku. Aku tak mau melihatmu sedih dan kecewa di masa tuamu.
Ibu, selama pintu rumahmu selalu terbuka untukku. Aku tak butuh sarang baru.
Bagiku pelukkanmu adalah sarang paling hangat untuk menyelimuti gigil jiwaku.
Bagiku kasihmu adalah sarang paling nyaman untukku berlindung dari hantaman badai hidup.
Ibu, izinkan aku untuk selalu pulang dalam haribaanmu, setelah lelah jalanku.
Izinkan aku untuk lelap dipangkuanmu ketika mata nanar ini tak mau terpejam.
Ibu, biarlah rajutan benang kasih sayangmu jadi kafan untuk membungkus masalaluku dan membebat lukaku.
Biarlah untaian doa-doamu kurangkai jadi ajimat di hidupku.
Dan restumu jadi tongkat penyangga dalam langkahku untuk menuntaskan destiny dari Tuhan.
Maafkan aku Ibu, kalau sampai saat ini hanya duka dan airmata yang bisa kupersembahkan padamu
AD, 20191124
(Genoveva Manuhara)
#belajarmenulis
PERGI LAGI
Tak ada lagi tangis
Saat melepasmu pergi
Telah habis airmataku
Menangisi kepergianmu waktu dulu
Jangan beri lagi penantian untukku
Karena belum hilang kerinduanku
Dari kepergianmu saat itu
Belum tandas rasa gamang yang sedang kuhindari
Kau pamit untuk kesekian kali
Mulai saat ini
Diamlah rindu
Jangan menuntut temu
Dengarlah cinta
Jangan lagi mengharap iba
Mengertilah jiwa
Kau bukan siapa siapa
Gk, 20191128
(Genoveva Manuhara)
KESADARAN
Masih kuingat
Dulu dia yang membuka pintu mengundangku datang
Bahkan sampai saat ini pintu itu masih terbuka
Kupikir masih untukku bukan untuknya
Aku tahu kok caranya pergi tanpa menunggu untuk diusir
Sebab aku masih ingat jalan pulang
Mungkin mata bisa menyesatkanku
Tapi aku punya hati yang akan mengingatkan pada kebenaran
Mungkin kaki bisa membawaku pada kebinasaan
Tapi imanku menuntun pada kekudusan
Orang boleh tertawa saat aku salah jalan
Namun ijinkan aku menangis saat hati sudah tak mampu menampung kesesakan
Orang boleh mencaci karena aku terlambat mengambil keputusan
Namun biarkan aku melangkah jauh menata masa depan
Gk, 20221220
(Arum Dalu)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar