UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Kamis, 04 Agustus 2022

Kumpulan Puisi Romy Sastra - BANGAU ITU PULANG KE PADANG PANJANG


 
BANGAU ITU PULANG KE PADANG PANJANG


khalwat singgalang dan marapi bersyahadat iklim berkisar, lalu bertakzim pada ilahi mencurah hujan sebagai titik dingin mengembun mata tertegun. aku membaca ranahmu, ada sepasang bangau mengitari padang panjang, hinggap di sebatang pimping berayun menuju tualang. bangau itu berpinak di rantau berpuak-puak, mereka lahir menjadi liyan berdian sebagai pejuang pemikir dan sastra: engkau sutan syahrir, a.a. navis, pun sederet anak-anak ibu yang menapak menoreh jasa sejarah dan nama bagi bangsa ini. bangau itu akhirnya pulang ke padang panjang membawa bait-bait puisi, di mana dulu dendang tak sudah semenjak usai tikai yang sansai oleh penjajah. kini padang panjang menjadi destinasi wisata dan sejarah. ranah yang didamba para santri mencari ilmu agama: aku bermadah

Romy Sastra
Jakarta, 22 Mei 2022




SABDA AZALI

hu dzatullah bersabda,
saksi kekasih menatap kekasih
tercipta cinta seperti burung ta'us
memuji tunduk pada rabbani
ya, segala yang ada bertasbih
bersaksi pada titah azali berdiri
sujud menghadap mihrab cipta maha agung:
ilahi

nuktah tumpah jadikan:
madi, wadi, mani, manikam
anasir sahabat itu bersatu

Ya, jibril kepada bumi
ya, mikail kepada air
ya, israfil kepada angin
ya, izrail kepada api

pancar memancar sinar rahmatan
bersembunyi di qolbi
jangan jauh-jauh mencari ilahi
cukup mati di dalam hidup
'kan dikenali megahnya istananing hati
bersemayam segala rahsi

sesungguhnya jalan pulang tak jauh ditempuh
rentan waktu seujung kuku

tiba-tiba kematian jasad datang menyapa
el-maut marah-marah, "takut?" iya
apalah daya tak tahu jalan pulang
sesat alang kepalang
menggigil rontok segala nyali
tak sadar satu per satu
malaikat penunggu tubuh yang lain
sebelumnya telah pergi
tinggalkan raga ini
yang tersisa hanya amal kerabat sejati

sesak tersiksa sendiri
meronta ingin kembali
Selesai perkara dunia
tubuh kaku berdebu
berselimut kain mori tak berdian; kelam
sia-sia saja jeritan pilu
yang ditangisi telah berlalu

Romy Sastra
Jakarta, 10 Agustus 2022



JIWAKU BERGURU PADA ILALANG


dan hujan adalah rahmat dari sisinya, ketika tabir hikmah tersingkap, daun-daun layu merayu, tanah kerontang jadi subur, tubuh dahaga bersuka cita, semua kembali hidup dan ceria. maka, aku bersyukur ketika sunyi didapatkan pinta seribu satu jawaban tiba.

ar-rahman ar-rahim maha memberi tak butuh imbalan serupa, melainkan ingin disembah. aku berpikir, aku tak kufur nikmat pada dunia telah disediakan kepuasan yang takkan pernah puas. lalu, kuiktibari sejarah nabi terdahulu, betapa kemewahan tercipta pada zamannya, dan kaumnya ingkari kebenaran. tuhan timpakan azab amat pedih pada yang zalim. sehingga mereka seperti kayu-kayu terpanggang menjadi arang.

fa-biayyai alaa'i rabbi kuma tukadzdzi ban. maka, nikmat tuhanmu yang mana yang kamu dustakan? sekejap merenung, jiwa mencari jawaban kehidupan pada ilalang yang tak lekang dengan panas tak mati dengan hujan, hidup menantang matahari berpayung langit berselimut embun malam.

lalu, bibit tumbuh seperti huruf alif bertauhid, ketika tua daunnya layu dan mati tak meninggalkan sedih pada generasi. regenerasi estafet siklus melebarkan kehidupan tak merasa tertindas zaman, ilalang tegar tumbuh dan tumbuh. meski ditindih kaki-kaki kolonialis, durinya menanti perisai diri. ilalang? pinjam aku tegarmu cabari iklim di tengah musim yang berputar. berharap jiwaku tak tumbang.

Romy Sastra
Jakarta, 9 Agustus 2022



ALUSIO DI BATAS TUGU PADANG PANJANG, PUISIKU BERTANDANG

di batas kota tugu melingkar kekar, dan tanduk menghunus adalah sebentuk makna bersoko menopang langit berpamflet sejarah menuju perjalanan ranah minangkabau. ya, tentang kotamu serambi mekah mengisyarat taat berjubah akidah seganding kultur adat yang luhung berasi tak delusi kuucap salam padamu padang panjang puisiku bertandang.

para cendekiamu pencetus karya melahirkan sejarah tokoh-tokoh bangsa. lalu, aku terdiam menatap anomali awan menguar, dan hujan mentransformasi salju mengembun di daun selasih. di kotamu aku mendaki ke pelataran rumah puisi taufik ismail yang asri, jemari lentik memetik setangkai bunga matahari berbaris diksi berbait falsafi, aku membaca keindahan rahasia ilahi pada semesta.

di kejauhan aku memandang gunung marapi dan singgalang berpancang di bumi minang, adicitamu ranah berimpian kota puisi berharap. gita sastra tak patah lagi di kemudian hari, aku bersaksi: padang panjang layak jadi kota literasi.

Romy Sastra
Kubang Bayang, 14 Mei 2022




KUTULIS PUISI DI WAJAHMU IBU
Romy Sastra


"Ibu, kau selalu bertanya,
perihal anak-anakmu yang gugur
gugur di medan tempur
di sudut matamu basah
rindu yang parah
kau menunggu di setiap zaman
hadirnya si anak gagah
bermata violet
melingkar di seraut wajah
menyilau taman sari bersanggul kartika
anakmu pahlawan itu yang ibu cinta"

"Anakku, dunia terus berevolusi nak,
seberapa tegar kau cabari terik
senja masih panjang kita jelang
ibu rela berkayuh lelah di riak berdansa
sanggupkah kau tabah arungi nusantara
bahkan dunia untuk Indonesia?

Baiklah anak-anakku!
madah telah selesai ibu gubah
sedari purba
ibu persembahkan padamu
di tiang-tiang sejarah merdeka,
katanya
terima itu dengan segala lelah

Ibu yakin anak-anakku
kau memahami resah ini
adalah pengorbanan menjaga kesetiaan
demi republik berdiri dan berlari

Ibu selalu berusaha pada yang kaupinta
bagaimana ibu mengandung bersenandung
tak berkabung
maka, jagalah Indonesia
terus membubung

Teruslah menulis puisi di wajah ibu nak
sebab cinta tak pernah usai
meski tubuh ibu dikoyak dan tergadai"

Jakarta, 15 Agustus 2022



SENDOK YANG CEMBURU


gelas berbisik:
di sebelah kiri gagang kau pegang
ada lipstik pink lekat
kau pilih mana,
sendok atau perigi?

tiba-tiba sendok cemburu
rindunya tak dihidu
asbak kosong tak ada asap
yang ada jelaga di sana
ujung jari dingin

percakapan hidangan di atas meja
rupa yang pasi
lalu, aku memilih bertatapan
pada selingkar alis
bibirmu tipis beraspartam

aku mabuk dalam diam
menatapmu karam

Romy Sastra
Jakarta, 13 Agustus 2022



METRUM DI PERSIMPANGAN JALAN
Romy Sastra


metrum sajak telah kau baitkan
aku baca terawang makna
di remang gamang
kata-kata berilusi madah
merungkai tragedi

cukup lama aku termenung
menatap matamu sayu
dan menyimak bait-bait kisah
tak kau sadari kedasih murung

sore begitu cepat berlalu
menyunting kelam
akhirnya senja pun tiba
di seraut wajah

di perjamuan sederhana itu
kita sama-sama menerawang silam
berada di persimpangan jalan
maju atau mundur menuju alur?

dan esok aku menunggumu
di episode yang baru
pada sore ke sekian
sebelum senja menutup waktu
kita saling menahan rindu
tunduk pada perjanjian
tak menciderai keutuhan
kau dan aku: bersatu

Jakarta, 12822



MERINDUKAN MUHARRAM
Romy Sastra


Muharram bulan yang mulia
para sahabat dan nabi berdemokrasi
menentukan ketetapan
tahun baru Islam
betapa mulia pengukuhan jati diri

Muharram bulan yang dinanti
doa-doa dilangitkan
ibadah ditingkatkan
aku runduk pada-Mu Tuhan

Muharram bulan Qomariyah
menunggumu merindui amalan
berpuasa sunnah Tasua Asyura
penghapus dosa setahun

Muharram bulan menuju madani
bagaimana Rasulullah hijrah
membawa umat dari Mekah ke Madinah
sampai saat ini hingga kiamat nanti
: aku mengabdi

muharram bulan yang suci
mari menyepi bertakwa diri
riyadhoh pada Ilahi
aku dan semesta bertasbih

Jakarta, 12 Agustus 2022



KEMBARA MENUJU RUMAH QUL HU

telah aku pungut tujuh kerikil
melempari dosaku
tujuh kerikil penutup pintu neraka itu
membolak-balik laju kembara diri
memandu pituduh
menghitung diri membuka hati

duduk bersila menatap layaran hitam
merenungi megatruh di kancah pikir
terkias makna yang bermegah
di ruang batin, mencari-Mu, Ilahi

aku belajar mati merenangi segara biru
pantai-pantai rayu melambai
menghiasi nafsu berjuntai
kutolak bara api membakari jiwa
padamkan dengan doa tauhid paripurna

di ujung pencarian diri
tak kutemukan bayangan wujud sama sekali
yang ada kosong teraba
berisi awas tak tersentuh
jiwaku terpaku menatap maha jiwa
digulung maha ombak mendesir
seperti lonceng berbunyi
aku mati di segara pengabdian cinta hakiki

pengembaraanku akhirnya terhenti
di garis batas keyakinan tak diragukan
pada duduk sila semalam di rumah qul hu
kumerindui-Mu selalu....

Romy Sastra
Jakarta, 11 Agustus 2022



KAPAL KEHILANGAN DERMAGA
Romy Sastra


Sabda bergema di suasana genting Nuh tabah meminta: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi" satu-satu pasangan pelanjut tirani berbondong-bondong karena tertolong, makhluk-makhluk itu cikal bakal menyemai dunia kembali, di ekor keledai pada hidup yang tak ingin sansai, ada biang penghancur dunia ikut bertengger, dialog terjadi.

Nabi Nuh melihat sosok yang ringkih, berkata: “Hai musuh Allah, siapa yang memperbolehkanmu masuk? Keluarlah dari sini! Kau telah dilaknat." Iblis memohon: "Tolong biarkanlah diriku ikut serta menyelamatkan diri, sesungguhnya aku telah ditangguhkan.” Maka, Nuh menyuruhnya duduk di sebuah ruangan. Iblis berkata:

“Lima perkara yang akan merusak manusia, tiga di antaranya akan aku ceritakan kepadamu, dan dua di antaranya tidak akan aku ceritakan.”

Lalu, Allah memberi wahyu kepada Nuh, bahwa tiga perkara tidaklah dibutuhkan Nuh, yang dibutuhkannya dua perkara dan disimpannya. Nabi Nuh memaksa iblis menceritakan dua perkara tersebut. "Apa dua perkara tadi, hai iblis?” tanya Nabi Nuh.

“Dua perkara yang tidak akan kamu dustakan atau ingkari, manusia akan rusak sebab sifat hirs (ingin) dan hasud. Sebab hasud, aku dilaknat dan dijadikan setan rajim (diusir) dan sebab hirs (ingin) aku bisa menarik hati Adam, sehingga dia memakan buah yang dilarang di surga. padahal dia diperbolehkan makan apa pun kecuali buah kuldi."

Batinku kecamuk pada tafakur mabuk, aku menatap nun, ada badai bawakan pesan purba, Dunia ini seperti memegang satu bara di tangan kiri, tangan kanan menadah amanat Ilahi. Dan aku bertanya pada satu titik di kedalaman jiwa, kapal Nuh yang dulu karam kini terdampar di mana? Bukankah bencana purba telah surut ditelan bumi?

Aku berpikir panjang ke helai rambutku hampir luruh, dan kening menjadi tanah lapang tempat berpetualang. Akankah mahkota asmaraloka benar-benar punah kembali? Kita pulang, lihatlah! Tetesan embun mengalir di sudut mata di ujung doa, berharap mampu surutkan bencana di mana-mana, ternyata dispensasi Tuhan tertutup sudah.

Kapal Nuh yang dulu terdampar kembali berlayar di setiap debur-debur ombak di dada umat, hingga sampai dunia ini benar-benar kiamat. Gonjang-ganjing di mata batinku mengisyaratkan lampu kuning, angin dari berbagai arah menguar ke seantero bumi.

Panji-panji akan dibakar teknologi, di mana kawan, siapa lawan menjadi pertarungan ke titik tak terselesaikan. Risau di depan mata, samudra yang dulu ditelan bumi kembali membara. Air mata bercampur darah mengalir ke segara, dunia benar-benar punah menjadi ajang armagedon. Layaran batinku kehilangan dermaga, aku memohon di khusyu' yang purna, badai redalah! Langit terbelah.

Jkt, 23/08/22



Tidak ada komentar:

Posting Komentar