Karya : Puji Astuti
Aku bercermin di atas kubangan air
Kerut ini makin jelas menoreh di lipatan wajah
Mengering tak molek dan indah lagi
Terenggut lamanya perjalanan tuk berhias diri
Ada sesuatu yang hilang
Seberkas sinar sedih menggumpal
Penyesalan tak berujung
Dalam menghitung dosa menggimpit ruas dada
Akankah waktu masih panjang
Sedangkan mati tak bisa kapan datang
Sisa usia menjelang senja
Hanya sedikit ilmu dalam menggapai hidayah yang haq
Ampuni hamba ya Alloh
Merentang waktu banyak aku melupakan-Mu
Nikmat-Mu terlupa tuk disyukuri
Rasa kurang dan kurang menjerat hati
Beri kesempatan
Memeluk kembali kesejukan-Mu
Menangis lagi di sujud malamku
Kiranya aku masih ada waktu
Jogja, 25.04.2020
KAU YANG TERINDAH
Karya : Puji Astuti
Senja makin menggigilkan raga kita yang sejak tadi terduduk di tepi pantai. Ya.. kita merenungkan apa yang harus dilakukan.
Bagaimana tidak? Ada dilema didepan mata.
Orang tuamu memilihkan jodoh untukmu.
Sejak siang kita banyak diam, membisu. Hanya rasa kita yang saling berkecamuk, seakan tak menerima semua ini. Erat dekapmu di tubuhku. Aku tahu betapa sayang engkau padaku.
Tak ingin jua aku melepaskannya, hangat ini begitu sangat berarti.
Setulus hati akupun mencintaimu, menyayangimu dan sangat mengharapkanmu.
Kita sudah saling memiliki hati, menautkan impian dan asa.
Tidak akan berpisah dan menempuh hidup ini berdua apapun yang menghadang.
Janjiku padamu dan juga janjimu padaku.
Cinta kita adalah suci dan kau yang terindah telah mewarnai jejak waktuku.
Apakah kita akan menyerah? Tidak!
Kita arungi perjuangan cinta ini. Kita hadapi kemelut bersama-sama. Kita satu hati pasti Tuhan akan merestui.
Semakin erat pelukan kurasakan, seakan tak akan terlepaskan.
Saatnya tiba, berhadapan dengan orang tua. Seperti mendapatkan emas di pagi hari. Kita bisa melepaskan dari ikatan mereka kini.
Ujian yang diberikan hanya untuk melihat keutuhan cinta kita. Apakah bergeming jika dipisahkan dan menyerah jika dipaksakan.
Cinta kita murni. Kini janji akan terpenuhi.
Kado terindah untukku, mendapatkan imam yang tulus mencintaiku, akan menjagaku sampai lelah langkah perjalananku.
Jogja, 26.05.2020
PERGILAH
Karya : Puji Astuti
Sekilas hangatnya netra
Melumpuhkan sendi debaran di dada
Memejamkan segala nalar yang ada
Semakin kuhujamkan, luruh dan menggila
Impian telah hancur berkeping
Kala asa haus kuteguk secawan madu
Ternyata kau oplos dengan setetes racun dusta
Terlanjur jiwaku meregang kecewa
Perlahan namun pasti
Aku akan tumbang dan mati
Pembunuh rasa kini mengeringkan senyawa
Perihnya panas sangat luar biasa
Tertusuk duri serta disiram air cuka hati ini
Menggelepar sendiri meniti hari-hari
Air mata habis tanpa tangis lagi
Sebaiknya kau pergi dan jangan kembali
Jogja, 22.05.2020
PENGORBANAN
Karya : Puji Astuti
Dengarlah duhai
Seandainya kau pinta segalanya akan aku berikan
Engkau adalah belahan jiwa
Keberadaanmu seperti pelita
Jangan merajuk dalam tangis
Kembangkanlah selalu tawa candamu
Hari penuh indah saat lengking suaramu penuhi kalbuku
Ingatlah selalu nasehat petuah ibu
Pengorbanan ini tak berpinta
Karena memilikimu adalah separuh nyawaku
Dekap ragaku sekencang lenganmu
Bahagialah dalam belaian kasihku
Beranjaklah dengan doa-doa
Agar tenang hati dan rasamu
Seiring perlindungan dari-Nya
Yang selalu aku pinta sepanjang masa
Sampai saatnya nanti
Langkahmu akan berpijak sendiri
Melanjutkan derap kehidupan ini
Memiliki keyakinan pasti bahwa Alloh akan merestui
Jogja, 25.05.2020
SERUMPUN DOA
Karya : Puji Astuti
Di heningnya malam
Tanpa angin yang bergerak
Sunyi menyelimuti dunia ini
Lengang namun terasa tenang
Bersimpuh dalam keharuan
Kutumpahkan semua resah
Menyebut asma-Mu dengan gemetar
Teringat alpa dan dosa yang membenam
Satu satu kurapal nama besar-Mu
Di roncean tasbih tua melingkar di jariku
Serumpun doa kupanjatkan
Mengetuk pintu Arsh di langit ke tujuh
Hambamu adalah sekecil debu
Di hamparan pasir luasnya ciptaan-Mu
Kenikmatan tiada tara Engkau limpahkan
Terkadang khilaf tanpa syukur aku lupakan
Fana kehidupan ini
Abadi akherat nanti
Bersujud hati di lembaran sajadah
Mengharap rahmat, ampunan dan hidayah
Jika saatnya tiba
Ajal menjemput ujung nyawa
Bimbinglah lafal lidah ini
Menyebut asma-Mu dan junjungan Nabiku
Jogja, 16.05.2020
SEGUNUNG DOSA
Karya : Puji Astuti
Seteguk ludah tertelan
Peluh sebesar jagung bersimbah di badan dan wajah
Kala ayat menyebut shiratal mustaqim
Ketakutan menggigilkan jiwa dan hati
Perjalananku penuh kelam
Segunung dosa melumuri raga
Mampukah hamba melalui
Dengan sisa pahala yang ada ini
Waktu membungkam segenap rasa
Memabukkan jenjeng liukan pikiran
Menabur percik khilaf dan salah
Ampuni segala kegelapan yang menyelimuti
ALLOH Maha Pengampun dan Penyayang
Usiaku makin hilang di kala senja
Semoga pijakanku kembali pada-Mu
Untuk maraih rahmat dan hidayah-Mu
Kusucikan hati
Bersujud di hamparan sajadah dengan isak tangis
Penyesalan kian menghimpit
Mendapati tersia-sianya detik telah terlewati
Jogja, 08.05.2020
AMANAH
Karya : Puji Astuti
Di pagi buta berselimutkan dingin
Menghentakkan tangis kebahagiaan
Perjuangan seorang ibu
Dalam mengemban amanah Sang Pemberi Hidup
Rintihan pilu menahan sakitnya rasa
Berbaur dengan harapan di dada
Bertahan dan terus bertahan
Titipan raga mungil segera hadir di dunia
Paras cantik, jerit tangis terpecah meleburkan segala kecemasan
Teriring adzan dikumandangkan ayah tercinta
Agar ingat engkau akan kewajiban
Sebagai hamba yang memeluk keimanan
Tumbuhlah duhai buah hati
Tertuntun langkahmu dengan ilmu
Jadilan wanita solehah
Mengukir indahnya hati dan di dalam jiwa
Doa kami mengiringi perjalananmu
Kasih sayang memenuhi setiap hari-hari
Semoga tertanam pondasi kokoh dalam sanubari
Bahwa ketakwaan pada Illahi melebihi segalanya di dunia ini
Jogja, 28.04.2020
DUNIA PERSINGGAHAN SESAAT
Karya : Puji Astuti
Kita datang dengan kesucian
Menangis pertama karena beratnya mengemban kewajiban
Perjalanan penuh aneka ragam kehidupan
Untuk menjadi hamba yang diharapkan
Terlupa menjadi hambatan diri
Tak ingat janji telah ditambatkan
Mengejar kepuasan di atas keegoisan
Meletakkan segala cara asal bisa menepukkan dada
Dunia persinggahan sesaat
Jangan lengah jika ingin selamat
Sediakan hati untuk segera kembali
Menemukan arah yang di syaratkan
Semua tak ada kekal
Akan sirna di saatnya tiba
Luluh lantak tiada sisa
Apa lagi yang dapat dielakkan
Sadarkan jiwa mulai hari ini
Menenun hari dengan harkat hakiki
Satu tujuan yang pasti
Menuju ke rumah abadi di sisi Sang Illahi
Jogja, 05.05.2020
TERAWANG
By : Puji Astuti
Sinema perjuangan ini belum berakhir
Meneteskan peluh-peluh kucuran lelah
Menaburkan rengkuh ber-aroma kisah
Tertanam dalam jiwa dan mahkota rasa
Sewaktu dera mencambuk dada
Jeritan lirih terlantun di bibir mungil
Memanjat doa untuk bertahan di dalamnya
Sampai jari melepuh diperjalanan yang ditempuh
Di depan famamorgana membentang
Bergelombang mengisyaratkan tantangan
Adakah kesejukan atau bara yang ada
Terkatup kalbu bertahtakan ketegaran
Wajah-wajah manja melintas di mata
Senyum termanis mendera di dada
Kerling cinta menyulutkan gairah membara
Inilah dentuman di sendi-sendi kehidupan
Raih semua harapan kita bersama
Di sana pasti ada tempat untuk merajutnya
Dekapan di dinginnya malam
Sebagai selimut hangat di saat patah semangat
Terumbu akan terus bermunculan
Di tunas-tunas muda yang penuh dengan keselarasan
Rengkuh semua dengan kasih dan cinta kita
Untuk mengubah sebuah jeritan menjadi manisnya senyuman
JOGJA, 13/3/2017
ELEGI HIDUP
By : Puji Astuti
Ada yang tersirat di depan sana
Hati berburu gulirnya waktu
Berlari mengejar matahari
Seperti ingin meneluk bayang sendiri
Pagi jelang siang ini
Napas-napas terengah-engah dihimpit nyali
Untuk paparkan rasa ego,
Bahwa diri bisa menumbangkan keganasan dunia bisnisan
Untuk yang cuma berlenggang tanpa ekspresi
Menundukkan ego dunia adalah mustahil
Karena kita berjalan seiring dengan kaki sendiri
Biarlah yang berlari maka berlarilah
Dan untuk yang terbaring sakit
Berjuang melawan gerogotan virus, bakteri di raga terbujur lemah
Menghitung waktu terasa lamban
Karena tanpa bisa menggerakkan kepakan sayap angan yang terpendam
Elegi pagi jelang siang
Beribu dilema tergelar di atas bumi persada
Tak peduli itu miskin atapun kaya
Semua menerapkan perjalanan hidupnya
Sedangkan diri ini di sini
Terpaku menatap merahnya tanah liat
Yang makin pekat tercampur lumpur hitam
Bergelombang di atas hamparan bumi tua dan semakin panas menggersang
Salam perjuangan....
JOGJA, 15/3/2017
GELISAH
By : Puji Astuti
Sedebar saat itu melihat kerling
Kini debar ada saat tak terlihat lagi
Sederas air mata bahagia
Kini sederas air kesedihan pula
Berputarlah waktu secepat kedipan mata
Agar kegelisahan ikut terbawa pergi
Di manakah teduh yang menyejukkan
Kini senyap terbawa kegersangan cuaca
Sejumput masih tersimpan
Menjadi warna di piasnya kanvas kehidupan
Meninggalkan bercak jingga yang abadi
Di luruhnya perjalanan langkah-langkah kaki
Ada selembar diary yang tergores lusuh
Penuh dengan bercak tetes rindu
Tergantung di pucuk tinggi daun cemara
Agar sedikit terlihat oleh hati yang ber-asa
Mendung kian menebal....
JOGJA, 20-3-2017
HUJAN
BY : Puji Astuti
Bertaburan butir-butir air basahi bumi persada
Bergemuruh kilatan menggelegar di balik awan hitam kelam
Tiada pedulikan jiwa-jiwa yang sedang merana
Berkutat dengan dilema yang menjerat
Seiring tak..tik..tak..tik.. di luar sana
Seonggok hati terbelenggu sepi
Onak dan duri mematahkan asa diri
Sekian lama merejamkan rasa tuk bisa ikuti
Berbasuh tetesan hujan malam ini
Terguyur raga nan rapuh tak bernadi
Kaku, kuyu dan sayu memenuhi kalbu
Tiada harapan yang menghangatkan biduk rindu
Tersenyum seringai di sudut bibir bergincu
Terbayang perjalanan di kabut senja itu
Tanpa ulasan, tanpa pertikaian
Yang ada hanya lepaskan segala kepenatan
Hujan mereda seiring sepinya malam
Gemuruh jiwa masih membakar tak hentinya
Gelora, membuncah seakan ingin tumpahkan
Bahwa dalam jiwa masih terbakar keinginan nyata
Perempuan berbaju biru
Tiada henti berjalan memacu
Berkilometer ditempuhnya dengan gayanya
Dengan senyum seringai ingin taklukkan kekejaman hidup di mayapada impiannya...
JOGJA, 17/3/2017
(Di pinggiran trotoar.. )
KESUNGGUHAN
By : Puji Astuti
Di senja yang menuruni bukit gersang
Kucari kembali serumpunan ilalang yang menghilang
Didera angin tropis dengan panasnya
Mampu membakar luluh kerontangnya
Di sela langkah tertunduk
Katubkan bibir membisu karena terasa kelu
Pernah terjatuh terjerembab di tepi jurang
Yang menyeret dengan segala curamnya
Kesungguhan ini teruji dengan nyali
Akankan bisa berjalan sampai di tepi telaga
Dengan air jernih dan kesejukannya
Tempat berhenti dari semua perjalanan
Simpuh bersujud dengan penuh harap
Termaafkan semua khilaf yang ternoda
Hijaukan lagi ilalang yang hampir mati
Karena tak tersentuh lembutnya jemari
Hujan segeralah turun ke bumi
Sirami kegersangan yang sedang terjadi
Agar tumbuh lagi pucuk ilalang yang hijau
Bersama segar semilirnya sang bayu
Badai pasti akan berlalu....
JOGJA, 22/3/2017
SIANGKU
By : Puji Astuti
Bestariku,
Melampaui tinggi mimpiku
Berdendang tentang adanya rindu
Yang mencungkil akar sehat otakku
Hatimu berterumbu cinta biru
Menyiratkan kegelisahan yang baku
Puing jiwa di dadamu sehangat madu
Yang melesahkan segenap kerak rasaku
Hasratku menimang indahnya cinta
Merasa kehilanganmu adalah keluh gundah asa
Mendapati senyummu itulah obatku
Yang seakan terlebur bersatu dengan hatimu
Siang ini yang penuh debu
Seterik hangat di sukmaku
Tersirat di kecap-kecap isyarat
Bahwa aku adalah belahan jiwa
Yang selalu kau tunggu
Dalam titian waktu berlalu
Hari ini, esok dan yang kan terus melaju
Menyapa cinta itulah indah rasa
Digulir rindu telah menggenggammu
Satu lagu usai aku petik
Dalam dawai melodi indah berakustik
Seiring detak jiwaku yang menelisik
Diantara samar bayangmu penuh dengan rengkuh daya kharismatik
Aku akan selalu melantunkan butiran aksara-aksara bernada cinta yang mewakili
hati dan rasa....
JOGJA, 10-4-2017
TERIAKAN JIWA
Berdentum selaksa bom meledak di siang hari
berantakan tak beraturan serpih-serpihnya pun berjatuhan
kepingan tajam setajam mata belati
menghujam ke dasar jiwa, jantung dan lubuk hati
Aku berdiri di sini menantang kegelisahan
mengayunkan ribuan gerakan tanpa bilah
mendorong kekuatan seperti akan mati besok pagi
habiskan energi hanya untuk pembelaan diri
Kau yang berlabel kejujuran
terkoyak lantak tak berbentuk dan lumat
menghukum secara naluri yang terkebiri
melantunkan nyanyian kematian di titik sepi
Hunus pedangmu duhai durjana
tikam dan habiskan semua baris aksara
tanpa sisa lagi tuk bisa benahi larikannya
tertoreh di lembaran kumal, usang dan terbakar
Tanpamu mungkin aku akan membatu
namun di situlah akhir perjalananku
tertatih terjatuh meluluhkan segenap harapku
tiada setetes air mata pun tersisa di pelupuk netraku
Salam perpisahan terucap di bibir gemetar
lemparan sinis pun sudah tak berguna lagi
aku tersimpuh tanpa sepotong kayu
tuk menjagaku di kala raga dan jiwa ini terjatuh lumpuh
~ PA ~
Jogja, 29092017
MALAMKU
Beraturan derai cerita ini
seonggok tangis miris melerai
menggantung di ujung kabut malam nan sunyi
mengikatkan lajur teratai magis simphoni
Kuangkat rangkai aksaraku
mewakili tautan gelombang rautan ragu
laksana burung malam terbang melaju
mencari ranting tuk menjaga sepi malam yang bisu
Seuntai kenang dan secawan maknamu
adalah sebilah pecut tak berujung
menerpa bilur-bilur jiwa dan hati sayu
menahan desak di dada berbekas membiru
Rasamu adalah rasamu karena bukan rasaku
derai sepimu adalah milik asa jiwamu
kau tetes benih rindu yang bergayut lara
Seakan Arjuna meninggalkan genggam busurnya
Kisah panjang berujung kandas
terlepas dari rumitnya dilema retas
indah seakan lintasan makna saka
merangkum bias buih-buih mencekik delik rasa
Malamku milik jiwa dan sukmaku
selamat singgah di zona heningku
kan menggerus lesah kesunyian layu
karena aku sebuah kanvas usang yang penuh dengan sapuan warna jinggaku
Singgah ulang
~ PA ~
Jogja, 28 september 2017
PENCARIAN
Mencarimu adalah jejak hidupku
di saat fajar terbit sampai melabuh di ujung senja
memeluk pertemuan yang tiada bersua
adalah kepedihan rasa tiada tara
Tintrim jiwa ini di tengah keramaian
merindukan keheningan itulah harapan
kala membiaskanmu di sinar lilin yang temaram
di situlah kebahagiaan sejati hadir di hati
Sentuh jemari ini di rentang mimpi
sampai teriakan ayam jantan membelah kesunyian
turunkan maknamu memeluk asaku
dengan jiwa yang kerontang aku pun memelukmu dipejam mataku
Saat pagi menyiratkan keemasan
mimpiku berlalu dengan desakan menghimpit dadaku
betapa ringkas waktu berlalu
meninggalkanku yang termangu melihat sekelebat hadirmu
~ PA ~
Jogja, 27092017
PAHATAN JIWA YANG TERLUKA
Senja itu terasa redup
tidak seperti senja biasanya
yang penuh kemilau lembayung keemasan
entah kala itu berupa remang dan suram
Kita terdiam seribu bahasa
pikiran berkecamuk tak karuan
sudut bibirmu kelu dan beku
seakan enggan tuk meminang segurat senyum
Kupeluk erat dirimu di saat kegundahan meremukkan jiwamu
serasa hatimu bergemuruh mengalahkan deru ombak pantai yang kita singgahi
tanpa ucap, angin menyapu dahimu yang tertutup helai ikal rambutmu
Jangan hancur duhai kekasih
ada sebuah hati yang ikut berlarung dengamu
melangkah di arena bumi ini
seiring sejalan tuk meraih cita dan cinta
Tenggelamkan dukamu di pelukku
setegar apapun jika ingin menangis menangislah
air mata bukanlah tabu tuk dirimu
kalau memang deraan begitu lekat menghimpit batin
Genggam ini jemari
kuatkan sekuat jiwa keberanianmu
cintaku akan menjadi pengikis kepedihan
menyatukan sisa ceceran tangisan
untuk kita yang akan saling padu dalam impian
~ Puji Astuti ~
Jogja, 19092017
HARAP LEPASKU
Di tengarai indahnya temaram senja
Terbungkus aroma tanah yang basah
Terlimbas keresahan raga di lara
Untuk sebuah ingin yang terbengkalai
Ilalang kering pun makin meranggas
Berserak di injak kaki kaki lugas
Tak berhati namun taruh wibawa
Dingin jiwa di tengah canda dan tawa
Kuberhenti sejenak tatapkan muka
Inikah wajah yang ku kenal lampau
Ter ingat keinginan melambung
Di kala rasa sama-sama limbung
Rantai hidup yang berkarat
Menjerat hati sampai luluh lumat
Bernoda pucat tersenyum sesat
Tak bernadi tak pula berjanji
Hmmmm.. senyumku kembali
Menebarkan niat ketulusan hati
Kurengkuh hati hati yang mati
Karena aku jua tak sendiri
Dalam melerai sisa waktu yang akan terjadi nanti
~ Puji Astuti ~
Jogja, 19092017
GERHANAKU
Kurangkul cercah kemilau
Di segerumpul taman sari
Indah berkelopak wangi
Penawar gundah rasa hati ini
Kecantikan elok bak dewi ratih
Kesempurnaan ciptaan Gusti
Berselendang sutera ratri
Bersanding melati yang suci
Luruhku bersimpuh
Menggenangkan kenanganku
Di kala purnama sempurnakan alam
Dalam gelapnya kepekatan gerhana
Sujud di ujung lorong remang
Tepekur picingkan kepekaan
Meraup segala dilema
Yang membalut seluruh raga sukma
Aku di sini
Merenung menatap gerhana kemarin malam
Indah di jelaga nusantara
Untuk menimba titik sehelai rasa
~ Puji Astuti ~
Jogja, 16092017
DENGARLAH
Seketika di saat hentakan mengguncang rasa
Genggaman jemarimu terlepas dari gamitan tanganku
Terurai berkas resah di mata indahmu
Begitu layu dan beduka pilu
Adakah sekelumit kata melukai jiwa
Sedikit kasih meluruhkan gegana kalbu
Rinai hujan pun masih turun
Melumat tetes air mata kita duhai kekasih
Cinta ini miris kurasa
Ada keresahan menjadi kelabu,
seharusnya warna pelangi menjadi hati kita
Bersandarlah jika sukmamu lelah
terpejam didekapan kasih yang selalu ada dan tersimpan
Janganlah risau menjerat jalinan rasa
Jika hanya membuat kehangatan ini terselip sulingan kebekuan
Dekap sukma menyatunya janji setia
Akan menjadi satu asa menuju CITA
~ Puji Astuti ~
Jogja, 9-9-2017
SYUKUR
By : Puji Astuti
Pada doa bermunajat menggema
seakan tiada lagi kesempatan yang kedua
Hanya perjalanan ini menyisakan tapal bekas
menyerupai titik-titik panjang tak putus bebas
Kilasan waktu melaju tak pernah berhenti
di saat itulah janji-janji bagai ilalang tumbuh silih berganti
Tak luput dari kesadaran diri sendiri
Melupakan segala yang telah terucapkan sebagai lisan insani
Sepanjang peristiwa rotasi manusia
Duka nestapa mengikuti jejak kaki
Keindahan pun terselip di antara rintih luka
Berpadu menjadi satu rantai kehidupan fana
Kerinduan ini semakin menjurang dalam
Berpeluk tuk selalu bersujud
Mencari keridhoan setiap jengkal langkah
Menyusuri tepian jalanan tanpa rintihan
Sejenak berhenti di pesisir pantai
Melambung hati mensyukuri segalanya
Bahwa kita ini apa
Menyaksikan kebesaran Yang Maha Kuasa begitu sempurna
Jogja, 7/9//2017
SERPIH TERTATIH
Pandanganku terasa gelap
seakan ini adalah hari terakhir
meraih sejumput ikatan pedih
di secuil sisa waktu saat melepasmu
Ratap isak tak tertahan di dada
uraian tetes ini berbilur sedingin embun
luruh, jatuh di sekujur raga yang rapuh
bagai kayu lapuk tak berisi dan begitu hancur
Simpuhku bertaut sujud
menimang segala pahit getirnya langkah
tertusuk, terantuk dan terjatuh
dera ini semakin terasa saat memeluk hampa
Hari ini kabut menyelimuti mayapada
dinginnya seiring kebekuan rasa
gelora yang makin padam tanpa lentera
remang, menuju redup di tenggelamnya senja
Pekat kian menggulung rasa di dada
berpeluk setangkai bunga sedap malam
wanginya penuh dengan setumpuk misteri
tak terpendar sampai malam akan berganti menjadi pagi kembali
Masih di sini dengan segala kebekuan asa dan jiwa, tanpa makna tereja aksara
~ Puji Astuti ~
JOGJA, 1/09/2017
RINDUKU
Bunda
Aku rindu menangis di pelukmu
Ingin lepaskan kepenatan jiwa ini di pangkuanmu
Kuingin sentuhan jemarimu di kepalaku di pundakku
tuk menenangkan segala resah hatiku
Bunda
Kelelahan menjadikanku rentan
Ketegaranku sirna
Nelangsa berpagut dalam hati duka
Seakan aku tak berdaya karena jiwa yang terluka
Bunda
Senyummu adalah pelega dahagaku
Kasihmu tiada pernah tergantikan
Kini senyum pelegaku tak lagi ada
Yang kurasa kekeringan semakin lara
Bunda
Kerinduanku semakin meruncah
Cinta ini tak bermakna
Kasih pun tumpul bersanding sepi
menjadikanku terjatuh pasrah
Bunda
Singgahlah dalam mimpi anakmu
akan kutumpahkan kesakitanku yang pilu
Kepedihan memeleburkan hidupku
dan meruntuhkan seluruh titik asaku IBU.
~ PA ~
JOGJA, 02102017
BATAS RAGU
Pernah ku buka lembar baru di hari kemarin
namun perjalananku terhenti seketika
tak ingin aku merasakan luka diatas luka
karena singgahku hanya sementara
Bukankah sudah aku bilang
bahwa musyafirku adalah perjuangan
kutinggalkan segala milikku
agar tiada tali yang mengait kedua kakiku
Seakan mengaca kembali di air telaga
terbias pahit getirnya kehidupan lalu
berdarah dan terlukanya telapak kaki
saat melintasi terjalnya jurang dan tebing perjuangan ini
Lihatlah jalanan itu
sanggupkah jika kau menemaniku
tapal batas kesengsaraan tergelar bak permadani
membutuhkan perjuangan gigih yang tiada batas berhenti
Jangan... jangan... jika hanya meragu di hatimu
karena hanya akan pupus di tengah jalan
sedangkan perjalanan ini bukan cuma hari ini
waktu yang panjang telah siap tuk menantang
Kembali hujan turun memberi kesejukan
masih sanggupkah jiwamu dengan kekukuhan
karena kita belum tahu besok akan terik atau teduh
musim ini pun adalah pancaroba
yang menguji keteguhan niat kita
Tinggalkan segenap yang kau punya
jika siap untuk menempuh lintas bersamaku
karena religi ini tiada batas akhir
sampai detik waktu yang menghentikan kelelahan raga, jiwa dan asa yang ada
~ PA ~
Jogja, 01102017
KEARIFAN
Kita..
memulai aksara pena ini dengan debar membelenggu rasa
menyusun ronce kalbu mendesah tak ber-arah
sebuah karya yang syarat manis madu rindu membisu
Kita..
mencari di mana letak keberadaan
menyimpan sejuta gumam yang ingin ditumpahkan
tersapu oleh waktu dan terus berlalu tanpa mengindahkan detak-detak hati bergolak di tebing dada
Kita..
yang meranumkan rasa dalam tuangan kasih menyuguhkan batas-batas cinta
tak kunjung reda oleh retasan jiwa lusuh dan bergemuruh..
Kita..
terlelahkan oleh kepedulian
seakan semua adalah bunga-bunga indah kehidupan
kita lupa bahwa sakit pun ternyata juga ada di antaranya
Kita..
sering lupa bahwa Kefanaan ini akan segera menghampiri jiwa-jiwa yang terlenakan oleh kenikmatan syurga dunia di depan mata
dan hati kita pun juga fana
~ PA ~
JOGJA, 12102017
AKU
Aku yang berdiri di pijak alas kaki ini
merentankan segala titik ada
tanpa imajinasi muluk namun impian yang akan membawaku terlena
Aku tidak menawarkan manisnya madu namun memberikan sari manis kehidupan nyata
Ruangku selebar pintu masuk abstrak
tuk bisa memahami mereka yang akan nyaman di dalamnya
Aku berjalan sesuai rotasi waktu
berpegang dengan komitmen utuh
bahwa hidup ini jangan menyakiti orang lain kalau tidak ingin disakiti
tak perlu membubungkan angan jika memang tak mampu
Aku akan selalu bersama senyumku
untuk sesamaku dan orang orang yang ingin menikmati hidup ini dengan usaha dan pantang putus asa
Karena kita adalah insan ciptaaNYA
untuk selalu bisa berusaha dan di sertai dengan Do'a
~ PA ~
JOGJA, 14102017
LARAMU
Kudapati di tengarai terik padang ilalang
Secarik kesedihan terjuntai di ujung matamu yang teduh
Apakah dia telah melimbungkan ketegaranmu
Sampai dasar jurang nista tergambar di netramu
Rebahlah di pangkuanku jika hatimu lelah
Aku akan ceritakan indahnya bunga-bunga di taman
Semilir angin membawa keharuman aroma mawar segar
Kelopak-kelopak indah yang bermekaran di sepanjang mata memandang
Ku sibak rambutmu yang terjatuh di wajahmu
Tersadar jiwaku
Betapa elok parasmu mempesonakan rasaku
Diamlah
Redupkan pandanganmu dan pejamkan
Tiupan sepoi ini biarlah melarutkan gelora hati
Ku sentuh kelaraan sukmamu
Betapa dera ini telah begitu dalam melarungkanmu
Duhai pesona
Rasakan genggam lentik jemariku
Hangatnya biarlah menjalari nadi dinginmu
Jangan beranjak jika tabir belum turun kesenja malam
Di sini bersamaku hilangkan semua lembar kepedihanmu
~ PA ~
Jogja, 17102017
MENUNGGU SAATNYA TIBA
Karya : Puji Astuti
Hari ini
Ingin aku menguliti diri
Menelanjangi segala kehinaan
Melumuri dengan sabun pengampunan
Hari ini
Terasa detik-detik telah mengumbarkan nafsuku
Membelenggu menjadi alpa yang menjerat
Menimbunkan sesal teramat sangat
Hari ini
Kepastian adalah musyawarah waktu
Kisaran janji amanat telah terucap
Akan ada tagihan nanti di akherat
Hari ini
Pintu tobat hati menjelajahi sendi-sendi
Mengerat hakiki mengharapkan rahmat
Agar dibukakan pintu ijabah untuk selamat
Hari ini
Kugelar sajadah putih
Kusujudkan diri yang tak suci
Menunggu saatnya tiba dipanggil oleh-Nya nanti
Jogja, 30.05.2020
TERINGAT KEMBALI
Karya : Puji Astuti
Ini adalah purnama yang ke dua
Terselip rasa perih menghujam dada
Sepayah aku telah berupaya
Mengenyahkan goresan kenangan lama
Aku kepayang dan terjatuh
Menggayuti bayang yang semakin jauh
Lembaran kisah mengukir di bait-bait aksara
Bagai timbunan jerami-jerami basah
Saat senja mulai tenggelam di bukit barat
Terakhir ujung jemarimu kugenggam erat
Derai air mata berhambur deras
Luluh lantak hati dan jiwaku terhantam cadas
Sisa waktuku kian pupus
Jika teringat kembali semua memori
Walau kini aku tidak sendiri lagi
Namun gambaran siluet senja selalu menghantui
Memang Ironis
Tak mampu tuk menepis
Sedangkan sudah tak ada lagi tangis
Terjebak di lingkaran cerita tragis
Jogja, 27.05.2020
PESAN TERAKHIR
Karya : Puji Astuti
Terburu aku larikan langkahku. Menyusuri jalanan sepi dan hening. Kala hujan gerimis masih mengguyur bumi dan tak membuatku geming tuk segera ke taman tempat kita akan bertemu.
Dengan gemuruh rindu masih menggerus dada, kusapu sekian luas area taman yang penuh dengan wangi dan asri bunga. Tak kujumpai seraut wajah yang kurindu, makin berdegup jantungku.
Di mana kau berada duhai? Jangan permainkan sisi rasaku.
Sesaat mataku tertuju di sebuah bangku. Seseorang yang sudah lekat di ingatanku, tapi itu bukan kamu sayang. Segera kuhampiri dan kusapa, "Hai..!". Menolehlah Wida adikmu.
Wajahnya murung, matanya sembab habis menangis. "Kok kamu di sini?" Tanyaku. Tanpa bicara sebuah amplop diberikan padaku dan segera Wida pergi, meninggalkan tanda tanya di hatiku.
Kubuka amplop dengan penasaran. Tertulis pesan singkat "Sayang, maafkan aku dan aku mencintaimu". Tulisan tangan yang sangat kukenal, ya.. ini tulisanmu duhaiku.
Kukejar Wida yang belum jauh pergi. Seberondongan pertanyaan aku ajukan, hanya tangisan yang Wida lakukan.
"Ada apa?" tak sabar mulai meracuni otakku.
Air mataku mulai menggenang, akhirnya turun membasahi wajahku. Ternyata Duhaiku meninggalkan aku tuk selamanya. Saat sebuah kecelakaan menghantam raganya. Sempat menuliskan pesan terakhirnya sebelum pingsan dan tidur tuk selamanya.
Raungan menyeruak dari getirnya kepedihanku. Kala kita hari ini akan bertemu melabuh rindu kenapa pesan terakhirmu yang datang padaku.
Aku terduduk pilu kala mengantar ke tempat peristirahatan abadimu. Kenangan demi kenangan silih berganti melintasi pikiranku. Mengusik, menikam jiwaku karena kehilanganmu.
Pergilah dengan damai duhaiku. Cintamu akan selalu ada di sini, di hatiku untuk selamanya.
Jogja, 03.06.2020
PUJI ASTUTI |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar