Selasa, 26 Mei 2020
RENUNGAN DI AKHIR RAMADHAN
"Ya Allah...
Umur kami semakin lanjut,
Badan kami semakin lemah,
Uban kami semakin banyak,
Ajal kami semakin dekat,
Ya Allah..,
Andai ini Ramadhan yang terakhir buat kami...
Maka terimalah ibadah kami..
Terimalah solat kami
Terimalah puasa kami
Terimalah zakat kami
Terimalah sedekah kami
Terimalah bacaan Quran kami
Dan terimalah segala amal soleh yang kami lakukan
Sesungguhnya Engkaulah Tuhan tempat kami mengharap...
Ya Allah,
Kami telah laksanakan perintah-Mu dengan semampu kami
Jika ada kekurangan dalam ibadah kami,
Ampunkanlah kami,
Maafkanlah kami,
Sesungguhnya kami insan yang lemah
Sedangkan Engkau Tuhan yang Maha pengampun
Ya Allah..hilangkanlah segala derita dan kesedihan ini..
Kalau bukan Engkau..dengan siapa lagi kami mau mengadu...
Ya Allah..pandanglah kami...
Kasihanilah kami ..
Rahmatilah kami..
Dengarlah rintihan kami..
Makbulkanlah permintaan kami.."
Aamiin Ya Rabbal 'Alaamiin.
By: Bang_Toyyib_Sibarani
Kupulan Puisi Bambang Oebanneo - BUKAN WANITA JALANG DARI RANJANG YANG TERBUANG
Karya Simpanan Bambang Oeban
Jika dia sudah pulang
cepatlah siapkan tiang
segera naikkan kutang
malam lalu melentang
Semprot parfum ruang
agar dia tambah garang
secepat kilat menerjang
pasti kau menggelinjang
Lunas sudah hutang
keringat hiasi ranjang
ada senandung girang
gairah liar kian terang
Dan lupakan hari siang
oleh malam serba tegang
pabila nikmat merentang
perlu gizi goreng udang
Bumi yang menggersang
kini subur air menggenang
si kelopak kembali tenang
kapan waktu bayi datang
Jika dia tak datang
kau berserulah lantang:
Aku sedang meradang
cepatlah kau pulang,
biar aku tak jalang!
Dari Desa Singasari
Kamis, 21 Mei 2020
Jelang Shubuh hari
BUKAN REPUBLIK HEWAN
puisi kebangsaan Bambang Oeban
Sekarang jamannya kemajuan
pola pikir semestinya ke depan
berpeka hati, jernihkan pikiran
pantang terpengaruh bujukan
Kemerdekaan diperjuangkan
berjuta nyawa untuk taruhan
rakyat satu simpul kekuatan
bangsa penjajah disingkirkan
Aku, kau, kita atau mereka
hidup saat negara merdeka
praktik adu domba ala lama
kenapa tetap dipakai juga?
Jika rakyat dalam satu negara
tidak lagi jadi hamba Pancasila
Indonesia mau dibawa kemana?
pelihara persatuan cuma kata
Aku, kau, kita atau mereka
apakah tak lagi cinta negara,
membiarkan porak poranda
oleh racun merk adu domba?
Aku, kau, kita atau mereka
ditakdirkan sebagai manusia
bukan jenis hewan gembala
jangan mau di adu domba!
Bambang Oeban
Dari Timur Bekasi
Senin, 25 Mei 2020
19.50
BANGSA KAMI BUKAN PASUKAN BABI TANAH
Karya : Bambang Oeban
Ramalan S H I O
tetap mengikuti arah
gerak kehidupan di bumi,
sebagian mempercayai,
dan banyak tak peduli,
lebih memilih alami,
kehendak Ilahi ...
Tahun 2019,
Tahun BABI TANAH
dianggap menjanjikan
keberuntungan dibanding
semua SHIO atau tanda
zodiak C H I N A ...
Menurut
Astrologi China
ditetapkan Dinasti Han
pada kalender Lunar China
Tahun Baru Imlek 2 0 1 9
dikenal Tahun BABI TANAH,
berlaku Selasa, 5 Februari
sampai batas Jumat,
24 Januari 2020!
Terkilas di benakku
RAMALAN JOYOBOYO,
Nusantara akan diserbu
BANGSA PENDATANG
berlomba kencang
berburu sandang
menumpuk uang
tidak kepalang!
Biar saja ramalan Shio
menjadi bayang-bayang
asal keseruan dihadang
Jangan pernah datang
PASUKAN BABI TANAH
berani mengganyang ...
Kami punya negeri,
NKRI HARGA MATI,
pantang dikangkangi!
Jiwa raga, hati nurani
kehormatan tertinggi
penjajah mesti pergi
dari bumi pertiwi!
Menghargai
kepada non pribumi
adalah keramahan kami,
janganlah sampai terakiti
HIDUP SEKALI,
pantang TAKUT MATI
demi membela negeri,
AWAS, HATI-HATI,
DARAH leluhur sejati
menyatu di JIWA KAMI
jadi BENTENG NEGERI!
Tahun Babi Tanah
kami pantang lengah,
tangan menengadah
hanya kepada Allah
berlindung-berserah
negeri jangan pernah
SELALU DIJAJAH!
Salam Merdeka,
katanya!
------- Bambang Oeban
Dari Timur Bumi Bekasi
Minggu, 30 Desember 2018
10.17
Produk Tanya Harga Jakarta Pusat
S H I O produk warisan leluhur dari C H I N A
KEBERANIAN SENIMAN BUKAN KARENA NEKAD
Karya : Bambang Oeban
POLITIK (TATA STRATEGI)
Kupingku sudah lama terbiasa
menangkap situasi alam cuaca
setiap jelang pemilihan pemimpin,
dari Ketua Rukun Warga sampai
tingkat presiden, suhu politik
seakan terpacu menghangat!
Bahkan
kerap kuterima
bahasa selalu sama,
ketika aku berkarya
berkandung unsur ...
KEPENTINGAN POLITIK,
membuatku JENGAK,
jiwaku MELEDAK,
silakan TEMBAK,
bila dicap SENGAK
atau PEKAK!
Kepada Tuhan, aku menyatakan:
sepenuh jiwa ragaku mengabdi pada
Seni Budaya warisan leluhur Bangsa ...
Kupahami politik tak mesti berpartai
Jangan curigai aku
ketika ada keberanian berkarya
manakala menjelang PEMILIHAN
PEMIMPIN BANGSA 2019 - 2024,
negeri ini perlu pemimpin
yang mampu jadi bapak bangsa
membawa kemakmuran lahir batin
dalam kehidupan berbangsa
bernegara secara alami ...
Lewat Gelar Budaya
BHINNEKA TUNGGAL IKA
di Kerajaan Kutai Kartanegara
Ing Martadipura ...
adalah bentuk literasi sejarah
bagaimana para leluhur,
Para Pemimpin di masa lalu
mampu dengan arif bijaksana
mengatur, mengolah, menata,
memungsikan tata hukum
dipatuhi, sehingga menuai
Kemakmuran di masa
NUSANTARA ...
Di mana kesalahanku
atasnama bangsa INDONESIA ...
sebagai seniman menciptakan karya,
menghadirkan DUA SOSOK CALON
PEMIMPIN BANGSA 2019 - 2024?
Hanya satu fondasiku ...
Siapapun pemimpinnya,
atas pilihan dari rakyat,
tanpa harus ada
GESEKAN
BENTURAN
apalagi
KERIBUTAN
...
Tentu jadi
harapan bersama
calon pemimpin bangsa,
boleh bersaing sehat, ketat.
Bukan budaya hujat diperkuat
tapi tetap berjabatan erat,
rakyat tetap semangat,
kedamaian tak cacat,
Indonesia tercuat
menghebat!
BERSATU NUSA
BERSATU BANGSA
BERSATU BAHASA
KITA INDONESIA!
SALAM DAMAI
INDONESIA KITA!
------ Bambang Oeban
Dari Bumi Desa Singasari
Rabu, 16 Januari 2019
12.35
KEPADA TUHAN, AKU BICARA TANAH SIGI MASA UJI COBA,
(tidak salah bunda berikan ASI)
Karya : Bambang Oeban
Tuhan
aku sutradara teater
terbungkam hati, pikiran
terkaku tubuh di Shubuh
selepas luluh bersimpuh
di sajadah airmata keluh
melihat tanah kelahiranku
yang telah Engkau bangun
sebelum moyang Adam
kau turunkan ke bumi
... dan kini aku saksi
tanah suci leluhur Sigi
tersapu gempa bumi,
Tsunami 7,4 skala richter
dan petaka Likuifaksi
meski aku tak termati,
hatiku kerap tersudut
sebagai sutradara malu
tak seujung tai kuku-Mu
tak se titik buih samudera
dibandingkan, kuasa-Mu
Sang Maha Sutradara
teramat cepat bak kilat
menyulap tanah, darat
dikibas kalut air laut
menjadi berporak
bangunan, beribu
nyawa melayang,
aku hilang daya
di tenda-tenda
pengungsian
...
Tuhan ...
ijinkan aku
bicara pada-Mu
sebagai sutradara,
betapa malunya aku
selembar wayang, cuma:
bila Kau mau, usai sudah
masa hidupku dilibas
petaka Palu - Donggala,
sebatas atasnama
putera Sigi asli ...
Tuhan ...
aku sutradara teater
merasa tetap se titik debu
malu sungguh di kaki
langit reruntuhan
sisa petaka bencana
terlemah jiwa raga,
Engkaulah sutradara
Maha Perkasa berkuasa
menjadikan alam Cipta-Mu
Gempa-Tsunami-Likuifaksi
di tanah lahir kerapkali
sejak dimulai
1 - 12 - 1927
dan saat ini
28 - 10 - 2018
...
Tuhan ...
aku memandang-Mu
biar tersekat langit tujuh
tak jenuh airmata ini
kuberikan untuk-Mu,
cukup emperan surga
kuberharap, tak perlu
rumah bermewah
di sana kelak
...
Insha Allah
------------ Bambang Oeban
Dari Bumi Desa Singasari
Kamis, 25 Oktober 2018
03.51
SELAMAT PAGI BAGI TUAN AMBISI MAUPUN TULUS HATI MENCINTAI NEGERI JANGAN MATI
Karya : Bambang Oeban
Saat terjaga dari tidur
aku melihat di langit tinggi
menjelma jadi layar televisi
bertema tayangan berita pagi
tentang sejarah nasib negeri
Media sosial olahan manusia
tidak lagi berkandung nutrisi
hanya bicara makanan basi
kehidupan berbangsa dan
bernegara jadi lautan sunyi
terjajah habis di layar
seluler, kenyataan
hingga HARI INI!
Jejaring internet
penjajah tak nyata
lewat seribu tipu daya,
mendoktrin imajinasi,
saling berebut untung
tak peduli musibah
moral buntung!
Dari waktu melek mata
terhipnotis di mega mall
dalam layar kotak telpon
bermain game, berselfi,
berhujat maki, berpuisi,
bernyanyi berbagi suara,
bertransaksi dagangan
dari pakaian, makanan
sampai layanan syahwat
kaum normal - abnormal
demi mencapai klimaks
memuncrat kenikmatan,
dalam kekuasaan mutlak
kaum jenius penemu
karya cipta seluler,
dunia menggila!
Lihatlah bumi warisan
nenek moyang animisme
bertebar beraneka makanan
didominasi produk import,
menjalar mencengkeram
mirip tumor merongrong
mengangkangi pikiran
sepanjang waktu
sulit terkendali!
Perang politik
menguliti kesalahan
menjadi modal kekuatan
untuk membunuh lawan,
padahal satu kandungan
bukan di negeri kampret
tapi semua atasnama
cinta mati pada negeri
padahal yang terjadi
sebatas pencapaian
kantung ambisi!
Di langit bumi subur
warisan leluhur dinamisme,
merentang peta berwarna
bahagia dan suka duka
ada Mega Pembangunan
ada musibah Petaka Alam
Nasib hidup dan kematian
dinyatakan satu ketentuan
siapa berani MELAWAN?
hanya Wiji Thukul nekad
bermodalkan bahasa ...
Satu Kata LAWAN,
HILANG RAGA
HILANG RIMBA
menyisakan catatan
sejarah sastra sebagai
PEMBERONTAKAN!
Akh, lihatlah
televisi di layar langit
presiden berlencana tinggi
bersahaja di atas puluhan ribu
pegawai negeri terkasus korupsi
selama sanksi bukan eksekusi mati,
jadikan korupsi berjamaah, TRENDI
lupakan saja anak cucu keturunan
pada lini katulistiwa kemiskinan
menjadi generasi kematian
merusak tatanan Tuhan!
Dan kini hari ini,
kita bertanya pada hati
kita berada di mana?
Sebagai para pembela
di pasukan yang mana?
Apakah hanya cari laba
ataukah cari aman saja
menjadi penggembira
sebagai pencerca
sesama saudara
SATU NUSA
SATU BANGSA
SATU BAHASA
INDONESIA
Di tangan kita
nasib masa depan
negeri ini, apakah
masih ada atau
tinggal nama?
Salam Pagi
Salam Merdeka,
Katanya!
---------- Bambang Oeban
Dari Timur BhumiBelasi
Rabu, 11 Oktober 2018
10.10
KEPADA PARA TUAN PENGEMBAN AMANAH ATASNAMA KEDAULATAN RAKYAT SEMESTA RAYA DI BUMI MERAHPUTIH
Karya : Bambang Oeban
Wahai para tuan
yang kami percaya sebagai
pemimpin kelangsungan hidup
berbangsa dan bertata negara,
JIKA KALIAN mempertanyakan
tentang sejauhmana visi misi
dalam gerak lurus langkah
mengemban pesan suci
para leluhur melalui
seni budaya negeri
bernilai mentari
....
Kami akan berhenti
menyuarakan aspirasi
menyikapi kejujuran hati
apabila tindak korupsi
sudah tak ada lagi
di bumi Pertiwi!
Pahami wahai
para tuan tingkat tinggi
karena kami cinta negeri
mari bersama membuka hati
menjaga keselamatan generasi
agar nasib mereka di akhir nanti
tak jadi kacung di rumah sendiri
sementara leluhur dibalik bumi
tersayat batin sulit diobati
amanah terbengkalai
kehilangan tepi
di abad MATI
S A R I P A T I
wangi melati
...
Salam dariku
atasnama anak negeri
terus gigih dan peduli
sebelum dipanggil
ke rahmat Ilahi
Bambang Oeban
Dari Desa Singasari
Jumat, 06 Juli 2018
20.52
BETAPA KAMI INI TIADALAH PAHAM NEGERI BERNAMA APA, PANTASNYA?
Karya : Bambang Oeban
Bisanya kami
rakyat terlinglung,
hanya bisa terkulum
khusyuk mengelus dada,
berdecak, mengumpat
meludah dalam
keruh jiwa!
Suara kami percuma
dianggap anjing kurap
lewat di malam buta ...
..........................
Kami tak paham
negeri apa namanya?
Bila seorang pemimpin
jelas dinyatakan terjerat
perkara tukang sikat uang
rakyat terpilih, dibiarkan
tetap memimpin, tanpa
ada realisasi usut tuntas
diseret ke pengadilan,
apakah kami rakyat jelata
hanya punya kewajiban
menjadi batu terbisu,
terpuruk pikiran ...
dibiarkan mati
perlahan?
Kelakuan pemimpin
memang tak sama serupa
ada yang tulus hati dan patuh
terikat janji kepada Ilahi ...
Ada pula tak peduli
keampuhan kitab suci
sehingga benalu dibiarkan
tumbuh subur di hamparan
rimba belantara kepedihan,
lantas kami kaum jelata,
tetap digariskan mengikuti
jejak nasib di masa kerajaan ...
penjajahan, di abad merdeka,
hidup disingkirkan dari sila
kemanusiaan yang adil
dan beradab serta
kesemestaan raya
keadilan sosial?
Kami kaum jelata
hidup berkabut luka
bila pemimpin cidera
sebab kemaruk dunia
diberikan kursi kuasa
negara semestinya
bernama apa?
Betapa benar kata Tuhan,
dunia adalah rumah penjara
menuju keabadian surga!
---------------------------
Bambang Oeban
Dari Timur Bekasi
Sabtu, 30 Juni 2018
17.34
KEPADA PARA KORUPTOR INDONESIA DI MANA SAJA BERADA
ADA PESAN DARI SAYA SIAPA TAHU BISA KALIAN TERIMA!
Karya : Bambang Oeban
Wahai ...
saudara-saudari!
Tentu semua pahami
sejarah fenomena korupsi
lahir sebelum kita ada di bumi
sejak masa penjajahan kompeni
subur lalu lalang, transaksi upeti
mekar mirip jamur di seluruh lini
siapa berkuasa, mengangkangi
rakyat kecil cuma gigit jemari
tak punya beras makan ubi
wajar diserang disentri
habis sakit, mati
yang terjadi!
Di jaman kini
sampai detik ini
kasus korupsi terjadi
rajin tak mau berhenti
kecuali sudah mati
harta yang dimiliki
tak lebih secuil terasi
yang tercecer di kali
lebih mahalan daki
tapi lupa pada diri
bakal ke B U M I,
S E N D I R I
tanpa isteri
tanpa suri
S E P I
...
Kepada para pelaku korupsi
seharusnya tidak main sendiri
sebaiknya bikin wadah bergengsi
daripada sembunyi tidak terpuji
lebih baik kalian berdeklarasi
KAMI CINTA MATI KORUPSI!
Untuk lebih menggegerkan bumi
ciptakanlah kekuatan organisasi
nyatakan lebih dahsyat dari partai
karena kalian memiliki otak tinggi
aku cuma tawarkan BAHASA HATI
mengusulkan nama untuk disikapi
cukup layak dan tepat, barangkali ...
PERSATUAN
KORUPTOR
I N D O N E S I A
apabila disingkat?
...
Salam cintaku
Buat Kalian semua
para calon dan para
terbiasa ...
Bambang Oeban
Dari Timur Bekasi
Jumat, 29 Juni 2018
22.03
P O L I S I BERNAFAS ...BERPANGKAT SUKMARASA P U I S I
(Kepada saudara MS Sang Muham)
Karya : Bambang Oeban
Kutulis puisi ini
buatmu Polisi pemuisi
dalam hatur tabik sanubari
dibalik uniform abdi negeri
imjanisimu aura pelangi
menabur bahasa hati
berharum melati
di bumi pertiwi
...
Kepadamu
polisi penyair kalbu
kini menjadi temanku
semoga selalu menyatu
demi menyinari hati beku
biarkanlah waktu berlalu
jadikan puisi obat rindu
satu masa siapa tahu
kita akan bertemu
...
Lewat puisi
kusematkan lencana
tidak di bajumu, di jiwamu
dengan kusebut kamu
P O L I S I
bernafas
pangkat
bersukma
P U I S I
Bambang Oeban
Dari Timur Bekasi
Jumat, 29 Juni 2018
20.23
PUISI HARGA MATI!
Karya : Bambang Oeban
Jika anda
semua menyatakan
UUD 1945, PANCASILA,
BHINEKA TUNGGAL IKA
dan NKRI, harga mati ...
kami berseru lantang
PUISI pun berseru
HARGA MATI!
Ruh dan
ragamu, Puisi!
Tulislah bahasa,
merangkai bunga,
mesin pembunuh,
se gudang terasi
atau jadi pelayan ...
kaki tangan Tuhan,
kaulah PUISI ITU,
ruh raga sejatimu,
Jangan matikan
puisimu, puisi
siapa saja ...
PUISI adalah KITA
HIDUPKAN DUNIA
guncangkan PUISI
timbul dari jati hati!
Bambang Oeban
Dari Timur Bekasi
Rabu, 27 Juni 2018
17.25
KEPADA PARA PENYAIR YANG MERASA PENYAIR, AKU BICARA !
Karya : Bambang Oeban
Di ruang sidang mahkamah puisi
aku angkat suara, soal kritisisasi.
Aku tak peduli, tak ada hakim, tak
ada pembela, tak ada penggugat,
tidak ada pasukan polisi merapat,
hanya ada generasi penyair muda
bergumpal semangat dibalik dada
bersama gerak langkah berjubalan
menghias peradaban banyak kata
namun kerap pula sepi realita!
AKU LEBIH PERCAYA PADA PARA
PENYAIR yang MERASA TERKENAL
dengan ihlas tak henti meroyalkan
PUISI untuk dipersembahkan pada
siapa saja yang mau membaca ...
daripada PARA PENYAIR TERKENAL
yang tidak lagi berkarya, hanya takut
dianggap penyair murah, tidak mau
terkesan PENYAIR SAMPAH, hilang
harga diri dan selalu menjaga jarak
berdiam diri, padahal MATI!
PENGADILAN PUISI memang tak ada
kecuali para peneliti puisi, mengupas
LARIK, DIKSI dan ESTETIKA, memberi
SOLUSI, tapi lupa standart daya gerak
wawasan eksplorasi setiap generasi
penyair untuk dibiarkan liar berkelana
menjadi para pribadi jati diri pemuisi!
SALAM HARI-HARI PUISI
TIDAK PERLU MEMILIH
SATU HARI sebagai HARI
PUISI, tapi tiap hari adalah
HARI PUISI!
Bambang Oeban
Dari Timur Bekasi
Rabu, 27 Juni 2018
15.30
LAGI-LAGI BOM MELEDAK DI SURABAYA, PAGI INI ...13 MEI 2018
Karya : Bambang Oeban
Semacam
kemarahan sengaja
dilampiaskan, tak peduli
sila kemanusiaan yang
adil dan beradab, justru
amat KEJI dan BIADAB
tiga rumah ibadah di
hantam BOM ...
merenggut nyawa
insan tak berdosa,
Perang yang mengerikan
tak lagi melawan penjajah
atau bangsa lain, malahan
lebih kanibalis di bumi
tumpah darah sendiri,
rela menjadi robot
nafsu angkara,
BEDEBAH!
Wahai saudara!
Jangan kalian marah
pada keadaan jika yakin
Berketuhanan melangit,
bila kalian merasa benar,
biarlah hukum Tuhan
atas segala kebenaran,
bukan hak kalian
menjadi mesin
PEMBUNUH!
BUNG TOMO
menyelamatkan
KOTA SUROBOYO
dari tangan penjajah
bersama AREK-AREK,
tapi kalian memalukan
harga diri SURABAYA,
malah sengaja nekad
untuk menghancur
leburkan kesakralan
atasnama ...
KOTA PAHLAWAN!
Wahai saudara,
kita agama yang sama
tapi cara kalian amat hina
Nabi tidak mengajarkan
kebodohan, tapi kuasa
syetan kalian patuhi,
aku tidak meyakini
kalian bersekutu pada
Kemuliaan Tuhan Esa,
lebih nista dari Robot-
Robot Perusak, akh!
Tahukah kalian,
berapa ratus jiwa anak bangsa
menghujat maki dan menyumpahi
mati kalian bukan untuk surga Ilahi
puas meniduri berpuluh bidadari,
tapi kematian sebatas bangkai
untuk pesta ria cacing tanah!
Semoga Tuhan menyediakan
tempat layak, istimewa,
lebih gila-sadis dari
ganasnya NERAKA!
Atasnama anak bangsa,
aku sangat kecewa, bukan
lagi masalah agama, tapi
rasa kemanusiaan
kalian BERAKI!
Bambang Oeban
Dari Bumi Desa Singasari
Minggu, 13 Mei 2018
10.35
Edisi Khusus Puisi Hari Tragedi Negeri pada 10 Mei 2018, di MAKO BRIMOB milik kami ...
MASIH ADAKAH TUHAN DI NEGERI KAMI?
Karya : Bambang Oeban
Bagi para Polisi
cuma makan gaji
buat makan anak bini
rajin ibadah, mengaji
hidup cari puji Ilahi
di tangan napi,
M A T I ...
Lagi-lagi ditikam belati
duka bernanah terulang lagi
Apa penyebab semua ini?
Sila kesatu Pancasila milik negeri
tak lebih hiasan di dinding tersepi
teragedi kematian seharga kelinci
melahirkan sejarah hitam di bumi
Tuhan difungsikan GAME tekateki
Pintaku, para anak negeri satuhati
keimanan dipertinggi demi NKRI,
HARGA MATI - PANTANG MATI!
Para saudara se negeri,
senafas di bumi merahputih ini,
bila kalian mau meraih surga Ilahi
kok saudara se negeri dibikin mati?
kata KAFIR cukup saja di kitab suci
jangan dijadikan PUNGKAS PEMATI
Hak takdir kematian, harga diri Ilahi
tidak semestinya, kalian kangkangi
demi merebut mahkota MATI SUCI
akh, kalian kenapa rela otak dicuci?
Sila kedua bukan pesan basa-basi,
bukan untuk dihinakan, dikencingi!
Persatuan dan kesatuan satu hati
sudah diperjuangkan buyut negeri
berbagi asah-asih-asuh, teringkari
harapan leluhur, tiada lagi SAKTI!
Jangan-jangan, Ilahi Maha Tinggi
sedang merumus menghitung hari
bencana apalagi yang mesti diberi
supaya satu bangsa tiada satu hati
menjelma kesemestaan sadar diri.
Ya Ilahi
hamba cuma puisi
sebagai senjata suci
supaya negeri tak mati
cukup kiamat kecil ini
menjadi ayat suci
media kaji hati
...
Salam
Satu Nusa
Satu Bangsa
Satu Bahasa
Indonesia
Kita ...
Bambang Oeban
Dari Bumi Desa Singasari
Jumat, 11 Mei 2018
14.58
DI MASA LELUHUR DAN DI ERA GLOBAL BAK TITIT BERENDAM DI AIR PEGUNUNGAN
(Surat kepada Mbah Buyut )
Karya : Bambang Oeban
Mohon maaf, Mbah Buyut ...
aku sedikit repot, mesti memulai
dari mana untuk mengabarkan kondisi
negeri yang diwariskan kepada kami
selaku cucu berjarak teramatlah jauh
bila diruntut hingga Majapahit di
abad 13, langit tersemburat
cahaya emas berkilau ...
Hanya saja aku teramat yakin,
mengingat asal usul kakek dari
kota Malang, bagian dari wilayah
Jawa Timur. Lantas aku kaitkan
masih tertitis darah mbah Buyut
Mahapatih Gadjah Mada, cukup
ada kebanggaan di hati punya
leluhur perkasa terhormat
terkenal se jagad raya,
mampu menyatukan
N U S A N T A R A ...
Tapi jiwaku mendadak menciut,
mirip titit terendam di air gunung,
menyaksikan bom berkali-kali
diledakkan, menelan korban
belasan jiwa, mati sengsara,
berpuluh raga luka-luka!
Bangga-marah teraduk satu,
terberita drakula haus darah
sesama saudara, keji tega ...
di era NUSANTARA berganti
baju INDONESIA ...
Aku tak hirau Taufik Ismail
di celoteh karya AKU MALU
JADI ORANG INDONESIA,
kenapa tak hijrah ke Eropa?
Makan berak, masih di
SINI JUGA!
Begitulah mbah, ceritanya ...
Dulu dalam buku lama,
para buyut membangun
candi, keraton, rumah tinggal,
berHOLOPIS KUNTUL BARIS,
makan tak makan ngumpul,
sikap gotongroyong dipuja
setaraf hormat pada Dewa,
kerukunan dan kasih sayang,
pantang disembarangkan.
Sebenarnya, tak mau aku
perbandingkan, nyatanya
kerinduan tak kunjung
datang, malah padam ...
Mbah ...
di masa lama,
semut mati terhinjak
tanpa sengaja, ditangisi
menebus dosa lewat puasa ...
Sekarang di jaman kian terang,
merenggut paksa nyawa orang,
berbangga riang, dianggap
menemukan pintu surga
yang hilang, datang!
Jaman sembarang
main serampang,
asal serang!
Mbah,
aku tak paham
kapan hidup nyaman
segera terjelang?
Kaya mikin, balapan
siapa kekenyangan
siapa kelaparan?
Karena jiwa bimbang
kesurupan setan, gampang ..
Pecundang, pemenang
tiada takut Tuhan
mengemplang!
Mbah,
sekian dulu ya ...
engkau tenang, kami
masih keras berjuang
di samudera luka,
terus berenang ....
Mbah,
doakan
Indonesia
secepatnya
tenang ....
Bambang Oeban
Dari Timur Bumi Singasari
Senin, 13 Mei 2018
09.27
suara serempak semesta lebih dari perang dunia -2
KAMI RINDU GANTI NAMA NEGERI
Karya : Bambang Oeban
Negeri kami
suasana bermisteri
rakyat pada berdiam diri
tak ada khasak khusuk lagi
kota, desa kuburan mati
keramahan telah pergi
semua hilang peduli
perihatin menjadi
hidup mati suri
saban hari
tersepi
...
Hari yang disepakati
ketua RT seluruh negeri
dari mana-mana berjalan kaki
niat bertemu pemimpin negeri
bawa sangu sebungkus nasi
berjuta tentara dan polisi
siaga bersenjata api
semua siap mati
...
Inilah sejarah demontrasi
tidak terjadi tindak anarki
ibukota berjubal terpadati
rakyat dari seluruh negeri
menyatakan sikap se hati
media sosial, berwira-wiri
pertanyaan tak ditanggapi
bikin jengkel dan sakit hati
amarah diganjal hak asasi
kecewa tak hasilkan rejeki
...
Satu tokoh berdiri
sosok paling disegani
menghadap petinggi negeri
situasi mencekam sekali
senjata api siap beraksi
membidik mewaspadai
siapapun dicurigai
siap terima mati
...
Petinggi negeri
betapa menghargai
tuntutan yang diingini
karena rakyat rela mati
bila protes tak dipenuhi
semua siap bunuh diri.
Dengan tenang hati
berkata nada tinggi
...
Wahai,
pemimpin terpuji!
Kami rakyat ke mari
menyatakan misi
nama negeri
diganti!
Berganti nama apa
yang kalian kehendaki?
Tanya Petinggi negeri.
...
Seluruh rakyat
bersuara ...
"Demi kami
seluruh negeri
menuntut ganti
nama menjadi ...
NEGERI CINTA!"
......
Apa yang terjadi?
Medsos menahan keki,
berharap timbul tragedi
ternyata norak sekali
SOAL CINTA NEGERI!
Bambang Oeban
Dari Bumi Desa Singasari
Rabu, 16 Mei 2018
22.05
SERATAN SESULUH
(Ki Sapoe Djagad)
Karya : Bambang Oeban
R E R U S U H
saling BERMUSUH
MEMBUNUH-TERBUNUH
BUMI KIAN TUA RAPUH
CINTAKASIH TAK UTUH,
apakah TUHAN telah
dianggap barang LUSUH
tiada lagi rasa menyatu
pada ruang RUH
malah MUSUH?
-------------------------
Segala berita
yang kita terima
dan dibaca, boleh.
Sebagai tambahan
wawasan, tak apa.
Sebagai manusia
yang berpikir sehat,
mesti RASIONAL,
TELITI, CERMATI
secara mendalam,
jangan lantas ditelan
MENTAH-MENTAH,
PAYAH jadinya!
W A S P A D A
dan selalu WASPADA!
Ketika BERITA (kabar)
mengandung INDIKASI
MENGHANCURKAN
SEBUAH NEGARA,
ALLAH TAK SUKA!
ALLAH tidak marah,
namun akan MENEGUR
dengan MENAMPAR
lewat MUSIBAH ALAM,
betapa mengenaskan!
Lebih pahit dari segala
TRAGEDI pembantaian,
PETAKA KEMANUSIAAN!
Sekalipun negara berjuluk
SUPER POWER DUNIA,
tak mampu mengatasi,
cuma bisa mengajak
menundukkan
K E P A L A!
Manusia
diciptakan Tuhan
mempunyai KEPALA,
ada OTAK, ada HATI
dan punya PERASAAN ...
Apakah digunakan
secara baik dan benar
demi menjaga keutuhan
mengantisipasi kerusakan
di bumi dari segala bentuk
kerusuhan, kekacauan,
saling membunuh
dan terbunuh?
Salam Indonesia Kita ...
JANGAN RUNTUH
APALAGI HANCUR!
Bambang Oeban
Dari Bumi Desa Singasari
Rabu, 16 Mei 2018
15.30
Aku terlahir dari kedua orangtua sebagai Muslim yang mengangkat tinggi harkat Kebangsaan, nilai-nilai tradisi para leluhur menyatakan
CUKUP BAIK PENDAPATMU
Benarkah
kekuatan/kualitas
Iman orang-orang NASRANI/
KRISTEN jauh lebih tinggi
dari kualitas orang
orang MUSLIM?
Semoga tulisan ini
mampu membuka
mata hati kita untuk
saling berbaik sangka
dan saling bersahabat
agar tidak terjadi per-
pecahan antara
sesama kita
anak bangsa
yang beradab.
A m i n
~ . ~ . ~ . ~ . ~
BY GUS MUS
Kiriman : Bambang Oeban
TANDA KEKUATAN IMAN
Saya rasa
orang *Nasrani itu
punya Iman yang
luar biasa.*
Bayangkan,
lima kali dalam sehari
mereka mendengarkan
suara adzan dari kampung-
kampung, toh Iman mereka
tidak luntur juga.
Belum lagi
kalo ada acara besar
seperti Istighosah, Maulidan,
Haul, Dzikir bersama, Pengajian,
Tabligh akbar, Parade takbiran
dan sebagainya.
Pas bulan Ramadhan,
seluruh stasiun TV selama
sebulan penuh menayangkan
acara-acara Islami dan seluruh
Mall se-Indonesia memajang
atribut Lebaran dan musik-
musik Islami tapi toh
Iman mereka tidak
kandas juga.
*Bandingkan dengan
umat Islam.*
Mengucapkan
Selamat Natal yang cuma sekali
dalam setahun saja Imannya
dianggap sudah buyar.
Melihat atribut Natal di Mall
atau memakai Topi Sinterklas saja
Imannya langsung bubar.
Melihat warung buka
di bulan puasa saja Imannya
langsung tergoda.
Main game Pokemon saja
bisa langsung dianggap kafir.
Belum lagi kalo makan
Sari Roti atau minum
Equill.
Memilih
pemimpin non muslimpun
sudah dianggap murtad.
Bahkan duit
yang ada gambar pahlawan
beda agama saja bisa langsung
dianggap haram dan
diboikot.
Saya kira
kemunculan fenomena
“Om Telolet Om” juga adalah
sekedar protes dan reaksi dari
kaum muda kritis yang
sudah jenuh dan muak
dengan kelakuan orang-
orang munafik yang
selalu bawa-bawa
agama.
Mereka,
para kaum agamais ini
sangat mudah menghakimi
orang lain sebagai kafir dan
sesat tapi jarang instropeksi
dengan kesalahan dan
kekurangannya
sendiri.
Mereka suka
memaksakan kehendak
dengan berlindung di balik
topeng agama demi men-
dapatkan keuntungan
bagi diri dan kelom-
poknya sendiri.
*Mereka mengaku
sebagai pejuang agama
tapi anti kritik dan anti per-
bedaan serta gemar
mengumpat dan
memaki “Anjing
Babi”.*
Ideologi sektarian
dan politik kebencian
yang masif dijalankan
akhir-akhir ini saya rasa
bukan hanya akan
gagal total namun juga
akan kontra produktif.
*Citra Islam
akan menjadi semakin
buruk dan para politisi
yang selalu bawa-bawa
agama justru akan
dijauhi dan tidak
dipercaya oleh
rakyat*.
*Negara
bukannya menjadi
semakin maju namun
justru akan menjadi
semakin mundur
ke belakang.*
Masih untung
kalo negara kita
tidak pecah dan
hancur seperti
negara-negara
yang ada di
Timur Tengah.
Salam Waras..
GUS MUS
Kiriman : Bambang Oeban
PENDAPATKU
apa yang disampaikan
oleh GUS MUS, hendaknya
disikapi dengan lapang dada,
jangan lantas berintervesi,
seakan mendiskreditkan
agama yang kita peluk,
melainkan sebagai bentuk
motivasi, mengingatkan ...
negeri ini yang memang di -
bangun dari kekuatan kebe-
ragaman atasnama ...
BHINNEKA TUNGGAL IKA!
Mari kita
membuka sejarah
dari jaman batu/prasejarah,
masuk kerajaan Hindu, berlanjut
kerajaan Islam, kelangsungan
hidup menghargai agama
berbeda, membuat ...
INDONESIA HEBAT!
Jangan terlalu rapuh
digoyang dalam paham
apapun, kecuali satu
kedaulatan bersatu
menjaga NKRI
sampai mati
bumi ini!
Salam Agama
yang Berbudaya
Bambang Oeban
Dari Bumi Desa Singasari
Minggu, 20 Mei 2018
4 Ramadhan 1439 H.
21.15
Minggu, 03 Mei 2020
SURAT COVID-19
Dulu banyak nuansa sebelum hadirmu.
Dulu banyak warna ditengah cerita.
Dan dulu banyak hal yang terlukis dihari petang hingga senja.
Namun kini kamu membuat semua bisu.
Tertutup oleh semua ketakutan.
Kamu itu hadir tanpa permisi.
Kamu juga melukis warna abstrak tak menentu.
Kamu memang membuat dunia menjadi benalu.
Kamu memang mengubah bentuk menjadi bisu.
Bumi ku sedang gemuruh karena kehadiranmu.
Jika waktu kian menyingsing
Maka novel namamu mencuat sampai generasi .
Kan kuceritkan kepada anak serta cucu betapa garang nya akan mu.
Karya ;: Rian Ardiansyah
Kumpulan Puisi Iis Yuhartini - DI TENGAH WABAH
HARI INI DI RUANG KELAS
Ruang ini telah lama senyap
sejak pandemi mewabah
tiada terdengar riuh tawa bahagia
teriakan canda bermain penuh ceria
Rindu semakin membuncah
pada pelukan tangan mungil mereka
pada senyuman dan tatapan manja
penuh semangat belajar bersama
Hari ini di ruang kelas
tiada ucapan salam dan cium hangat
bayangan wajah polos bergantian menyapa
dada kian terasa sesak dan basah
Bekasi, 02 Mei 2020
TIANG KEMISKINAN
Meluruh asa
merintih tanpa daya
terhempas pandemi
langkah sejenak terhenti
Nasib kian buram
kemana mencari pegangan
titian perlahan goyah
derita makin mencengkram
Kehidupan sejahtera
tinggal puing berserakan
nasib buruh tinggi tergantung
dalam tiang kemiskinan
Berharap tersisa asa
esok menjemput bahagia
kembali bangkit melangkah
menggapai hidup sejahtera
Bekasi, 01 Mei 2020 May Day ( Hari Buruh sedunia)... tetap semangat menggapai asa 💖💖
DI TENGAH WABAH
Duhai
di mana gerangan para dewan
wakil rakyat bergelimang kemewahan
tiada gaungmu di tengah wabah merajam
Rakyat butuh empati
cacing lapar tak mau kompromi
ekonomi hancur berantakan
para pekerja takpunya penghasilan
Rumah mewah para dewan
terkunci tiada naluri
tak mendengar jerit tangis para jelata
pandemi hancurkan semua tatanan
Duhai wakil rakyat
teriakan lantangmu kini tenggelam
dalam rumah mewah fasilitas negara
tiada perduli rakyat kecil memeluk dilema
Bekasi, 28042020
MALAIKAT KECIL SAHABATKU
Di hari ke lima Ramadan
aku merindu hadirmu
bawakan seulas senyuman
dan tatapan tulus berbinar
Sesekali kita berbincang
kau jawab semua pertanyaan
sambil memandang adik kesayangan
ikuti langkahmu perangi kehidupan
Netra selalu basah
melihat karung besar yang kau bawa
di usia seharusnya wajib sekolah
berada di jalan demi menambal lapar
Malaikat kecil sahabatku
apa kabarmu di tengah wabah melanda
semoga kau dalam lindungan-Nya
nanti kita kembali bertukar cerita
Bekasi, 28042020
Kumpulan Puisi Puji Astuti - USIA SENJA
Karya : Puji Astuti
Aku bercermin di atas kubangan air
Kerut ini makin jelas menoreh di lipatan wajah
Mengering tak molek dan indah lagi
Terenggut lamanya perjalanan tuk berhias diri
Ada sesuatu yang hilang
Seberkas sinar sedih menggumpal
Penyesalan tak berujung
Dalam menghitung dosa menggimpit ruas dada
Akankah waktu masih panjang
Sedangkan mati tak bisa kapan datang
Sisa usia menjelang senja
Hanya sedikit ilmu dalam menggapai hidayah yang haq
Ampuni hamba ya Alloh
Merentang waktu banyak aku melupakan-Mu
Nikmat-Mu terlupa tuk disyukuri
Rasa kurang dan kurang menjerat hati
Beri kesempatan
Memeluk kembali kesejukan-Mu
Menangis lagi di sujud malamku
Kiranya aku masih ada waktu
Jogja, 25.04.2020
KAU YANG TERINDAH
Karya : Puji Astuti
Senja makin menggigilkan raga kita yang sejak tadi terduduk di tepi pantai. Ya.. kita merenungkan apa yang harus dilakukan.
Bagaimana tidak? Ada dilema didepan mata.
Orang tuamu memilihkan jodoh untukmu.
Sejak siang kita banyak diam, membisu. Hanya rasa kita yang saling berkecamuk, seakan tak menerima semua ini. Erat dekapmu di tubuhku. Aku tahu betapa sayang engkau padaku.
Tak ingin jua aku melepaskannya, hangat ini begitu sangat berarti.
Setulus hati akupun mencintaimu, menyayangimu dan sangat mengharapkanmu.
Kita sudah saling memiliki hati, menautkan impian dan asa.
Tidak akan berpisah dan menempuh hidup ini berdua apapun yang menghadang.
Janjiku padamu dan juga janjimu padaku.
Cinta kita adalah suci dan kau yang terindah telah mewarnai jejak waktuku.
Apakah kita akan menyerah? Tidak!
Kita arungi perjuangan cinta ini. Kita hadapi kemelut bersama-sama. Kita satu hati pasti Tuhan akan merestui.
Semakin erat pelukan kurasakan, seakan tak akan terlepaskan.
Saatnya tiba, berhadapan dengan orang tua. Seperti mendapatkan emas di pagi hari. Kita bisa melepaskan dari ikatan mereka kini.
Ujian yang diberikan hanya untuk melihat keutuhan cinta kita. Apakah bergeming jika dipisahkan dan menyerah jika dipaksakan.
Cinta kita murni. Kini janji akan terpenuhi.
Kado terindah untukku, mendapatkan imam yang tulus mencintaiku, akan menjagaku sampai lelah langkah perjalananku.
Jogja, 26.05.2020
PERGILAH
Karya : Puji Astuti
Sekilas hangatnya netra
Melumpuhkan sendi debaran di dada
Memejamkan segala nalar yang ada
Semakin kuhujamkan, luruh dan menggila
Impian telah hancur berkeping
Kala asa haus kuteguk secawan madu
Ternyata kau oplos dengan setetes racun dusta
Terlanjur jiwaku meregang kecewa
Perlahan namun pasti
Aku akan tumbang dan mati
Pembunuh rasa kini mengeringkan senyawa
Perihnya panas sangat luar biasa
Tertusuk duri serta disiram air cuka hati ini
Menggelepar sendiri meniti hari-hari
Air mata habis tanpa tangis lagi
Sebaiknya kau pergi dan jangan kembali
Jogja, 22.05.2020
PENGORBANAN
Karya : Puji Astuti
Dengarlah duhai
Seandainya kau pinta segalanya akan aku berikan
Engkau adalah belahan jiwa
Keberadaanmu seperti pelita
Jangan merajuk dalam tangis
Kembangkanlah selalu tawa candamu
Hari penuh indah saat lengking suaramu penuhi kalbuku
Ingatlah selalu nasehat petuah ibu
Pengorbanan ini tak berpinta
Karena memilikimu adalah separuh nyawaku
Dekap ragaku sekencang lenganmu
Bahagialah dalam belaian kasihku
Beranjaklah dengan doa-doa
Agar tenang hati dan rasamu
Seiring perlindungan dari-Nya
Yang selalu aku pinta sepanjang masa
Sampai saatnya nanti
Langkahmu akan berpijak sendiri
Melanjutkan derap kehidupan ini
Memiliki keyakinan pasti bahwa Alloh akan merestui
Jogja, 25.05.2020
SERUMPUN DOA
Karya : Puji Astuti
Di heningnya malam
Tanpa angin yang bergerak
Sunyi menyelimuti dunia ini
Lengang namun terasa tenang
Bersimpuh dalam keharuan
Kutumpahkan semua resah
Menyebut asma-Mu dengan gemetar
Teringat alpa dan dosa yang membenam
Satu satu kurapal nama besar-Mu
Di roncean tasbih tua melingkar di jariku
Serumpun doa kupanjatkan
Mengetuk pintu Arsh di langit ke tujuh
Hambamu adalah sekecil debu
Di hamparan pasir luasnya ciptaan-Mu
Kenikmatan tiada tara Engkau limpahkan
Terkadang khilaf tanpa syukur aku lupakan
Fana kehidupan ini
Abadi akherat nanti
Bersujud hati di lembaran sajadah
Mengharap rahmat, ampunan dan hidayah
Jika saatnya tiba
Ajal menjemput ujung nyawa
Bimbinglah lafal lidah ini
Menyebut asma-Mu dan junjungan Nabiku
Jogja, 16.05.2020
SEGUNUNG DOSA
Karya : Puji Astuti
Seteguk ludah tertelan
Peluh sebesar jagung bersimbah di badan dan wajah
Kala ayat menyebut shiratal mustaqim
Ketakutan menggigilkan jiwa dan hati
Perjalananku penuh kelam
Segunung dosa melumuri raga
Mampukah hamba melalui
Dengan sisa pahala yang ada ini
Waktu membungkam segenap rasa
Memabukkan jenjeng liukan pikiran
Menabur percik khilaf dan salah
Ampuni segala kegelapan yang menyelimuti
ALLOH Maha Pengampun dan Penyayang
Usiaku makin hilang di kala senja
Semoga pijakanku kembali pada-Mu
Untuk maraih rahmat dan hidayah-Mu
Kusucikan hati
Bersujud di hamparan sajadah dengan isak tangis
Penyesalan kian menghimpit
Mendapati tersia-sianya detik telah terlewati
Jogja, 08.05.2020
AMANAH
Karya : Puji Astuti
Di pagi buta berselimutkan dingin
Menghentakkan tangis kebahagiaan
Perjuangan seorang ibu
Dalam mengemban amanah Sang Pemberi Hidup
Rintihan pilu menahan sakitnya rasa
Berbaur dengan harapan di dada
Bertahan dan terus bertahan
Titipan raga mungil segera hadir di dunia
Paras cantik, jerit tangis terpecah meleburkan segala kecemasan
Teriring adzan dikumandangkan ayah tercinta
Agar ingat engkau akan kewajiban
Sebagai hamba yang memeluk keimanan
Tumbuhlah duhai buah hati
Tertuntun langkahmu dengan ilmu
Jadilan wanita solehah
Mengukir indahnya hati dan di dalam jiwa
Doa kami mengiringi perjalananmu
Kasih sayang memenuhi setiap hari-hari
Semoga tertanam pondasi kokoh dalam sanubari
Bahwa ketakwaan pada Illahi melebihi segalanya di dunia ini
Jogja, 28.04.2020
DUNIA PERSINGGAHAN SESAAT
Karya : Puji Astuti
Kita datang dengan kesucian
Menangis pertama karena beratnya mengemban kewajiban
Perjalanan penuh aneka ragam kehidupan
Untuk menjadi hamba yang diharapkan
Terlupa menjadi hambatan diri
Tak ingat janji telah ditambatkan
Mengejar kepuasan di atas keegoisan
Meletakkan segala cara asal bisa menepukkan dada
Dunia persinggahan sesaat
Jangan lengah jika ingin selamat
Sediakan hati untuk segera kembali
Menemukan arah yang di syaratkan
Semua tak ada kekal
Akan sirna di saatnya tiba
Luluh lantak tiada sisa
Apa lagi yang dapat dielakkan
Sadarkan jiwa mulai hari ini
Menenun hari dengan harkat hakiki
Satu tujuan yang pasti
Menuju ke rumah abadi di sisi Sang Illahi
Jogja, 05.05.2020
TERAWANG
By : Puji Astuti
Sinema perjuangan ini belum berakhir
Meneteskan peluh-peluh kucuran lelah
Menaburkan rengkuh ber-aroma kisah
Tertanam dalam jiwa dan mahkota rasa
Sewaktu dera mencambuk dada
Jeritan lirih terlantun di bibir mungil
Memanjat doa untuk bertahan di dalamnya
Sampai jari melepuh diperjalanan yang ditempuh
Di depan famamorgana membentang
Bergelombang mengisyaratkan tantangan
Adakah kesejukan atau bara yang ada
Terkatup kalbu bertahtakan ketegaran
Wajah-wajah manja melintas di mata
Senyum termanis mendera di dada
Kerling cinta menyulutkan gairah membara
Inilah dentuman di sendi-sendi kehidupan
Raih semua harapan kita bersama
Di sana pasti ada tempat untuk merajutnya
Dekapan di dinginnya malam
Sebagai selimut hangat di saat patah semangat
Terumbu akan terus bermunculan
Di tunas-tunas muda yang penuh dengan keselarasan
Rengkuh semua dengan kasih dan cinta kita
Untuk mengubah sebuah jeritan menjadi manisnya senyuman
JOGJA, 13/3/2017
ELEGI HIDUP
By : Puji Astuti
Ada yang tersirat di depan sana
Hati berburu gulirnya waktu
Berlari mengejar matahari
Seperti ingin meneluk bayang sendiri
Pagi jelang siang ini
Napas-napas terengah-engah dihimpit nyali
Untuk paparkan rasa ego,
Bahwa diri bisa menumbangkan keganasan dunia bisnisan
Untuk yang cuma berlenggang tanpa ekspresi
Menundukkan ego dunia adalah mustahil
Karena kita berjalan seiring dengan kaki sendiri
Biarlah yang berlari maka berlarilah
Dan untuk yang terbaring sakit
Berjuang melawan gerogotan virus, bakteri di raga terbujur lemah
Menghitung waktu terasa lamban
Karena tanpa bisa menggerakkan kepakan sayap angan yang terpendam
Elegi pagi jelang siang
Beribu dilema tergelar di atas bumi persada
Tak peduli itu miskin atapun kaya
Semua menerapkan perjalanan hidupnya
Sedangkan diri ini di sini
Terpaku menatap merahnya tanah liat
Yang makin pekat tercampur lumpur hitam
Bergelombang di atas hamparan bumi tua dan semakin panas menggersang
Salam perjuangan....
JOGJA, 15/3/2017
GELISAH
By : Puji Astuti
Sedebar saat itu melihat kerling
Kini debar ada saat tak terlihat lagi
Sederas air mata bahagia
Kini sederas air kesedihan pula
Berputarlah waktu secepat kedipan mata
Agar kegelisahan ikut terbawa pergi
Di manakah teduh yang menyejukkan
Kini senyap terbawa kegersangan cuaca
Sejumput masih tersimpan
Menjadi warna di piasnya kanvas kehidupan
Meninggalkan bercak jingga yang abadi
Di luruhnya perjalanan langkah-langkah kaki
Ada selembar diary yang tergores lusuh
Penuh dengan bercak tetes rindu
Tergantung di pucuk tinggi daun cemara
Agar sedikit terlihat oleh hati yang ber-asa
Mendung kian menebal....
JOGJA, 20-3-2017
HUJAN
BY : Puji Astuti
Bertaburan butir-butir air basahi bumi persada
Bergemuruh kilatan menggelegar di balik awan hitam kelam
Tiada pedulikan jiwa-jiwa yang sedang merana
Berkutat dengan dilema yang menjerat
Seiring tak..tik..tak..tik.. di luar sana
Seonggok hati terbelenggu sepi
Onak dan duri mematahkan asa diri
Sekian lama merejamkan rasa tuk bisa ikuti
Berbasuh tetesan hujan malam ini
Terguyur raga nan rapuh tak bernadi
Kaku, kuyu dan sayu memenuhi kalbu
Tiada harapan yang menghangatkan biduk rindu
Tersenyum seringai di sudut bibir bergincu
Terbayang perjalanan di kabut senja itu
Tanpa ulasan, tanpa pertikaian
Yang ada hanya lepaskan segala kepenatan
Hujan mereda seiring sepinya malam
Gemuruh jiwa masih membakar tak hentinya
Gelora, membuncah seakan ingin tumpahkan
Bahwa dalam jiwa masih terbakar keinginan nyata
Perempuan berbaju biru
Tiada henti berjalan memacu
Berkilometer ditempuhnya dengan gayanya
Dengan senyum seringai ingin taklukkan kekejaman hidup di mayapada impiannya...
JOGJA, 17/3/2017
(Di pinggiran trotoar.. )
KESUNGGUHAN
By : Puji Astuti
Di senja yang menuruni bukit gersang
Kucari kembali serumpunan ilalang yang menghilang
Didera angin tropis dengan panasnya
Mampu membakar luluh kerontangnya
Di sela langkah tertunduk
Katubkan bibir membisu karena terasa kelu
Pernah terjatuh terjerembab di tepi jurang
Yang menyeret dengan segala curamnya
Kesungguhan ini teruji dengan nyali
Akankan bisa berjalan sampai di tepi telaga
Dengan air jernih dan kesejukannya
Tempat berhenti dari semua perjalanan
Simpuh bersujud dengan penuh harap
Termaafkan semua khilaf yang ternoda
Hijaukan lagi ilalang yang hampir mati
Karena tak tersentuh lembutnya jemari
Hujan segeralah turun ke bumi
Sirami kegersangan yang sedang terjadi
Agar tumbuh lagi pucuk ilalang yang hijau
Bersama segar semilirnya sang bayu
Badai pasti akan berlalu....
JOGJA, 22/3/2017
SIANGKU
By : Puji Astuti
Bestariku,
Melampaui tinggi mimpiku
Berdendang tentang adanya rindu
Yang mencungkil akar sehat otakku
Hatimu berterumbu cinta biru
Menyiratkan kegelisahan yang baku
Puing jiwa di dadamu sehangat madu
Yang melesahkan segenap kerak rasaku
Hasratku menimang indahnya cinta
Merasa kehilanganmu adalah keluh gundah asa
Mendapati senyummu itulah obatku
Yang seakan terlebur bersatu dengan hatimu
Siang ini yang penuh debu
Seterik hangat di sukmaku
Tersirat di kecap-kecap isyarat
Bahwa aku adalah belahan jiwa
Yang selalu kau tunggu
Dalam titian waktu berlalu
Hari ini, esok dan yang kan terus melaju
Menyapa cinta itulah indah rasa
Digulir rindu telah menggenggammu
Satu lagu usai aku petik
Dalam dawai melodi indah berakustik
Seiring detak jiwaku yang menelisik
Diantara samar bayangmu penuh dengan rengkuh daya kharismatik
Aku akan selalu melantunkan butiran aksara-aksara bernada cinta yang mewakili
hati dan rasa....
JOGJA, 10-4-2017
TERIAKAN JIWA
Berdentum selaksa bom meledak di siang hari
berantakan tak beraturan serpih-serpihnya pun berjatuhan
kepingan tajam setajam mata belati
menghujam ke dasar jiwa, jantung dan lubuk hati
Aku berdiri di sini menantang kegelisahan
mengayunkan ribuan gerakan tanpa bilah
mendorong kekuatan seperti akan mati besok pagi
habiskan energi hanya untuk pembelaan diri
Kau yang berlabel kejujuran
terkoyak lantak tak berbentuk dan lumat
menghukum secara naluri yang terkebiri
melantunkan nyanyian kematian di titik sepi
Hunus pedangmu duhai durjana
tikam dan habiskan semua baris aksara
tanpa sisa lagi tuk bisa benahi larikannya
tertoreh di lembaran kumal, usang dan terbakar
Tanpamu mungkin aku akan membatu
namun di situlah akhir perjalananku
tertatih terjatuh meluluhkan segenap harapku
tiada setetes air mata pun tersisa di pelupuk netraku
Salam perpisahan terucap di bibir gemetar
lemparan sinis pun sudah tak berguna lagi
aku tersimpuh tanpa sepotong kayu
tuk menjagaku di kala raga dan jiwa ini terjatuh lumpuh
~ PA ~
Jogja, 29092017
MALAMKU
Beraturan derai cerita ini
seonggok tangis miris melerai
menggantung di ujung kabut malam nan sunyi
mengikatkan lajur teratai magis simphoni
Kuangkat rangkai aksaraku
mewakili tautan gelombang rautan ragu
laksana burung malam terbang melaju
mencari ranting tuk menjaga sepi malam yang bisu
Seuntai kenang dan secawan maknamu
adalah sebilah pecut tak berujung
menerpa bilur-bilur jiwa dan hati sayu
menahan desak di dada berbekas membiru
Rasamu adalah rasamu karena bukan rasaku
derai sepimu adalah milik asa jiwamu
kau tetes benih rindu yang bergayut lara
Seakan Arjuna meninggalkan genggam busurnya
Kisah panjang berujung kandas
terlepas dari rumitnya dilema retas
indah seakan lintasan makna saka
merangkum bias buih-buih mencekik delik rasa
Malamku milik jiwa dan sukmaku
selamat singgah di zona heningku
kan menggerus lesah kesunyian layu
karena aku sebuah kanvas usang yang penuh dengan sapuan warna jinggaku
Singgah ulang
~ PA ~
Jogja, 28 september 2017
PENCARIAN
Mencarimu adalah jejak hidupku
di saat fajar terbit sampai melabuh di ujung senja
memeluk pertemuan yang tiada bersua
adalah kepedihan rasa tiada tara
Tintrim jiwa ini di tengah keramaian
merindukan keheningan itulah harapan
kala membiaskanmu di sinar lilin yang temaram
di situlah kebahagiaan sejati hadir di hati
Sentuh jemari ini di rentang mimpi
sampai teriakan ayam jantan membelah kesunyian
turunkan maknamu memeluk asaku
dengan jiwa yang kerontang aku pun memelukmu dipejam mataku
Saat pagi menyiratkan keemasan
mimpiku berlalu dengan desakan menghimpit dadaku
betapa ringkas waktu berlalu
meninggalkanku yang termangu melihat sekelebat hadirmu
~ PA ~
Jogja, 27092017
PAHATAN JIWA YANG TERLUKA
Senja itu terasa redup
tidak seperti senja biasanya
yang penuh kemilau lembayung keemasan
entah kala itu berupa remang dan suram
Kita terdiam seribu bahasa
pikiran berkecamuk tak karuan
sudut bibirmu kelu dan beku
seakan enggan tuk meminang segurat senyum
Kupeluk erat dirimu di saat kegundahan meremukkan jiwamu
serasa hatimu bergemuruh mengalahkan deru ombak pantai yang kita singgahi
tanpa ucap, angin menyapu dahimu yang tertutup helai ikal rambutmu
Jangan hancur duhai kekasih
ada sebuah hati yang ikut berlarung dengamu
melangkah di arena bumi ini
seiring sejalan tuk meraih cita dan cinta
Tenggelamkan dukamu di pelukku
setegar apapun jika ingin menangis menangislah
air mata bukanlah tabu tuk dirimu
kalau memang deraan begitu lekat menghimpit batin
Genggam ini jemari
kuatkan sekuat jiwa keberanianmu
cintaku akan menjadi pengikis kepedihan
menyatukan sisa ceceran tangisan
untuk kita yang akan saling padu dalam impian
~ Puji Astuti ~
Jogja, 19092017
HARAP LEPASKU
Di tengarai indahnya temaram senja
Terbungkus aroma tanah yang basah
Terlimbas keresahan raga di lara
Untuk sebuah ingin yang terbengkalai
Ilalang kering pun makin meranggas
Berserak di injak kaki kaki lugas
Tak berhati namun taruh wibawa
Dingin jiwa di tengah canda dan tawa
Kuberhenti sejenak tatapkan muka
Inikah wajah yang ku kenal lampau
Ter ingat keinginan melambung
Di kala rasa sama-sama limbung
Rantai hidup yang berkarat
Menjerat hati sampai luluh lumat
Bernoda pucat tersenyum sesat
Tak bernadi tak pula berjanji
Hmmmm.. senyumku kembali
Menebarkan niat ketulusan hati
Kurengkuh hati hati yang mati
Karena aku jua tak sendiri
Dalam melerai sisa waktu yang akan terjadi nanti
~ Puji Astuti ~
Jogja, 19092017
GERHANAKU
Kurangkul cercah kemilau
Di segerumpul taman sari
Indah berkelopak wangi
Penawar gundah rasa hati ini
Kecantikan elok bak dewi ratih
Kesempurnaan ciptaan Gusti
Berselendang sutera ratri
Bersanding melati yang suci
Luruhku bersimpuh
Menggenangkan kenanganku
Di kala purnama sempurnakan alam
Dalam gelapnya kepekatan gerhana
Sujud di ujung lorong remang
Tepekur picingkan kepekaan
Meraup segala dilema
Yang membalut seluruh raga sukma
Aku di sini
Merenung menatap gerhana kemarin malam
Indah di jelaga nusantara
Untuk menimba titik sehelai rasa
~ Puji Astuti ~
Jogja, 16092017
DENGARLAH
Seketika di saat hentakan mengguncang rasa
Genggaman jemarimu terlepas dari gamitan tanganku
Terurai berkas resah di mata indahmu
Begitu layu dan beduka pilu
Adakah sekelumit kata melukai jiwa
Sedikit kasih meluruhkan gegana kalbu
Rinai hujan pun masih turun
Melumat tetes air mata kita duhai kekasih
Cinta ini miris kurasa
Ada keresahan menjadi kelabu,
seharusnya warna pelangi menjadi hati kita
Bersandarlah jika sukmamu lelah
terpejam didekapan kasih yang selalu ada dan tersimpan
Janganlah risau menjerat jalinan rasa
Jika hanya membuat kehangatan ini terselip sulingan kebekuan
Dekap sukma menyatunya janji setia
Akan menjadi satu asa menuju CITA
~ Puji Astuti ~
Jogja, 9-9-2017
SYUKUR
By : Puji Astuti
Pada doa bermunajat menggema
seakan tiada lagi kesempatan yang kedua
Hanya perjalanan ini menyisakan tapal bekas
menyerupai titik-titik panjang tak putus bebas
Kilasan waktu melaju tak pernah berhenti
di saat itulah janji-janji bagai ilalang tumbuh silih berganti
Tak luput dari kesadaran diri sendiri
Melupakan segala yang telah terucapkan sebagai lisan insani
Sepanjang peristiwa rotasi manusia
Duka nestapa mengikuti jejak kaki
Keindahan pun terselip di antara rintih luka
Berpadu menjadi satu rantai kehidupan fana
Kerinduan ini semakin menjurang dalam
Berpeluk tuk selalu bersujud
Mencari keridhoan setiap jengkal langkah
Menyusuri tepian jalanan tanpa rintihan
Sejenak berhenti di pesisir pantai
Melambung hati mensyukuri segalanya
Bahwa kita ini apa
Menyaksikan kebesaran Yang Maha Kuasa begitu sempurna
Jogja, 7/9//2017
SERPIH TERTATIH
Pandanganku terasa gelap
seakan ini adalah hari terakhir
meraih sejumput ikatan pedih
di secuil sisa waktu saat melepasmu
Ratap isak tak tertahan di dada
uraian tetes ini berbilur sedingin embun
luruh, jatuh di sekujur raga yang rapuh
bagai kayu lapuk tak berisi dan begitu hancur
Simpuhku bertaut sujud
menimang segala pahit getirnya langkah
tertusuk, terantuk dan terjatuh
dera ini semakin terasa saat memeluk hampa
Hari ini kabut menyelimuti mayapada
dinginnya seiring kebekuan rasa
gelora yang makin padam tanpa lentera
remang, menuju redup di tenggelamnya senja
Pekat kian menggulung rasa di dada
berpeluk setangkai bunga sedap malam
wanginya penuh dengan setumpuk misteri
tak terpendar sampai malam akan berganti menjadi pagi kembali
Masih di sini dengan segala kebekuan asa dan jiwa, tanpa makna tereja aksara
~ Puji Astuti ~
JOGJA, 1/09/2017
RINDUKU
Bunda
Aku rindu menangis di pelukmu
Ingin lepaskan kepenatan jiwa ini di pangkuanmu
Kuingin sentuhan jemarimu di kepalaku di pundakku
tuk menenangkan segala resah hatiku
Bunda
Kelelahan menjadikanku rentan
Ketegaranku sirna
Nelangsa berpagut dalam hati duka
Seakan aku tak berdaya karena jiwa yang terluka
Bunda
Senyummu adalah pelega dahagaku
Kasihmu tiada pernah tergantikan
Kini senyum pelegaku tak lagi ada
Yang kurasa kekeringan semakin lara
Bunda
Kerinduanku semakin meruncah
Cinta ini tak bermakna
Kasih pun tumpul bersanding sepi
menjadikanku terjatuh pasrah
Bunda
Singgahlah dalam mimpi anakmu
akan kutumpahkan kesakitanku yang pilu
Kepedihan memeleburkan hidupku
dan meruntuhkan seluruh titik asaku IBU.
~ PA ~
JOGJA, 02102017
BATAS RAGU
Pernah ku buka lembar baru di hari kemarin
namun perjalananku terhenti seketika
tak ingin aku merasakan luka diatas luka
karena singgahku hanya sementara
Bukankah sudah aku bilang
bahwa musyafirku adalah perjuangan
kutinggalkan segala milikku
agar tiada tali yang mengait kedua kakiku
Seakan mengaca kembali di air telaga
terbias pahit getirnya kehidupan lalu
berdarah dan terlukanya telapak kaki
saat melintasi terjalnya jurang dan tebing perjuangan ini
Lihatlah jalanan itu
sanggupkah jika kau menemaniku
tapal batas kesengsaraan tergelar bak permadani
membutuhkan perjuangan gigih yang tiada batas berhenti
Jangan... jangan... jika hanya meragu di hatimu
karena hanya akan pupus di tengah jalan
sedangkan perjalanan ini bukan cuma hari ini
waktu yang panjang telah siap tuk menantang
Kembali hujan turun memberi kesejukan
masih sanggupkah jiwamu dengan kekukuhan
karena kita belum tahu besok akan terik atau teduh
musim ini pun adalah pancaroba
yang menguji keteguhan niat kita
Tinggalkan segenap yang kau punya
jika siap untuk menempuh lintas bersamaku
karena religi ini tiada batas akhir
sampai detik waktu yang menghentikan kelelahan raga, jiwa dan asa yang ada
~ PA ~
Jogja, 01102017
KEARIFAN
Kita..
memulai aksara pena ini dengan debar membelenggu rasa
menyusun ronce kalbu mendesah tak ber-arah
sebuah karya yang syarat manis madu rindu membisu
Kita..
mencari di mana letak keberadaan
menyimpan sejuta gumam yang ingin ditumpahkan
tersapu oleh waktu dan terus berlalu tanpa mengindahkan detak-detak hati bergolak di tebing dada
Kita..
yang meranumkan rasa dalam tuangan kasih menyuguhkan batas-batas cinta
tak kunjung reda oleh retasan jiwa lusuh dan bergemuruh..
Kita..
terlelahkan oleh kepedulian
seakan semua adalah bunga-bunga indah kehidupan
kita lupa bahwa sakit pun ternyata juga ada di antaranya
Kita..
sering lupa bahwa Kefanaan ini akan segera menghampiri jiwa-jiwa yang terlenakan oleh kenikmatan syurga dunia di depan mata
dan hati kita pun juga fana
~ PA ~
JOGJA, 12102017
AKU
Aku yang berdiri di pijak alas kaki ini
merentankan segala titik ada
tanpa imajinasi muluk namun impian yang akan membawaku terlena
Aku tidak menawarkan manisnya madu namun memberikan sari manis kehidupan nyata
Ruangku selebar pintu masuk abstrak
tuk bisa memahami mereka yang akan nyaman di dalamnya
Aku berjalan sesuai rotasi waktu
berpegang dengan komitmen utuh
bahwa hidup ini jangan menyakiti orang lain kalau tidak ingin disakiti
tak perlu membubungkan angan jika memang tak mampu
Aku akan selalu bersama senyumku
untuk sesamaku dan orang orang yang ingin menikmati hidup ini dengan usaha dan pantang putus asa
Karena kita adalah insan ciptaaNYA
untuk selalu bisa berusaha dan di sertai dengan Do'a
~ PA ~
JOGJA, 14102017
LARAMU
Kudapati di tengarai terik padang ilalang
Secarik kesedihan terjuntai di ujung matamu yang teduh
Apakah dia telah melimbungkan ketegaranmu
Sampai dasar jurang nista tergambar di netramu
Rebahlah di pangkuanku jika hatimu lelah
Aku akan ceritakan indahnya bunga-bunga di taman
Semilir angin membawa keharuman aroma mawar segar
Kelopak-kelopak indah yang bermekaran di sepanjang mata memandang
Ku sibak rambutmu yang terjatuh di wajahmu
Tersadar jiwaku
Betapa elok parasmu mempesonakan rasaku
Diamlah
Redupkan pandanganmu dan pejamkan
Tiupan sepoi ini biarlah melarutkan gelora hati
Ku sentuh kelaraan sukmamu
Betapa dera ini telah begitu dalam melarungkanmu
Duhai pesona
Rasakan genggam lentik jemariku
Hangatnya biarlah menjalari nadi dinginmu
Jangan beranjak jika tabir belum turun kesenja malam
Di sini bersamaku hilangkan semua lembar kepedihanmu
~ PA ~
Jogja, 17102017
MENUNGGU SAATNYA TIBA
Karya : Puji Astuti
Hari ini
Ingin aku menguliti diri
Menelanjangi segala kehinaan
Melumuri dengan sabun pengampunan
Hari ini
Terasa detik-detik telah mengumbarkan nafsuku
Membelenggu menjadi alpa yang menjerat
Menimbunkan sesal teramat sangat
Hari ini
Kepastian adalah musyawarah waktu
Kisaran janji amanat telah terucap
Akan ada tagihan nanti di akherat
Hari ini
Pintu tobat hati menjelajahi sendi-sendi
Mengerat hakiki mengharapkan rahmat
Agar dibukakan pintu ijabah untuk selamat
Hari ini
Kugelar sajadah putih
Kusujudkan diri yang tak suci
Menunggu saatnya tiba dipanggil oleh-Nya nanti
Jogja, 30.05.2020
TERINGAT KEMBALI
Karya : Puji Astuti
Ini adalah purnama yang ke dua
Terselip rasa perih menghujam dada
Sepayah aku telah berupaya
Mengenyahkan goresan kenangan lama
Aku kepayang dan terjatuh
Menggayuti bayang yang semakin jauh
Lembaran kisah mengukir di bait-bait aksara
Bagai timbunan jerami-jerami basah
Saat senja mulai tenggelam di bukit barat
Terakhir ujung jemarimu kugenggam erat
Derai air mata berhambur deras
Luluh lantak hati dan jiwaku terhantam cadas
Sisa waktuku kian pupus
Jika teringat kembali semua memori
Walau kini aku tidak sendiri lagi
Namun gambaran siluet senja selalu menghantui
Memang Ironis
Tak mampu tuk menepis
Sedangkan sudah tak ada lagi tangis
Terjebak di lingkaran cerita tragis
Jogja, 27.05.2020
PESAN TERAKHIR
Karya : Puji Astuti
Terburu aku larikan langkahku. Menyusuri jalanan sepi dan hening. Kala hujan gerimis masih mengguyur bumi dan tak membuatku geming tuk segera ke taman tempat kita akan bertemu.
Dengan gemuruh rindu masih menggerus dada, kusapu sekian luas area taman yang penuh dengan wangi dan asri bunga. Tak kujumpai seraut wajah yang kurindu, makin berdegup jantungku.
Di mana kau berada duhai? Jangan permainkan sisi rasaku.
Sesaat mataku tertuju di sebuah bangku. Seseorang yang sudah lekat di ingatanku, tapi itu bukan kamu sayang. Segera kuhampiri dan kusapa, "Hai..!". Menolehlah Wida adikmu.
Wajahnya murung, matanya sembab habis menangis. "Kok kamu di sini?" Tanyaku. Tanpa bicara sebuah amplop diberikan padaku dan segera Wida pergi, meninggalkan tanda tanya di hatiku.
Kubuka amplop dengan penasaran. Tertulis pesan singkat "Sayang, maafkan aku dan aku mencintaimu". Tulisan tangan yang sangat kukenal, ya.. ini tulisanmu duhaiku.
Kukejar Wida yang belum jauh pergi. Seberondongan pertanyaan aku ajukan, hanya tangisan yang Wida lakukan.
"Ada apa?" tak sabar mulai meracuni otakku.
Air mataku mulai menggenang, akhirnya turun membasahi wajahku. Ternyata Duhaiku meninggalkan aku tuk selamanya. Saat sebuah kecelakaan menghantam raganya. Sempat menuliskan pesan terakhirnya sebelum pingsan dan tidur tuk selamanya.
Raungan menyeruak dari getirnya kepedihanku. Kala kita hari ini akan bertemu melabuh rindu kenapa pesan terakhirmu yang datang padaku.
Aku terduduk pilu kala mengantar ke tempat peristirahatan abadimu. Kenangan demi kenangan silih berganti melintasi pikiranku. Mengusik, menikam jiwaku karena kehilanganmu.
Pergilah dengan damai duhaiku. Cintamu akan selalu ada di sini, di hatiku untuk selamanya.
Jogja, 03.06.2020
PUJI ASTUTI |
Kumpulan Puisi Perempuan Puisi - PEREMPUAN BERGAUN ELEGI
PEREMPUAN BERGAUN ELEGI
Oleh : Perempuan Puisi
Ia berjalan perlahan mengitari mimpi, disibakkan tirai hitam yang menghalangi pandangan. Samar terlihat bayangan hitam, tanpa setitik pun sinar, melintasi keheningan. Dan menghilang dalam kerjapan mata.
Bayangan itu adalah sosoknya sendiri. Perempuan kurus dengan pipi tirus tanpa senyuman, juga tiada menyimpan air mata. Karena mengering diserap nestapa. Ia mengenakan gaun hitam pekat bercorak rangkaian elegi dari bagian dada hingga ujung kaki. Sementara punggung dan pundaknya bersulam motif benang emas.
Perempuan bergaun elegi, dalam keterbatasan dan tikaman-tikaman luka, namun jiwa bersemangat membaja. Raga renta tak mengenal kata lelah. Di panggul tumpukan nestapa dalam setiap langkah. Senyum tersungging, meski kian terasa hambar tersulam kepedihan. Kepahitan yang bersahutan membekukan kerinduan. Bahkan tak juga mencair saat kehangatan menyentuhnya.
Gaun elegi yang disandangnya, tak pernah terlepas melewati lorong-lorong pergerakan kemajuan zaman. Namun di dada karang ia sematkan satu keyakinan. Bahagia adalah akhir dari pengembaraan.
Tangerang, 30 April 2020
Kumpulan Puisi Endang Astuti - JALAN HIDUP
MOHON AMPUNAN
Pernah kupercikan setitik noda pada lembaran kertas putih
Pernah kulakukan salah saat hidup dilanda perih
Entah mengadu pada siapa ketika hati tertutup angkara
Tiada celah mengakui jalan yang salah
Lembaran demi lembaran kertas putih perlahan lapuk
Namun noktah noda masih terlihat dipelupuk
Tetap membekas walau 'tlah terbakar panas
Menjadi ingatan tiada pernah tuntas
Kutersadar kala perihnya hidup kian lama kian pudar
Masa demi masa mengarahkanku ke jalan yang benar
Jalan kebaikan menuju rida Ilahi
Memusnahkan gemerlapnya duniawi
Disepertiga malam aku bersimpuh kepada-Nya
Memohon ampunan dari segala dosa
Bertobat dengan kesungguhan hati
Semoga Tuhan YangMahaEsa mengampuni
By Endang Astuti
Kebumen 1 Mei 2020
JALAN HIDUP
Di pelataran jiwa yang gersang
Ada setangkup asa menggelinjang
Mencari arah kemana harus melangkah
Kaki terpatri pada jati diri yang entah
Jalan mana yang harus kutempuh
Sedangkan hasrat kian lama kian melepuh
Tertindih perih malunya diri
Tertunduk pasrah enggan berlari
Bagaikan musafir cinta terhalang derita
Memendam rasa dalam kubangan asmara
Tanpa bisa mengungkapkan cinta
Namun semua ada hikmahnya
Hanya kepada Tuhan kuungkapkan segala rasa
Mencintai tanpa memiliki adalah sebuah lara
Namun memiliki dan mencintaiMu ya Tuhan
Adalah sebaikbaik jalan hidup menuju surga keabadian
By Endang Astuti
Kebumen, 28 April 2020
LENTERA HATI
Sembilan bulan dalam kandungan
Lafaz doa selalu terpanjatkan
Berharap lahir lentera hati
Pondasi rumah tangga sejati
Rasa damai mewarnai rona bahagia
Kala tangisan kecil lahir ke dunia
Seraya adzan terdengar ditelinga
Teringin kelak menjadi insan bersahaja
Lentera hati adalah titipan Sang Ilahi
Penyempurna biduk mahligai keluarga
Dekap dan rawat hingga dewasa
Sebab ia pelita usia senja
Tak pernah bosan bersyukur kepada Tuhan
Akan segala karunia yang diberikan
Merapal doa teruntuk buah hati tercinta
Agar senantiasa bahagia di atas restu orang tua
By Endang Astuti
Kebumen, 26 April 2020
MUARA KASIH-MU
Ketika batin teraniaya murka
Hidup tiada gairah rasa
Memendam luka menganga
Terlena akan dunia fana
Kala minda terombangambing prahara
Nestapa menjadi titik akhir segala
Gelabah hidup melanda jiwa
Nurani tergerus sejengkal asa
Akan ada masa tuk kembali
Bertafakur di hadapan Ilahi
Mohon ampun tulus dan suci
Tuhan maha pemberi bukan sekedar janji
Munajad doa mengharu biru
Bermuara di tengah kasih-Mu
Tertuju segala pinta kepada-Mu
Karena Engkaulah sang penyejuk kalbu
By Endang Astuti
Kebumen, 1 Mei 2020
#Akrostik
RAMADAN BERCAHAYA
Ramadan yang 'tlah dinanti
Akhirnya datang menghampiri
Melabuhkan bahagia dalam jiwa
Adamu mengantarkan ladang pahala
Di ramadan penuh keberkahan ini
Aku laksanakan amal sepenuh hati
Noda dan dosa terampuni Ilahi
Berjuanglah dengan sekuat tenaga
Enyahkan ketakutan pandemi corona
Rengkuh iman islam dalam diri
Cecaya esok kan menyinari
Adalah ramadan selalu bercahaya
Hari berpuasa penuh makna
Aku, engkau, dia, dan mereka
Yang menunaikan segala perintah-Nya
Akan mendapat keindahan syurga-Nya
By Endang Astuti
Kebumen, 24 April 2020
HARAPAN BULAN RAMADAN
Masih ada segelintir ketakutan pada satu minggu terakhir di bulan April. Bulan puasa tiba kala pandemi corona masih melanda. Hirup pikuk di jalanan terasa lenggang, tempat ibadah sepi bagai rumah tak berpenghuni.
Bulan penuh keberkahan terasa memilukan sebab segalanya dirumahkan, tak ada lagi pernakpernik ramadan, corona memusnahkan segala kebahagiaan.
Harapan di bulan ramadan tahun ini, semoga wabah corona segera pergi. Agar setiap insan mampu melaksanakan ibadah tanpa hati gundah hingga tercipta kemenangan di hari yang indah yaitu Hari Raya Idul Fitri.
By Endang Astuti
Kebumen, 25 April 2020
AKU MERINDU
Masihkah ada cahaya untukku kembali pada-Nya
Ketika ruang dalam hati tertutup gulita
Mungkinkah durja yang merasuki sukma
Mampu musnah seketika kala ramadan tiba
Aku merindu, merindu bulan syahdu
Kala gegap gempita masjid ramai selalu
Aku merindu, merindu bulan mulia
Saat suara tadarus terdengar dimana-mana
Ya Allah Engkau yang mampu membolak-balikan keadaan
Ijinkan ramadan penuh ampunan kembali pulang
Meski badai cobaan corona masih menerpa
Namun kuyakin esok 'kan baikbaik saja
Hanya kepada-Mu kulangitkan dedoa
Mohon ampunan atas segala dosa
Semoga masih ada waktu 'tuk bertemu
Bulan ramadan yang kurindu
By Endang Astuti
Kebumen, 24 April 2020
RAMADAN PENUH UJIAN
Bulan suci kembali bersemi di tengah pandemi
Wabah corona menguliti mengiris ulu hati
Memudarkan asa kala tarawih di rumah saja
Pun tadarus tiada ramai terdengar telinga
Ramadan tahun ini terasa sepi
Bagaikan keheningan malam sunyi
Gelap tanpa adanya bias cahaya
'Tuk terangi ramadan penuh coba
Namun lihatlah jalan panjang masih membentang
Genggam keyakinan, bahagia 'kan menjelang
Tabah dan iklas menjalani ujian
Esok pasti meraih hari kemenangan
Melangitkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Semoga keadaan pulih seperti sedia kala
Harapan ramadan tahun ini terkabul Ilahi
Sucikan hati menuju hari yang fitri
By Endang Astuti
Kebumen, 13 Mei 2020
DOA SETULUS HATI
Senandung doa terlantun kala nabastala sepenuhnya t'lah tertutup gulita
Menyuguhkan bait demi bait asa di bawah sinar purnama
Noktah hitam nan kelam merengkuh ingatan akan sebongkah dosa
Perlahan bulir bening netra luruh tiada terasa
Pada ramadan ini teringin segala hasrat terpenuhi
Meski prahara wabah corona masih menjadi elegi
Namun esok atau lusa pasti purna seiring keyakinan
Berserah diri di atas mimbar kekuatan
KepadaMu Sang Ilahi kulangitkan doa setulus hati
Berikan setitik kirana penerang padamnya jiwa
'Kan kugelar sajadah disepertiga malam tiba
Sebelum kokok ayam bernyanyi riang saat subuh menjelang
Sebelum datang hari kemenangan
Berharap aksama t'lah diberikan Tuhan
Hingga saatnya harsa teraih bersama
Menuju keabadian jannah-Nya
By Endang Astuti
Kebumen, 14 Mei 2020
Kumpulan Puisi Samodera Berbirbisik - SANG PERINDU
KARANG SEMANGAT
Karya : Samodera Berbisik
Keadaan memaksa raga merenta dalam luka
Terlalu rumit meraih remah upaya
Pada tanah merah tak berhumus, dahaga
Menggali pun kian liat, tandus berbara
Sesungguhnya di dada tersimpan karang semangat
Kuat menopang, sigap memberi manfaat
Seindah kenang saat kesuburan masih melekat
Kini dangkal kalis ketika tersiram, benih pun layu seolah sekarat
Karang semangat menyapa kering ilalang
Memunguti kemakmuran, sebatas kenang
Tiada lagi tanah lapang menumbuhkan gemuruh juang
Hasrat tertimbun peluh kedukaan, kemudian menghilang
Tangerang, 02 Mei 2020
#musafiraksara
#episodekarangsemangatmenghilang
AKSARA RASA
Karya: Samodera Berbisik
Tertata dalam goresan makna
Selarik kata mewarnai puisi hati
Diksi rindu bergema
Mengundang ramuan imaginasi
Teracik irisan kisah
Elegi bermuram gelisah
Menapaki sejarah, singgah pada bening kesadaran
Akan gerimis rindu menyentuh perasaan
Aku basah bermandi kasih
Oleh hadirmu, duhai kekasih
Melapangkan sesak secercah harapan
Yang terkira buaian kehampaan
Aksara rasa asa merona
Busur cinta menancap di palung jiwa
Ketika syairmu terluah, oohh tuan pujangga
Aku rebah ... tanpa kata
Suatu waktu harapku bertemu
Menyalin bait-bait sendu
Pada rindu berbunga biru
Mekar mewangi di taman kalbu
Meski hanya bunga aksara
Rasa asa menguak duka
Menyambut uluran senandung doa
Terwujud dekapan, tanpa sua
Tangerang, 01 Mei 2020
#musafiraksara
#episodeaksararasaasa
SANG PERINDU
Karya: Samodera Berbisik
Engkau tahu hadirmu menyimpul mati temali hati
Mengikat kuat gejolak tak terelak
Tersudut sudah resah, bermekaran indah
Semerbak mewangi pesona rasa
Mana mungkin sejenak terabai dalam diam
Sementara rindu terus dan terus menari
Gemulai mengecupi setiap persendian
Berkesinambungan menggenggam harapan
Padamu, tentang kisah indah menjelajah palung kita
Memupuk hasrat menebar asa sua
Esok atau lusa selamanya bersama
Sang perindu, menguntai aksara bahagia meski berupa lantunan doa
Tangerang, 29 April 2020
#musafiraksara
#episodesangperindu
WARISAN RINDU
Karya: Samodera Berbisik
Masih tersimpankah kidung asmara di hatimu
Kala itu mengalun begitu syahdu
Meski derai pilu tak lelah mencubit waktu
Perjalanan menghadang berlayarnya perahu
Di tengah ganas ombak menggulung ingin
Layar kita robek, sisakan harap pada arah angin
Dayung patah berderak, asa memohon takdir memberi izin
Pelayaran tetap berjalan menjaring ikan-ikan kecil, untuk diasin
Tak habis hari ini, ada milik anak cucu
Duhai ... peramu racikan rindu
Sisakan setitik untukku, debar-debar hatimu
Selalu menemani sepanjang waktu
Tak pupus, meski usia terputus
Biarkan kasih kita terwaris tulus
Bagi generasi penerus
Kemudian hari, saat kita telah lulus
Tangerang, 29 April 2020
#musafiraksara
#episodewarisanrindu
KISAH TAK SEARAH
Karya: Samodera Berbisik
Merangkai kisah dengan debar penuh gairah. Bersama melangkah menggapai satu tujuan. Bahagia dalam timangan, tanpa mengurai linangan. Waktu berjalan melewati terjalnya bebatuan dalam lengkung garis curam, mengekang kedamaian.
Takdir berkata lain dari keinginan. Kepahitan mengitari episode-episode pergerakan kehidupan. Bahkan melampaui batas kewajaran. Di luar nalar, engkau sibuk meminang hempasan badai, tiada kunjung usai. Menerjunkan diri pada jurang kedunguan, tanpa peduli mencabik-cabik ketulusan.
Kisah tak searah, langkah menyambut hadirnya senja. Kudekap pelangi sejujur warna-warni kasih-Nya. Sementara engkau mencipta sendiri rangkaian warna berbayang jelaga dinding hati. Pekat, legam pantulan buramnya ambigu pengharapan.
Maaf ... di persimpangan dilema, aku menyerah. Tak lagi mampu mengiringi langkah. Keikhlasan atas penerimaan kisah tak searah. Kita .... usai sudah.
Tangerang, 27 April 2020
#musafiraksara
#episodeusaikisah
#semogaberkenan
#request
#EMiMa
Kanan kiri tak peduli. Bawah terkadang goyah dalam kisah tak searah. Atas, harapan terakhir menggantungkan bara kian memanas. Berharap keteduhan lewat rinai kasih-Nya.
Tgr, 25042020
#musafiraksara
#episodeberharap
APA KABARMU
Karya: Samodera Berbisik
Aku sangat memahami beban memberat tersandang di kedua pundakmu
Menguras peluh dan pikiran tanpa penawaran
Mungkin pula tak ada lagi pilihan lain
Untukmu menentukan arah melanjutkan kelangsungan pelayaran
Memendam kisah mendulang gelisah
Mengurung masalah dalam gelembung-gelembung bernanah
Apakah terselesaikan olehmu
Atau kian serasa menekan jiwa
Entah ... aku tak tahu harus berkata apa
Terdiam seolah tak mengerti
Pura-pura tak peduli
Sebegitu ingin mengulurkan senyum, apa daya tangan tak sampai
Genangan-genangan kisah pedih pun serentak merejam
Mengitariku tanpa perasaan
Melilit perlahan mengikat pergerakan sendi-sendi harapan
Lihatlah aku sulit bernapas, mengiringi denyut nadi seakan putus tanpa terpotong
Tapi ... aku terus melangkah Menjejakkan kaki tanpa henti
Meski urat-uratku terasa sangat nyeri
Aku ingin tetap menjemput rezeki dengan keyakinan sejati
Lalu, apa kabarmu hari ini
Jalan setapak di depanmu lebih terjal dari bayangan
Aku tahu bahkan sangat memahami
Namun mencobalah tersenyum, setidaknya untuk dirimu sendiri
Tangerang, 24 April 2020
#musafiraksara
#episodebertanya
TETAPLAH MENJADI PUISIKU
Karya : Samodera Berbisik
Pengembaraan aksaraku telah selesai. Kutinggalkan jejak kisah terindah pada palung rasamu. Tersimpan kenangan tersyahdu dalam album biru, menemaniku menyambut senja.
Rajutan aksara kita biarlah tetap menjadi ruh pada setiap puisiku. Menginspirasi goresan-goresan tinta yang akan meluahkan selaksa karya, untuk menyapa dunia.
Duhai pujangga bermadah pesona, kisah tawa dan air mata kita merupakan keindahan tak tertawar lagi. Meski tiada perjumpaan raga, namun aksara kita akan selalu menyeru sudut-sudut sunyi. Berbahagialah dengan senyum paling nurani. Harapku tetaplah menjadi puisiku, untuk selamanya.
Tangerang, 25 Mei 2020
WARTA DARIMU
Karya: Samodera Berbisik
Terik memanggang kulit rentaku
Namun semangat terus memacu
Menyambut kebahagiaan hari kemenangan
Meski berat kehilangan ramadhan
Secarik warta menghampiri, berdebar hati menyambutnya
Hadirmu yang selalu kunanti sepenuh harap, tuan
Senyum selalu menghiasi diskusi
Namun, kurasakan sebisa engkau menyembunyikan
Warta darimu terdengar pilu, menyentuh kalbu
Pundakmu terlalu berat memikul hingar dunia
Sementara hening damai masih tersimpan di sana
Pada penantian harap bernama takdir, untukmu
Sahabat penghuni ruang hati, mendengar warta darimu
Ingin aku memeluk, menggenggam gigil jemari
Membisikkan untaian doa setulus jiwaku
Berharap bahagia mengakhiri pengembaraan elegi
Tangerang, 24 Mei 2020
USAI SUDAH
Karya ; Samodera Berbisik
Jejak-jejak luka tertinggal pada halaman kegetiran
Melangkah perlahan menyambut sepotong harapan
Bersama hening malam di bawah sinar rembulan
Melantunkan tulus doa-doa permohonan
Ya Rabb, ampunkan dosa yang terus menerus menemani langkah ini
Sementara kesadaran akan kesalahan terlalui
Namun, terlalu angkuh untuk mengakui
Debu-debu menebal pada dinding hati
Usai sudah pengembaraan aksara, berselimut nestapa
Telah kutemukan pondok damai menaungi jiwa
Di sinilah akan kucipta seribu satu untaian tinta
Tanpa lagi air mata berkuasa, hanya bait-bait sentuhan rasa dari-Nya
Tangerang, 23 Mei 2020
PERJALANAN NALURI CINTA
Karya : Samodera Berbisik
Menempuh perjalanan panjang, berbagai kisah mewarnai. Memerankan pementasan panggung dunia dengan segala episode tanpa skenario. Saat Sang Sutradara kehidupan menunjuknya dengan segaris takdir.
Peran getir menguras air mata, ia lakoni semenjak tangis pertama terdengar di dunia hingga senja menyapa usia. Elegi adalah peran terindah. Ia begitu menjiwai tanpa harus banyak mempelajari.
Perjalanan naluri cinta manis tereja aksara tanpa titik-titik noda. Namun pada kanvas hati menjamur bercak-bercak pengkhianatan, bertaburan buih-buih dusta menjelaga. Langit dan dinding jiwa terpahat gradasi warna merah biru. Lebam menutupi pori-pori. Napas kian sesak, ketika hitam dan putih bersatu menyerang jiwa tanpa aba-aba.
Abu-abu melatar belakangi alur cerita. Namun, ia selalu berharap episode terakhir perjalanan cinta, biru menjadi warna sejati. Berhias senyum manis mentari pagi yang bersanding bening embun, menyejuki nurani.
Tangerang, 23 Mei 2020
LIHAT AKU
Karya : Samodera Berbisik
Sampai kapan mengasah belati dan menancapkan pada dada ini. Berapa kali kau lakukan padaku. Masihkah senyumanmu mempunyai kekuatan membunuh nurani. Tak bosankah melakukan hal sama dalam kurun waktu berwindu
Ooh, manusia macam apa dirimu. Sejenis belut, licin mengelak belaian keimanan. Apakah karena telah bersetubuh dengan ular. Hingga akal sehatmu melata tanpa jejak bijak. Berdesis menyembur bisa kematian
Berhasil, kamu lulus ujian. Hatiku membeku mati rasa. Oleh tikaman belati dusta, juga semburan bisa. Lihatlah ragaku tanpa ruh, melangkah bagai bangkai bernapas
Tangerang, 20 Mei 2020
#musafiraksara
#episodematirasa
REMBULAN SENDU
Karya : Samodera Berbisik
Malam pekat hening melipat hasrat
Awan hitam menyelimuti gundah
Rembulan sendu menatap, terenyuh
Ketika bintang hati mulai meredup
Entah, mengapa sinarmu enggan berpijar
Meski hadirmu masih menerangi kerinduan
Terkirim lewat nyanyian angin
Membelai kisah usang, menggenang tenang
Isyaratmu terbaca jelas di mataku
Meski samar terluah ketulusan
Ada kepedihan bergelayut pada kedua bahu
Menggetarkan kalbu, hingga menyentuh palung jantung
Berjuanglah sayang, hingga tetes peluh terakhir
Rabbmu menitipkan sebentuk keceriaan
Walaupun masih tersimpan dalam rahasia-Nya
Tak selamanya langit berawan, menyembunyikan purnama
Tangerang, 20 Mei 2020
#musafiraksara
#episoderembulansendu
BERSENYAWA
Karya : Samodera Berbisik
Menyentuh palung rasa
Melekat seiring makna
Seumpama jantung hati
Paru-paru melengkapi
Kesatuan vital kehidupan
Nadi berdenyut beraturan
Napas berembus perlahan
Bersenyawa fana pun keabadian
Kasih-Mu kesempurnaan
Pemandu utuh keimanan
Penunjuk hati menjalankan
Kehidupan tanpa beban
Bersyukur segala keadaan
Tangerang, 18 Mei 2020
#musafiraksara
#episodebersyukur
ANTARA JUJUR DAN PINTAR
Karya: Samodera Berbisik
Dimanakah indah terpeluk, sejujur suara palung jiwa
Kemanakah langkah ingin menuju pada puncak keindahan kalbu
Tak mudah seiring sejalan bergandeng tangan
Satu lebih berperan, dominan menjalani kenyataan
Terkadang damai, mendukung keberadaan bersikap
Bukan mustahil berdebat saling mengoyak kebenaran
Emosi, gengsi, ingin dipuji, diakui lebih berarti
Entah ... apa yang dicari
Antara jujur dan pintar, mengalah atau dikalahkan
Mungkin juga terkalahkan kuasa serakah
Berjibaku tanpa jemu hingga kesadaran menghentikan
Perbincangan tiada titik pertemuan
Jujur, berhenti berdebat mengakui kesalahan
Meminta maaf untuk sebuah kebenaran
Pintar, mencari dan terus menelusuri alibi
Menutupi diskusi demi pembenaran yang entah ....
Hanya diri dan Tuhan mengetahui
Tangerang, 17 Mei 2020
#musafiraksara
#episodeberjibaku
KASIH SAYANG SEJATI
Karya : Samodera Berbisik
Melangkah diam-diam menyapa angin
Lembut berembus membelai resah
Sejuk menyentuh pijar api di hati
Ketika sang bayu memburu, ranting kering patah berderak, berhamburan
Masih adakah sepasang tangan memunguti
Memantik api sebagai unggun penerang
Gelapnya alam pikiran
Atau penghilang gigil saat menyerang
Sekian windu mengembara
Mencari sesungguhnya kasih sayang
Masih adakah pemilik menghuni ruang jiwa
Tak kutemui lagi, bahkan yang terpeluk pun mengingkari
Kembali kuayunkan langkah menyusuri keheningan
Singgah sejenak pada perhelatan ritual sepertiga malam
Di atas sajadah memudar warna aku duduk menengadah, seusai sujud kepada-Nya
Berderai bulir jernih, menganak sungai membasahi pipi
Terasa kedamaian hati memeluk gelisah
Seberkah sinar menerangi gulita masalah
Kasih sayang sejati telah hilang, bersama mangkatnya sang pengukir jiwa raga
Tak kutemukan pada sesiapa pengganti, tidak akan pernah ada, kecuali pada-Nya
Tangerang, 15 Mei 2020
#musafiraksara
#episodemenemukankasihsayangsejati
SILAHKAN
Karya : Samodera Berbisik
Memiliki hatimu adalah kebahagian tanpa rona
Mekar mewangi tiada rupa
Bergema menyusupi dinding-dinding luka
Indah membuncah tak terangkai aksara
Setiap hela napas, mengalun doa untukmu
Bergetar hati menyebut penuh rindu
Namun tersadar diri, ruang dan waktu menyekat pilu
Sesendu nyanyian camar hilang tempat menuju
Sementara petang telah datang
Bersama gemuruh bayu menggandeng rinai
Malam pun segera memeluk rembulan bimbang
Karena purnama telah usai
Tak akan lagi aku menahan langkah
Silahkan berjalan menembus gumpalan keinginan indah
Mungkin engkau akan temui sekuntum kelopak merekah
Yang tercipta sebagai anugerah
Namun jika memang cukup aku bagimu
Menemani langkah renta hingga ujung waktu
Silahkan mendekap tanpa ragu
Sesungguhnya hatiku selalu milikmu
Tangerang, 13 Mei 2020
#musafiraksara
SEPATAH KATA MERONA RASA
Karya: Samodera Berbisik
Waktu menyekat temu aksara, suara jiwa terlunta
Jarak tak berpihak, gejolak hasrat diam tanpa irama
Melebur rindu sebatas berkidung puja doa
Seumpama pantai tiada beriak, buih-buih merana
Merindukan angin lembut membelai, berkejaran mengecupi pasir-pasir kenangan
Jejak-jejak kisah kebersamaan, menyapa senja kemerahan
Seperti sepasang hati melantunkan nyanyian kasmaran
Terdengar sumbang terlewat keadaan
Bait-bait enggan terakit terberai kisah pahit
Tersenyum menghibur sakit kian menjangkit
Memanggul getir mengalir menjawab takdir
Meski raga memisah sua, berharap elegi segera berakhir
Kuterima sapa tiba-tiba, bertanya tentang kabar terjeda
Sepatah kata merona rasa bahagia
Kemudian menghilang begitu saja
Menyisakan angan pada suatu masa, berjumpa memeluk rasa
Tangerang, 12 Mei 2020
#musafiraksara
#episodemenghilangbegitusaja
GEMURUH BADAI RINDU
Karya: Samodera Berbisik
Menghantam gumpalan rasa, bersembunyi manis di bilik sunyi
Menggema, meronta menyibak kegundahan hati
Ruang imaginasi sepi inspirasi, puisi serasa mati
Tertikam tajam belati rindu, tertahan detak waktu menari
Mengitari pertahanan, kian melemah menahan gejolak
Gemuruh badai rindu, menyesaki lautan hati
Gelombang dahsyat tak kasat mata
Bergema menerjang palung rasa
Harus kuaksarakan, tak sanggup menahan dalam diam
Aku merindukanmu, sepenuh utuh tanpa jeda
Mengingat hangat kecupan-kecupan lembut pada krisan puisi-puisi cinta
Setulus suara hati bersenggama dengan bait-bait puitik
Mengalir jernih klimaks inti cerita kita
Duhaiku, tanpamu karyaku terbelenggu
Mati rasa, hambar tak bermakna
Kembalilah ruh puisiku, detakkan jantung ini
Aku ingin terus dan terus bermusafir aksara, bersamamu untuk selamanya
Tangerang, 11 Mei 2020
#musafiraksara
#episodemenahanrindu
SETITIK IMAN
Karya : Samodera Berbisik
Garis-garis kepedihan tergores berbaris pada dinding hati
Nampak lukisan lara padat memenuhi bilik sunyi
Tak ada celah menyentuh resah kedukaan diri
Sayatan tak berhenti silih berganti melukai
Aku sekeping hati penuh lubang luka memar membiru keunguan
Tak ada lagi merah meriah bermain membisikkan
Kerinduan indah jalinan percintaan
Semu telah pupus terpetik kebekuan
Tersisa kehangatan dalam lantunan kidung sendu
Memohon ampunan Sang Maha Pemberi Rindu
Atas kekhilafan terus menerus menggerus kalbu
Masih ada dan selalu bertahta setitik imanku
Ialah penerang gelapnya kekufuran hati
Sementara nikmat selalu tercurah dari Sang Ilahi
Setitik imanku pemandu kedunguan diri
Bertawakal mensucikan hati, bersyukur sepenuh hati
Tangerang, 09 Mei 2020
#musafiraksara
#episodebersyukurnikmat
KEKAGUMAN SEBATAS DOA
Karya : Samodera Berbisik
Terjalin ikatan tanpa syarat
Kekaguman mengalir hangat
Menyentuh jiwa menyapa beban hasrat
Atas kepedihan tersurat
Rindu mengiringi rangkaian kisah
Memapah resah, kian menjamah
Kebekuan tertikam masa lalu
Indah terlihat tak ubah nyanyian pilu
Keindahan kisah mematri rasa
Tiada memuai diterjang prahara
Namun, semua pelengkap cerita
Kekaguman sebatas doa
Bahagialah di sana
Di antara terjal jalan setapak-Nya
Nikmati lika-liku luka, usah bertanya
Aku akan selalu ada untukmu, tanpa terpinta
Tangerang, 08 Mei 2020
#musafiraksara
#episodeadatanpaterpinta
RUANG TAK TERJAMAH LARA
Karya: Samodera Berbisik
Hanya diam berteman sunyi, bersimpuh tunduk mengurai butiran bening. Menyapa hening tanpa mengusik geliat rerintik ingin, seirama nyanyian batin.
Selaras nada dalam syahdu kidung doa, ketika raga tiada kuasa menghapus air mata juga peluh nestapa. Abadilah namamu di palung hati. Terluah cinta sejati-Nya cinta.
Kumiliki hatimu, tersimpan pada ruang tak terjamah lara. Hanya bahagia menjadi penghuni, hidup damai dalam lantunan kasih. Setulus matahari menyinari bumi. Cintaku dalam doa tanpa jeda untukmu, hanya padamu.
Tangerang, 07 Mei 2020
#musafiraksara
#episoderuangcintadalamdoa
TIRAI
Karya: Samodera Berbisik
Senyum berselimut misteri, tak mudah terkuak
Berbinar cahaya netra, bila bercakap ria
Tawa renyah mekar semerbak
Terluah bahagia pada setiap rangkaian cerita
Tahukah engkau, semua tak lebih dari tabir
Lirih hati mengeja takbir
Memperkuat jiwa dalam pergulatan getir
Pergerakan langkah perjuangan sering terpelintir
Sesungguhnya tirai selalu menebal
Menyelimuti perih menyayat, nestapa bergumpal
Menyesakkan rongga dada
Irisan seribu luka menggema
Tak ada yang tahu, kidungnya selalu terdengar merdu
Langkah terayun tanpa ragu
Menatap harap meraih bintang di langit nan biru
Adalah .... tirai penutup risau kalbu
Tangerang, 06 Mei 2020
#musafiraksara
#episodetirai
#Puisi_Empat_Larik
DAMAINYA DIAM
Kulebur rindu dalam doa
Kusimpan namamu dalam palung rasa
Menyatulah jiwa dalam pelukan keheningan
Hingga kita dapat mencumbui sunyi dengan damainya diam
Samodera Berbisik
Tgr, 04 Mei 2020
CINTA YANG DEWASA
Karya: Samodera Berbisik
Langit di taman hatiku masih menampilkan wajah murung. Engkau matahari jiwa akhir-akhir ini diselimuti awan hitam. Sehingga sinarmu hanya sesekali menembusi hati.
Isyarat yang engkau kirim lewat angin, telah mampu kuterjemahkan dengan penuh penghayatan. Oohh, betapa riuhnya gemuruh badai menghantam pelayaranmu.
Kini aku mengerti tentang rerintik sendu dan gerimis pilu sebelum hujan lara yang merajalela. Mematahkan rumah cinta kita. Porak-poranda, terpisah sua, dan saling memeluk kecewa.
Duhai kekasih, jarak membentang diantara kita. Namun senyummu masih terus menghiasi kerinduanku. Tersadar kini, engkaulah cinta yang dewasa, mengajarkan kepadaku betapa indahnya jalinan rasa menyatu dalam bait-bait doa.
Tangerang, 05 Mei 2020
#musafirakasara
#episodemenyatudalamdoa