NYANYIAN SUNYI
kubuka lembaran kalam di mata batin terpejam, kupinjam suara daud dari bisikan sami' membuka pintu langit memetik hikmat di setiap larik, detak jantung nadi seirama memuji; ya hu, rentak tak sesak sejurus kunci salawat salam diaminkan.
pada rasulullah pemilik syafaat yang agung, kugantungkan harapan mendiamkan tangis alam baka berkabung. tuhan menguasai fajar dan senja berpulang, aku tak berpaling sejengkal jejak tak berjarak, dekap aku tuhan erat-erat.
matilah nafsu di kedalaman hati
aku kembali sunyi merenung diri
Romy Sastra
Jakarta, 29 Februari 2020
PUJA
Romy Sastra
sabda bhagawad gita bertitah di dalam jiwa;
beri santaplah yang bercahaya! semoga tuhan memberikan kenikmatan keselamatan, karunianya welas asih. cinta menyadari di setiap hidup berbakti, alam titipkan pesan kearifan lewat rasa. jagadhita menyimpan madu diteguk jangan mabuk!
permata semesta cupu manik astagina memancarkan kemuliaan menutup pintu kegelapan
jalan terang tak berbatas menuju sukma kawekas.
duduk bersila semedi sedari awal mengabdi
tubuh bersimpuh menyerahkan ruh
puja bernapas lepas mencuci lingga
dada terbuka lebar seluas samudra
bunyi syahdu syahdan genta bajra dimainkan
ingatkan pangling pagi siang sore menuju sangga pura
mantra asana, pranayama amustikarana, karasodhana
kelana menutup mata memuja sang hyang widhi wasa;
oh, puja trisandya membuka sakala niskala
hadirlah cahaya
om, shanti, shanti, shanti, om...
Jakarta, 28 Februari 2020
DEBU YANG TERSISIH
hujan di mata sendu
bunga dahaga layu
taman-taman di bulan berseri
ilalang menantang matahari tak mati
terik cermin kaca retak seribu rupa
debu di wajah pasrah
yang diterbangkan angin
tersisih di lantai permadani
lenyap disentuh air tak bersedih
debu tetap nirmala meski terbuang jauh
sungging di bibir merupa nebula
sementara saja aurora bermain cahaya
kisah kasih jadi kenangan tak berdian
hujan terus turun kenangan padam
sejatinya cinta tak memandang kasta
ahh... kejora, enggan kelipkan sinaran
bulan akhirnya malu di balik cemara
debu-debu hilang entah ke mana
aku kedinginan
Romy Sastra
TIM Cikini 220220
KEMARUK RINDU
Aku menyatukan gerak mata, menilik sejurus pandang, memisahkan gerak benci jadi tarian tasbih tentang tembang rindu; ya Ilahiku
Aku berputar mengelilingi altar diri, bersembunyi mengendap-ngendap mencari cinta tempat mengadu tentang doa; ya mujibu
Aku menyalakan obor kematian, membakar berhala di nafsuku, kubuka pintu segara menyelami ke dasar hati, menyaksikan kilauan seperti beling kaca retak seribu kepingan; musyahaddahku
Aku memacu sembrani berlari, membawa sebilah pedang di dada, mendaki puncak thursina menembus lapisan kembang kol menuju titik nol; mukasyafah itu
Aku sampai di tempat ketenangan, dan tak ada lagi gelisah, aku tersenyum menatap siang tanpa penghalang; pertemuanku mahabbahMu
Dan aku kemaruk, bernapas sepanjang laju keluar masuk
Romy Sastra
Jakarta, 18 Maret 2020
TEGAR DI JALAN SUNAH
Jangan bunuh maruah sunahmu yang lagi berevolusi dari terbukanya aurat ke jubah yang lebih bersyariat. Berdakwah tak selalu dengan ayat-ayat fikih, akhlak yang diutamakan potret keimanan, jadilah seperti bidadari surga yang menabur cinta. Ukhty dengan adanya kicauan burung-burung mencuit, angin akan meniup sepoi bahkan meluluh-lantakkan bunga iman yang mulai tumbuh. Jika onak galau tak siap melawan cabaran dengan senyuman. Maka akan berujung konflik hati dan pikiran, hingga bermusuh-musuhan kepada ujian, justru akan menghanguskan amal yang dipersiapkan menuju tangga ridho Ilahi, sayang kan?
Pahamilah!
Ujian dan cabaran adalah cerminan konsekuensi insani pada prosesi hidayah kau lalui dari-Nya, untukmu dan untukku bagi kita semua, demi menampakkan betapa eloknya bahasa sunah kau bawa dan kita sandang dipegang dengan teguh tak rusuh. Dan meski telapak kakimu penuh duri melangkah, jubahmu kotor dilempari najis cerca, kau tetap tersenyum bersama alam dan bijak dengan keadaan yang menghakimimu dari ketidaktahuan mereka atas perubahan yang kau lakukan, ia akan menjadi ladang ibadah untukmu. Dan itu, kalau ukhty mau diam menunjukkan senyuman tak bermuka masam tak melawan, tetap bangga pada jubah sunah serta ikhlas kepada mereka, tak ikut menabur bensin ke tungku yang bergelora.
"Wajidaha wajidahu saja"
Jika ukhty gerah dengan segala cabaran itu,
ia akan paranoid di hati nantinya, karena bumerang sudah hidayah yang diraih dari hidayah-Nya, ironis amal pupus tak lagi menjadi pegangan di pengadilan maha adil.
Tidak semua alam itu berwujud setan, ada sekenario-Nya menjadikan semua ciptaan khalifah kepada yang lain. Allah maha bijaksana kepada ciptaan-Nya. Maka, berpikir dan bermohonlah akan bimbingan dari-Nya. Hanya orang-orang yang sabar dan ikhlas menjadi kekasih-Nya, serta menjadi umat terbaik di hadapan rasul-Nya. Bukan jadi orang-orang yang berkeluh-kesah dengan ujian, hadapilah dengan cinta! Biarkan estafet hidayah berpaling juga padanya yang akan mengikuti jejak-jejak fitrah yang kau jalani, kau berhijrah.
Tersenyumlah ukhty kepada koloni awan hitam, jangan menutup alam tak berdian. Akan tetapi, sesaat ia akan turunkan hujan membasahi gersangnya halaman dan jalanan yang kau lalui. Jadilah seperti pelangi selepas hujan reda, akan ada terik menyinari menyapa senja. Selagi arif dan bijaksana dengan jubah iman serta dakwah yang kau bawa-bawa.
Ukhty; bahwa ilmu, senyuman, dan amal itu indah. Lihatlah wajahku, ada cinta untukmu.
Romy Sastra
Jakarta, 18 Maret 2020
SASTRA GELISAH
kepada angin kukabarkan serat hati
bahwa malam ini sunyi
aku tiupkan rasa untuk kedasih
kepada riak nan mendebur riuh
buih-buih terhempas bias
nyiur melambai damaikan camar bernyanyi
kelopak jangan layu daun masih bisa kusentuh
batang tak dipatahkan, bunga kenapa malu?
kumbang bermain peran adalah cabaran
sampai di mana kelopak bermekaran?
taklah sajakku gersang jika aku masih kau sayang
biarkan ranting-ranting jatuh ke bumi
meski madah ini gelisah, malam berkabut,
bulan malu di balik awan
jangan si pungguk merindukan angan
oh, bunga senja nan ranum
di semenanjung laut china selatan
ingatkah lambaian i love you dariku?
ketika hendak berpisah.
jemarimu berat lepaskan kepergianku
kini kau tak bersua lagi
hanya bait-bait sastra kurangkai ke muka buku
aku ceritakan kisah rinduku tak pernah sampai
pada siapa anganku melaju?
aku kedinginan sendirian.
jalinan asmara di beranda senja tak lagi indah, tarian angin melahirkan tanya
di mana kau kini?
andai pelita redup cinta kasihku lilinkan di meja
aku bersenandung di dada noktah
lengan arjuna memeluk erat srikandi
sudikah kita bersama?
kukirimkan syair ini lewat maya
pada tarian hati nan bersahaja
bersemilah dikau gita digores pena
sebait doa berbungkus sastra memandu rela
meski kita terpisah jarak gunung dan samudra
masih bisakah setia membaja?
ah, entahlah...
sedangkan kita telah berpisah.
Romy Sastra
Jakarta, 16 Maret 2020
MENOENGGOE
Kepada Noerlelie Nasoetion
Kekasihkoe,
Gila akoe menoenggoe
Segala kerdja berat terasa
Segala pikiran gelap goelita
Koebawa berdjalan
Tidak djoega hilang
Awan bergoempal-hitam,
Doenia kosong-kelam....
H.B. Jasin
Djakarta, 13/VII-203
Catatan;
Satu naskah puisi H.B Jasin kepada kekasihnya perempuan Batak dan sangat dicintainya.
MAKNA HAYAT
Romy Sastra
kepada gerak nadi tiada henti
titipkan kehidupan di alam diri
bersatu anasir ruh dan maha ruh
aku iktibari titipan
tertumpang sesaat saja
kepada denyut jantung pujian
adakala rusak terhenti memuji
aku ikuti irama bernyanyi satu nada; hu
kepada laju napas
berhembus keluar masuk
tangga nada terindah meski berbisik
irama syair nan mulia; ya hu
kepada akal pikiran
jembatan pertemuan menuju keabadian
ayat-ayat suci kabarkan pesan religi
aku memaknakan
bahwa mencari-nya,
sangat susah taklah sulit
dan kubuka tabir mursyid
ternyata wajah cinta maha luas
ada di ruang lingkup lahir batin
aku mengenali sangat jelas
Jakarta, 13 3 20
MIMPIKU USAI
Romy Sastra
siulan semalam riuh
sayap-sayap terbang bernyanyi di dahan
seekor merpati kedinginan terkurung sepi
dingin tanpa selimut kekasih; tersisih
oh, tetesan rinai malam nan tersisa
jangan undang kedukaan mimpi
yang koyak tergigit resah
impian tak bersemi
rinduku hampa
pejam bola mata layu rupa
tentang satu purnama enggan tiba
kenang memori berselimut history
tak dibuka lagi kukunci saja
mimpiku usai selimutku raib ke mana?
Jkt, 7320
CARANO MINANGKABAU
Romy Sastra
tuanku titipkan tigo tungku parapian di tangah gelanggang, dendang ciptakan kasieh jo sayang, tarian tak sarampangan, tentang carano tuah sakato; mamak rang sumando, anak daro ayah bundo, dihidangkan pambuka kato sabalun tanak masak di barando rumah; adaik tampek baiyo.
carano pambulek kato; diisi gambieh pinang sakapuah sirih, dulamak panutuik carano, bakiasan panutuik rahasio di dalam rumah
simbol ukhuwah sabimbiang tangan
tigo tungku parapian nyalokan maso depan; panghulu, cadiek pandai, alim ulama
pabimbing nagari panjago norma jo ugamo
jaan padam dian ditantang globalisasi
kokoh sarupo sabda kersani di tubuah adam
manancap ka bumi
lalu, tuanku titahkan kearifan adaik nan ndak lakang jo paneh, dan ndak lapuak jo hujan
dalam motto rajo: adaik basandi alur, alur basandi patuik, sabda rajo dituruti
di tantangan zaman tungkek panghulu dipaciek arek, untuak panunjuak jalan anak kamanakan, lestarikan adaik jaan dijua-balikan, adaik jaan dituka, sabek alah mufakek musyawarah. akidah alah tapatri di nurani, ulama tarangi. adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
sabda nan tasimpan di dado manyinari isi kapalo, cinto tetaplah cinto indak baganti jajok kan nan ado, budayo manjadi sajarah di satiok laku dipaliharo; kok ado seso larai ka dado!
Jakarta 5 Maret 2020
VIROLOGI
Corona dianyam jadi ancaman
adalah pengkhianatan kehidupan
di mana skenario dunia bermain peran,
dan selalu Tuhan dipertanyakan.
Bukankah Dia welas asih?
Runtuh takutku menggeming risau,
tanganku bersarung enggan bersalaman. Mulut dibalut tak menyapa,
alis mengedip sapa.
Kucincang niat tak bernostalgia sesaat; aku resah
Di sini di rumahku,
aku bagaikan palkah di dermaga tunggu,
layaran terganggu.
Sebab mata bening dirasuki virologi dikaji.
Aku muntah darah berteriak, enyahlah wabah!
Musim tak bersahabat, aku memilih senyap berdoa.
Turunlah mukjizat! Selamatkan kami Tuhan, dunia belum kiamat.
Aku di pembaringan sepi menunggu isyarat;
sebab kau corona, apakah kita kalah?
Romy Sastra
Jakarta, 19 3 20
PERJANJIAN ITU TIBA
aku membaca isyarat yang tersurat
di lembaran ayat-ayat
tentang perjalanan zaman
hitam putih bergandeng seiring jalan membawa panji
sama-sama mengejar kemenangan
aku membaca riwayat perdebatan
para menteri kepada maha raja
tentang kerusakan di muka bumi
darah ditumpahkan dari kobaran api
dajjal dan mahdi berkompetisi
aku tersadar pada virus biologi
adalah tentara dajjal yang terlepas
karena corona itu skenario terbaca
risauku tiba di rimbun dedaunan
apakah akan gugur semua dan meranting?
nisan menjadi daftar para korban kematian
hari ini esok dan lusa
mereka mati ketakutan sebelum ajal tiba
Romy Sastra
Jakarta, 24 3 2020
REVOLUSI DIRI
Romy Sastra
memberontak pada kematian mencari cahaya adalah proses perjalanan; kota-kota berlari mengejar bulan, adakah daratan di sana tempat berpijak? dan nafsu-nafsu bergulung hitam mencari kenikmatan, adakah atma bening dalam hening?
aku melihat aku sepi di kotaku
padahal ramai sekali kelip berlalu lalang
tongkat yang dipinjam hampir lupa dibawa
aku melangkah sejurus doa
dan tiba kesaksian
sepucuk surat melayang di hayatan bertulis sabda;
...kau merugi, meski laba telah kau raup sebesar dunia...
ah, aku tertunduk lesu
memaknai isyarat batin
baru saja terjadi revolusi diri
pemberontakan meninju keningku
membuka minda menuju keyakinan
di mana jalan tuhan sudah jelas di depan mata
aku terlahir kembali
Jakarta, 5 Desember 2020
TARIAN BAYANG
kulenggang-lenggangkan tarian bayang
jemari lentik meminang goyang
aduhai si nona molek yang gemulai
tatapanmu renyah bibir berjuntai
menarilah menari tarian seksi melirik
biar kursiku berisik mataku mendelik
lantai berjungkit si molek terjepit
selendang mayang nona terlilit di leher sakit
kupandang-pandang bayang-bayang silam
rona tak lagi indah dikenang
entah tarian nona yang tak seimbang
ataukah tatapanku yang sudah jahanam
taklah terjerumus hidup ke dalam imaji
tutupi kening dengan hati
menunduk menunduklah meninju malu
biarkan bayang-bayang bersenandung rindu
HR RoS
Jkt, 010419
FINIS
.... jejak kelana diintai sejarah,
telapak kaki mencucurkan keringat, darah serta nanah di setiap jejak yang dilalui akan basah menjadi telaga dan subur.
sedangkan debu-debu yang melekat di kaki adalah air mata umur yang kian sarat di setiap jengkal tanah yang retak dan ia sekarat, lalu gugur ....
HR RoS
Jkt 310319
PEREMPUANKU
perempuanku,
kupinjamkan satu tulang rusukku padamu
atas nama tuhan berkenan
biarkan skenario-nya bekerja
dikau menjelma
seperti air mengalir tak sudah
memberikan kasih yang setia
perempuanku,
kau pendamping sepi di kala sedih
penghibur resah di kala susah
sebagai selimut dingin di saat ingin
terima kasih perempuanku
kau penyemangat tiada tara
perhiasan surga turun ke dunia
perempuanku,
berikan aku kebahagiaan itu
HR RoS
Jakarta, 300319
ITU LAYARMU TERBENTANG
Itu layarmu terbentang
pegang!
angin sedang garang ombak datang
berdirilah, jangan tumbang
satu saat laut pasti kembali tenang.
Itu layarmu terbentang
pegang!
jangan cair dek mentari membahang
usah terpesona cantiknya si kunang kunang
lihat laut saujana pandang
renanglah sampai ke seberang
belajarlah dari camar dan karang
pelaut selalu tahu haluan pulang.
Itu layarmu terbentang
pegang!
jangan pernah hilang timbang
jangan tertipu redupnya bayang bayang
belajarlah dari Sang helang
walau berat tetap terbang.
Itu layarmu terbentang
pegang!
sampai nanti malam datang
dan kau lihat purnama mengambang
terang cemerlang.
***
mari, mari..! marilah mendekat
kita berlabuh bersenandung kasih sayang.
Jakarta Kuala Lumpur 27319
HENING
sunyi memaksa kidung bernyanyi
biar tak ada lagi sepi
kidung dimainkan dengung
seperti puja bermantra hening
bunuh saja birahi duniawi
memacu hasrat mencumbui kekasih
bulan separoh tertutup awan
membuka tirai langit bertongkat tauhid
diam di atas kolam tak tenggelam
padahal perjalanan menempuh karam
mati dalam hidup menghidupkan tatapan
kasyaf-kasyaf nurani tersaji
bulan akhirnya padam
bintang gemintang bertaburan
perjalanan mati belum sampai ke tujuan
masih dalam godaan
jangan tergoda kemala
di mana surga dan neraka berada?
bersihkan hati di taubatan nasuha!
ya, kekasih 'kan tersenyum indah
HR RoS
Jkt 27319
SKETSA HAMPA
betapa banyak kanvas kuhabiskan
melukis sekuntum bunga
mewarnai rupa
betapa rasaku telah hambar
menggambarkan sketsa wajah
pigura patah lukisan tak sudah
aku menunduk
memadah bayanganmu dalam resah
ternyata kau tiada
HR RoS
Jkt 26319
DAHAGA
hujan telah reda
sepi jalan ini
kemarau tiba
hujan itu kembali
sunyi makin sunyi
aku dahaga
HR RoS
Jkt 26319
KEMELUT DI BALIK KEMILAU
rasanya baru kemarin bumi ini cerah
tapi hari ini tampak murung
tergambar segala pedih tak terbendung
semua berubah abu abu berselimut kabut
berkoloni misteri dan kemelut
apakah akan kiamat
ataukah hanya wajah khianat?
rasa ini seolah bernapas dalam lumpur
wajah-wajah resah murung
matahari rembulan menjauh
dunia seperti berkabung tak ada lagi senandung
kearifan mencari jalan tuhan tak dirindui
bayang-bayang diri sudah menghilang
tuhan, engkau masih penyayang
bertanya dalam simpul doa
adakah langit di sana lebih cerah?
dan bumi menderma damai
lalu congkak dan egois silih berganti
datang bertubi-tubi
membenamkan kedamaian di bumi pertiwi
berdamailah kabut bersama awan
hujan turunlah
dada ibu suburkan
mari bersyukur
damai tercipta di tanah merdeka
Romy Sastra
Jakarta 08,02,19
DUNIA KORBAN HOAX DAN PROXY
gaza berdarah,
tikai tak kunjung usai di bumi ambiya
israel vampir di tanah berpasir
yaman teraniaya,
amal hussain potret kelaparan
peperangan suriah tolong hentikan!
perang saudara antar kekuasan bukan akidah
tuan-tuan ber-unta mewah?!
jubahmu berdarah bernoda najis duniawi
etiopia, zambia, liberia, nepal, zimbabwe, burkina faso, togo, guinea-bissau, djibouti, haiti, india, banglades, kamboja, zambia, nigeria, angola, yaman, republik afrika tengah, madagaskar, komoro, mozambik, sierra leone, dan sudan kelaparan, lapar, lapaarrr ...
lapaaaaarrrr ....!!!
mereka lapar
afghanistan, irak, iran,
dikangkangi hoax dan proxy, luluh-lantak masihkah punya nurani?
bertabayyunlah, jangan dibodohi hoax.
korea utara dan selatan dua negara bersaudara
tertipu tak sadar diri diadu domba hingga kini
di mana malu?!
rohingya, uighur, genosida merajalela
hanya demi eksistensi ekonomi, akidah dirongrongi
timor timur referendum,
indonesia kecele di tangan yang santun
timor leste merdeka, siapa disalahkan?
lemahnya dada generasi di tangan proxy
belajar pada pengalaman buang kebodohan!
nusantaraku nusantaramu, nusantara kita
mari bersatu, jangan mau diadu
di bawah panji merah putih
di dada garuda terbang bersama
behinneka tunggal ika
dunia benar-benar dicekam hoax dan proxy
seperti elang menantang perang
seperti kelelawar mengintai malam
menikam, menerkam pertiwi diam-diam
tafakur sejenak, memikirkan konflik dunia ini
bisakah satu puisi mendamaikan teknologi?
idajil mengintai di setiap sendi
Romy Sastra
Jakarta, 06 Pebruari 2019
TITIAN PERSAHABATAN
di suatu sore di suramadu
kutatap nun di sana
ada kemilau di dermaga surabaya
patung yos sudarso
komando itu
cinta yang sudah tertanam
dijalin ikatan jembatan
surabaya dan madura dalam sejarah
di riak-riak selat fery menyebrangi
kita bernyanyi indahnya alam ini
madura, ulurkan tanganmu
kusambut jemarimu ke dadaku
surabaya tersenyum dengan sejuta pesona
mainkan kerapan sapi
berjingkrak kuda-kuda kepang
di pentas budaya timuran
mari bersimfoni dengan senyuman
tentang kasih yang tak pernah sudah
sinergi cinta hingga sepanjang masa
HR RoS
Suramadu 290119
SENANDUNG RINDU UNTUK RIO SASTRA
bias-bias embun pagi tak kunjung kering di hamparan kebun teh,
semilir berbisik lirih di sela pohon bambu
kicauan memanggil kedasih di daun rimbun
terbanglah ke alam luas ini duhai yang tersisih
usah menyunting rindu yang semu pada pujaan
biola pagi gesekan rindu yang tak bertuan
menjadi musik kehidupan menempuh senja
rindu akhirnya berselimut bayangan
nun jauh di sana
dari kesibukan ibukota
dalam lamunan bocah di kaki gunung lawu
di gubuk sunyi bergumul resah
tatapan si kecil ke dinding rumah selalu bertikai
kenapa pengap tak ada nada memanggil
dari ayah yang selalu dirindukan
rindu terburai
batinnya dirundung sansai
kau si bocah telah remaja
tumbuh tanpa dekapan orang tua
yang selalu ditinggal pergi
pada noktah jemari mengitari jejak hari
sebab, telah ayah rantaukan nasib ini nak bersama ibumu
sabarlah di rumah, buka jendela dunia
'kan kau dapatkan pelita di ujung pena
ya, halaman rumah sudah dihiasi taman bunga
ada biota ikan-ikan kecil mencumbuimu
ia mengajak berlari
apakah resahmu masih menyelimuti?
ah, aku tahu anakku
kau butuh kasih sayang yang padu
sabarlah sekejap tentang rindu
sebab perjalanan ayah tersendat di bayangan sendiri
jejak-jejak yang ayah jelang adalah kehidupan menari
roda masa pada lorong-lorong kota dijajah lara
ayahnda bersenandung lirih di kala duka
lewat maya menyapa di ujung tinta
memadah rasa hiba untukmu di masa senja
oh, awan yang berarak
jangan risaukan musim di kaki langit
oh, misteri yang menyimpan historis
kutitipkan si buah hati dalam wilayah brawijaya
dekap-dekaplah dengan tuah dan keramat wali
ya, ilahi rabbi, jagalah kami
berkahi kehidupan ini sepanjang generasi
anakku, ayah kirimkan secarik tinta pujangga
tembangi kearifan rasa bersimponi pilu
dalam aturan budaya sang prabu
di kaki gunung leluhur itu
gunung yang menyimpan lelaku
ya, di kaki bukit yang asri
si buah hati kutinggalkan dalam cinta
menjelang dua dekade
kau kini sudah remaja
putra itu,
siang hari bermain berlari
mengisi hari menutup sepi
pada senja tiba dikau bermuram durja
bertanya sendiri jauh ke dalam jiwa
di manakah ayahku berada
yang tak kunjung kembali saat-saat dirindui
ketika pikirmu tak terlerai
bulir-bulir membuncah di pipi
mengalir ke sudut bibir,
uhhh... matamu terkatup lirih
ke mana kan kucari ayah bunda yang jarang ada di rumah ini
pelerai rindumu hanya bermain ilusi
pada sisa-sisa idulfitri yang lalu
senyuman yang disimpan di lemari buku
ejalah selalu,
satu tatapanmu tak didapatkan di kala sendiri
kenapa potret ayah dan ibu tak dijumpai di dinding rumah ini
oh, ayah
ayah dan ibu
dikau penuntun penerang jiwa nan sepi
kembalilah!
terangi rumah ini dengan cahaya cintamu
silih berganti padi di kampung ini berbuah
di tepian jalan menurun mendaki
masa-masa libur bermain ke sawah
di sawah tersusun indah tanah-tanah bertangga
musim panen tiba belalang kehilangan sarang
capung-capung bergoyang menyambut pesta panen di tanah rengkah
rindu merayu pilu,
uuhh... pulanglah ayah ibuku!
betapa indahnya desaku
ananda,
selalulah tersenyum menatap pelangi
berharap bianglala merupa jadi cinta,
jangan biarkan kisah jadi opera warna saja
piguralah sendiri dengan sejuta kata
menjadi sajak-sajak yang indah
senja menghias di kaki gunung lawu
kabus-kabus berlalu
sendu membuncah gerimis di hati
leraikan tatapan lirih
pada pelangi akhirnya malu di sudut netra,
dan redup tertutup kabut di senandung rindu
senandung ini bukan senandung semusim menghampiri diri,
tapi sudah lamunan hari-hari menyulam hati
semusim hayati disemai
padi itu selalu menguning
silih berganti dituai petani
ayah... kau tak jua kembali
tinggalkan seribu kota yang kau lewati
ayah... kembalilah ke desa
di desa kita berlari
mengejar capung-capung terbang ke sana sini
yang dulu kunikmati gigitan di jemari kecilku ini
kembalilah pelita jiwa, oh ayah bunda
mentari sudah meninggi
menara pucuk bambu merayu memanggilmu
temani ananda sekali lagi
biar kudekap kau erat-erat di gubuk kecil ini
testimoni rasa
dari rintihan si putra di balik telepon
kala senja menyapa ayah bunda
di jendela maya
HR RoS
Jakarta, 311218
LUPA MEMBACA SEJARAH
tarian itu tolong hentikan!
sapa segara pada kupu-kupu di daratan
sebab bumi akan berguncang
dadanya sudah sakit ditikam fitnah
jangan lagi berselisih paham
di mana kedamaian?
bertasbihlah wahai insan-insan
alam tak pernah berhenti memuji
sedangkan kepodang bertasbih pagi petang
rumput-rumput bergoyang
lalu, apakah kita lupa tentang perjalanan
lupa jalan pulang
lupa pada kebenaran
lupa pada tuhan
sedikit saja laju sudah ada jurang menganga
jangan menyesali diri
ketika gempa terjadi
sedangkan mata tak mau lagi membaca generasi tertutup sejarah
isyarat tak lagi dimaknai
hati bertikai jalan terbengkalai
di mana doa
terlambat sudah dibaca
HR RoS
Jakarta 2018
AKU DAN TUAN GURU
lembah-lembah diri kuhadang
melipat tengkuk membungkuk
menurun mendaki dengan lafaz ilahi
jalan-jalan terjal ditelusuri
memasuki alam
rongga rimba raya
aku dan nafsu
mengikuti jejak langkah fana
mengintai di setiap tengadah doa
memohon mahabbah
aliran tenang mengalir di telaga kaca rasa
bersabdanya sang penunggu kasta
di tingkat makam yang tinggi
untuk apa engkau datang kemari
yang hanya 'kan membawa ilusi
tuan,
aku datang kemari membawa cinta
izinkan aku bertanya tentang azali berdiri
ya, tuan penunggu sagara alam diri
baiklah,
jika satu langkah kaujelang
maka, pahami keluar masuk nafs memuji
jangan berdiri di kaki menapaki
jangan duduk di tilam permadani
berpijaklah di tempat rasamu bersembunyi
'kan kau tahu rasa yang sejati
bersila pada embun-embun malam
di ruang yang teramat sunyi
di sana sabda itu dibisikkan
la ilaha illa ana, innani anaallah
pengakuan maha raja tertulis
di dalam lembaran surat rahasia
Alqurannul karim, tersakiti di meja hakim
pasubhannallazi biyadihi ...
akhir kalam ayat-ayat suci
subhanna rabbika robbil izati ...
ia adalah penutup segala doa untuk kekasih
sesungguhnya itulah sabdaku
pintamu akan azali itu
keakuan kesucian-Nya segala maha
sadari sedari kini
jangan tersesat jalan menuju pulang
sedangkan godaan datang silih berganti
tongkat bersabda;
kembalilah turun ke mayapada
pegang nukilan tauhid dari mursyid
jangan lengahkan barang sedikit
meski sulit dan pahit
ia jembatan sirothol mustaqim
saksikan kehadiran kekasih di setiap daim
Romy Sastra
Jakarta, 251218
PAGI TERAKHIR DI BUKIT SRI PUCHONG
arunika hampir tiba
membelai manja dedaunan
merpati menyambut hari
semalam sayapnya diselimuti angin
tentang hujan yang tak kunjung reda
siklus musim irama semusim
membawa dingin menyemai ingin kepada batin
seperti laju kereta api singgahi tiap stasiun
ia kembali membawa isi ke destinasi....
kendali masinis
merpati bukanlah kereta api
adakala ia terbang kembali dan tak balik lagi
sejauh apa kisah dilalui
hanya kedatangan ke sekian kali adalah janjian
pada jejak-jejak yang tertinggal jadi kenangan
langkah menyusuri lorong kehidupan
dian di tangan selalu menyala
taklah kunang-kunang diraba
dada menabur pelita
dhiyan telah tiba
menghapus embun semalam
dahaga telah diteguk doa
genggam cita lerai resah
dayita... pahami kisah!
tentang merpati yang kembali
merajut sangkar terbingkai sepi
selendang membelai bayang-bayang
titipkan kasih sayang meski tak indah
jejak yang terpijak titipkan sejarah
andaikan merpati tak balik lagi
jangan sesali kepergian
lipat saja kenangan di peti mati
HR RoS
Selangor 12 Desember 2018
KADO PUISI UNTUK ARINA
di hari ulang tahunmu
aku memadah kata tentang masa
di mana tangisan pertama terjadi
sebelumnya ada di dalam rahim
tangis pertama itu
awal perjalanan dunia dibungkus kain
di hari ulang tahunmu
aku berbisik pada larik-larik
tentang matahari yang akan tenggelam
berjuang menjadi srikandi kehidupan
lilin di tangan nyalakan
jadi pelita pejuang pendidikan
di hari ulang tahunmu
aku tak membawa kado mewah
seperti kue tar di meja yang berputar
aku di ujung jalan berdoa
dan kirimkan dari jauh satu puisi
berharap hidangan tak bernampan dimaknakan
di hari ulang tahunmu
kata-kata kusulap jadi sekuntum bunga
hanya berbentuk puisi yang kumadah
terimalah persembahan ini
kado di muka buku maya
meski tak indah
di hari ulang tahunmu
di waktu yang tersisa ini
semangatlah selalu
kehidupan terus berlanjut pada generasi
jejak-jejak perjuangan jadi pelajaran
untuk kau dan si buah hati
jaga mereka sampai mati
selamat ulang tahun untukmu arina
sukses selalu hingga menutup mata
Romy Sastra
Jkt, 020118
MENATAP HALAMAN KEDUA
Romy Sastra
kemarin adalah cerita
yang lampau menjadi sejarah
kekinian realita
history seperti daun-daun kering jadi sampah kenapa enggan dibuka
padahal ia organik jadikan pucuk berbunga
sedangkan ranting kokoh menyambut kedasih
meski batang 'kan roboh ditelan usia
angin kian lirih menerpa
siklus datang dan pergi
tegarlah
di halaman pertama kisah baru saja dimulai
mengiringi laju yang terus berlalu
menuju bakti berikutnya
pada halaman kedua menyemai haluan ketiga dan seterusnya hingga selesai
biarlah nama dan sejarah tertulis di batu nisan
berpuisi sunyi
ilalang siap menemani
HR RoS
Jkt, 3119
WAKTU MENINGGALKAN PAGI
benang nostalgia dikenang
jalan pintas menembus batas
mengiringi tarian pagi menjelang senja
ada terik menerpa
dan bunga-bunga bersemi
kupetik satu warna putih
kutitipkan pada akar belukar
berharap tirani kasih tumbuh kembali
kedasih bernyanyi riang
yang lalu telah menjadi kenangan
kekinian adalah harapan
estafet jalinan obsesi yang silam
telah berganti
pergi meraih seribu cita di kemudian
jadikan pengalaman
tumbuhlah dikau bibit kusemai
berbunga daun berjuntai
akar-akar kuat mengikat erat
jangan roboh dihempas badai
pada puisi kutitipkan selasih
pengobat hati yang tersisih
biar mewangi sepanjang hari
tumbuh bersemi
tak lagi menyimpan benci
ya, dada ini terbuka
ulurkan jemari
ada cerita tersimpan di peti mati
kita buka lembaran tak bermain mimpi
meski waktu meninggalkan pagi
Romy Sastra
Jakarta, 12119
SAJADAH JIWA
memilah-milah benang sutra
dari serat ngengat terjalin erat
lalu, dipintal seikat renda dijahit kuat
jadikan payet sajadah
pada setiap langkah napas terjaga
jiwa ini telah lama berjodoh pada bakti
semenjak ar-rabbani menitipkan janji azali
ruh menyanggupi, batin menyadari
tafakur menemui sunyi
di sajadah jiwa di labirin rasa
nadi-nadi bergetar memuji
jantung bertasbih
menyemai cinta di singgasana
berharap tatapan bermusyahaddah
seluruh noda tercuci bersih
tak lagi tersisa
pulang tak melenggang
tangan kosong tertulis misteri
adakah salam terucap
hendak jabat terjawab
yakinlah,
bahwa, ar-rahman ar-rahim
maha penerima tobat
HR RoS
Jakarta, 150119
EMBRIO CINTA
Romy Sastra
Desah cinta setetes darah hina berkoloni
sukma kasih menyatu dalam garbah
terbentuk bibit insani
bertanya Hu pada ruh:
Kutitip amanah-Ku ke dunia kelak.
Adakah engkau sanggup memikul titah dunia sepanjang kematian?
Sedangkan engkau ruh, tercipta dari sabdaKu.
Ruh kehidupan pertama dalam Qolam azali
Dituntun detail tentang indahnya rahsi.
Azali tergurat misteri
di setiap detik-detik laju cipta
lena seperti melayang dalam nebula
segalanya serba ada, pasrah senyum mesra
berdialog belajar cinta bernapas Hu
detak-detak memandu berjalan jauh
tetap langkah itu di hadapan Ilahi.
Hu bersabda pada ruh:
Siapa Rabbmu ya, ruh?
Engkaulah Rabbku, duhai kekasih
Embrio lahir ke dunia
dunia alam kematian
tersesat jalan negeri apa ini?
Aku tak lagi menemukan kedamaian
yang ada kebisingan
si jabang mencoba tenang kembali
pada adzan memandu asma-asma puji
yang dikenal dari rahim
baru saja tertumpah lewat goa garbah
jabang bayi maha bingung
hanya bergantung pada titah suara:
Ayah dan Ibu, merdu tapi semu
Si jabang bayi belajar bermusyafir sendiri
pada dunia kematian mencari lembaran azali
untuk bekal jalan pulang ke alam abadi
HR RoS
Jakarta, 11119
YANG
yang,
kenapa hujan itu tak kunjung reda
kupu-kupu enggan terbang
burung-burung tak bersiul
hujan semakin panjang
yang,
hangatkan jiwa kita dekapan sayang
jangan tingkah berbuah lara
menyulam benang kusut semakin parah
berpayung kita berdua berlain rasa
serumah berjauhan hati
yang,
tataplah wajah rinduku
biar kudekap dikau
ke dada cinta
di sana tinta langit menggores pilu
basahi luka kian berdarah
semestinya hujan membasuh luka
luka koyak menjadi nanah
tikai yang tak kunjung usai
yang,
sudahlah merajuk
pagi sudah meninggi
lembayung rindu di atas embun syahdu
kemilauan kalbu telah berlalu
berdampingan kita tak lagi mesra
cinta di ujung sansai
mentari pagi enggan bersinar
iklim mulai berganti
jangan gundah memamah rasa
menikam bahagia kita
kutanya dikau di bawah payung hitam ini
masih hangatkan dekapan kita
pada goresan tinta memadah tanya
akankah kita hidup berdua selamanya
dalam suka maupun duka?
yang,
meonglah!
jangan dikau diam saja
HR RoS
Jkt, 100119
Yang, kepalamu peyang.
LELAKI SENJA
redup cahaya di tepi senja
lelaki gagah ditikam masa
bayangan menjauh jejak berlalu
melangkah ke depan kaku
anak-anak merpati di daun pintu
bercumbu
lilin dinyalakan tak cukup waktu menerangi
sebab kelam terasa panjang dihadang
untuk apa meminang putri malam
sedangkan senja telah sunyi
kembalilah ke rumah!
jalan datar sudah berlubang dijejaki
usah berkelana lagi
mencumbui kunang-kunang
lebih baik memetik mutiara
yang bersinar di dalam hati
di sana pintu pulang
jalan abadi
HR RoS
Jakarta, 280119
SANTAPLAH TUHAN
kenapa mencari tuhan di atas perapian
tanak menggelegak di ubun
apa yang dimasak?
gejolak sudah lama matang
meja makan dihidangkan
santaplah tuhan! hingga tatapan lenyap
seperti musafir kelaparan tak kenal diri
sejengkal tanah tak berjarak dilangkahi
ke tempat mana kita kembali?
tanya nurani!
api di tungku akan padam
pelita tetap nyala
jangan mencari kebenaran di dalam kebenaran
yang ada tingkah
tak kusut rambut di kepala
sebab sepoi menyibakkan awan
berlalulah kebodohan!
usah permata dikotori
permata tetaplah permata
meski terkubur seribu tahun lamanya
berpeganglah pada tongkat
akhirat sudah dekat
yang dicari sudah nyata
HR RoS
Jakarta 27119
KUDA-KUDA YANG PATAH
telah kau nyalakan api di telunjukmu
membakari sayap-sayap garuda
sedangkan pelita kau ulurkan tak nyala
pundakku sudah berat ditindih perih
kau menyebarkan hoax dan kebencian
seperti jalanmu saja yang bercahaya
negeri ini selalu tersenyum
tak menyimpan dendam
di mana jasa para pahlawan disematkan
mereka menumpahkan darah hingga nyawa
demi kemerdekaan dari penjajah
kita lupa,
prajurit itu mati diterjang peluru
akankah kau selalu membuat isu?
sejarah mari dikenang!
tikai di negeri jazirah
jangan kau impor kemari
kami sudah lama berdamai dengan sunah
negeri ini bukan thogut
azasnya pancasila disusun ulama
budaya nusantara sudah menyimpan tauhid
tak percaya?
ah, tengoklah selendang usang ibumu
menyimpan air mata kerinduan
sebagai sajadah panjangnya di kepala
alif telah dipegangnya sebagai penuntun jalan
buka dada!
rahman rahim bersemayam di jiwa ini
tuhan tak benci pada keadaan
sadari!
kita yang telah membenciinya
dengan nafsu serigala
homo homini lupus jangan pelihara
tuhan memainkan peran
skenarionya berjalan di rahasia iman
kau dan aku, serta mereka adalah cinta
maka, bersatulah!
Romy Sastra
Jkt, 210119
Tidak ada komentar:
Posting Komentar