Perlahan hati tersayat tanpa terkelupas dan berdarah
Ngilu memerih
Saat berada di posisi salah
Kembali berkubang dalam jurang luka
Negeri tak bertuan, asing dan pengap
Jelujur waktu menganga
Tak mampu bersuara
Di titik mata angin tertunduk lemah
Rohul, 03022020
Suyatri Yatri
PRAHARA
Angin membadai saat wajah langit cerah membiru.
Adakah kecemburuan singgah di ceruk waktu hingga dendam bergumul menjadi keributan puting beliung?
Ah ... alam sering tak terbaca saat tanda mengabur
Sering ombak menggila saat pantai tenang tak menyapa
Akar-akar mulai mencium magma bumi du kedalaman rengkah tanah
Meletus dengan letupan kecil saat percikan api membakar
Terpental kata saat berselancar menggulung gelombang
Hingga dilema mengarungi samudra dan merobekkan layar,
Sauh tak lagi mencakar tiang-tiang kukuh
Bertumpahan segala rasa
dari gumpalan prahara di lautan prasangka
Hingga celoteh memajang
Luka lebam menimbun kelembutan
Dingin membeku tanpa setitik tanda tersisa
Rohul, 30012020
Suyatri Yatri
SEHATMU LEBIH BERHARGA
Jiwa takkan tenang
bila wajah pucat pasi terbayang
Rasa kian bercampur kegelisahan
Menafsir waktu dalam kecemasan
Sakit bergumul sesak di dada
Menatap kuyu bermata sayu
Ingin memeluk tubuh lemahmu
Merintih perih menahan sakit
Andai bisa kugantikan deritamu
Biarkan kularutkan
Agar tak lagi kudengar keluhmu
Di antara serpihan malam yang menanggalkan sabar
Aku hanya mampu menatap langit-langit
Tengadah merapal doa
Berharap Allah berkuasa mengangkat rasa sakit
Sehatmu menjadi bagian berharga di jiwa
Rohul, 29012020
Suyatri Yatri
KISAH LELAKI SETENGAH BAYA
Kisah dibentangkan di gelaran malam
dalam kelam, pelita padam
cahaya tak lagi membasuh alam
angin membisik kalam
Luka menganga
pada jiwa lelaki setengah baya
darah mengental tak nyata
namun lebam memerih di sekujur raga
letih memeluk duka
tertahan tangis sesak di dada
tatapan hampa
dari beban yang bergayut di jiwa
memberat ringkih raga
29012020
Suyatri Yatri
1/ SUNYI
Biarkan senja menggabak, saat retak makna dilipat sunyi. Ada sekumpulan rahasia yang terselip di ketiak awan. Ia tak ingin membebani rasa, sebab waktu tak pernah berhenti di satu titik. Angin masih saja berseru saat jiwa ingin meditasi di atas lempengan batu bernama sepi.
Masih di tengah perjalanan menapak jejak. Sementara sesak sudah berhimpun lelah di dada. Masih bisakah terus melangkah saat malam mulai turun merayap perlahan? Gugusan bintang pun tertutup gelaran permadani hitam.
Hening dalam gigilan dingin menggerogoti raga. Mengimla ayat-ayat rindu di bentangan kalam. Sunyi semakin sunyi berlabuh zikir dititipkan di sudut-sudut waktu kian memburam.
Rohul, 27012020
Suyatri Yatri
BAHASA CINTA
Hari ini tak ada sajian puisi paling romantis yang kusuguhkan
Hanya secangkir kopi diksi tanpa gula dan sepiring singkong aksara yang terletak di meja
Aku menatap lembut bola matamu untuk melihat kesungguhan rasa di belantara kata
Agar aku bisa memaknai bahagia bersamamu
Aku dan kamu menjadi kita
Dengan segala tanda tanya dan seru dalam keambiguan kalimat, kita akan menyatukan jiwa dengan kata penghubung yang tepat
Biarkan lebih dan kurang tertutupi oleh pelengkap waktu
Agar kemajemukan tak menjadi pemicu ego yang berdiri di antara duri yang membuat kita melukai.
Rohul, 27 Januari 2020
Suyatri Yatri
JIWAMU MENITIPKAN SEJUTA PESAN
Di balik jendela ada sederet kisah yang tersimpan
Izinkan aku menyelisik jiwamu
Lewat pintu rapuh yang enggan bersuara
Aku menikmati paras renta yang kulihat dengan batinku
Di lembaran atap berkarat, jiwamu menitipkan sejuta pesan
Alam menjadi guru kehidupan
Membaca dinding bersusun papan
Riuh sejarah menetes di tanah Kotoranah
Tumbuh subur di padang budaya
Bersenandung selawat diiringi petuah pantun
Rohul, 23012020
#SuyatriYatri
SUYATRI YATRI |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar