Kamis, 06 Februari 2020
Kumpulan Puisi Samodera Berbirbisik - TANYA TAK TERJAWAB
SINAR KEHIDUPAN
Karya: Samodera Berbisik
Tersenyum malu-malu, bersembunyi di balik kabut. Namun selalu hadir, hingga batas waktu berakhir.
Sinar garang menembus bumi, namun kini redup. Terguyur rinai, tiada henti. Memenuhi panggung kehidupan dunia.
Senja menjemput, pulang ke peraduan. Merebahkan diri dalam kehangatan kasih sayang. Lelap dalam peluk keheningan.
Esok hari fajar kembali membangunkan, perlahan bangkit mengecupi bulir-bulir bening. Kemudian menjalani hari, tanpa terpinta lagi.
Tangerang, 05 Pebruari 2020
TANYA TAK TERJAWAB
Karya; Samodera Berbisik
Ingin menjauh semakin dekat
Akan melepas kian terikat
Sebuah kebenaran, atau pembenaran
Suatu kesalahan, apa keindahan
Dimana meletakkan titik
Bila akhir kalimat, sebuah pertanyaan
Seribu rangkaian aksara dipasangkan
Tetap saja bukan jawaban
Alam pikiran tak mampu menjamah
Mengapa tak pasrah kepada-Nya
Membiarkan semua terjadi
Dan ... menjalani sepenuh hati
Tangerang, 04 Pebruari 2020
#musafiraksara
SEBATAS ANGAN
Karya: Samodera Berbisik
Jangan lagi katakan sayang, bila tak mau berjuang
Jangan bilang cinta, jika di bibir terucap kata
Rasamu sebatas angan
Sementara ingin tak ubah angin
Semilir membelai, lalu lenyap terberai
Tak ada jejak terpijak
Aku hanya meminta sebait puisi
Jemarimu tiada sudi menari
Apalagi bila menginginkan sepotong berlian
Dirimu mungkin pingsan
Terkapar, menggelepar bagai ikan kurang air
Sesak napas, tersendat, megap-megap
Tapi tak ingin mangkat
Sudah, bahagialah bersama jejak yang tertinggal
Atau bangga tentang angan hayalan
Aku masih akan berjuang
Inginku masih penuh dambaan
Maaf ... aku berlalu membungkus rindu
Kubuka nanti, saat sebatas anganmu tersadar
Dan rasa itu menyebar mengisi setiap sisi ruang hati
Tapi jangan lagi, mengharap aku kembali
Bisa jadi, diri ini telah mati
Terperangkap dalam imajinasi tak bertepi
Tangerang, 04 Pebruari 2020
#AksaraSakitJiwaAkut
@musafiraksara
SALAM RINDU
Karya: Samodera Berbisik
Salam rindumu telah kuterima
Lewat semilir angin, lembut membelai jiwa
Sehingga kecupan-kecupan ingatan kita
Melumat sekujur rasa
Duhai kekasih di palung rasa
Isyarat gelora cintamu mendekap sukma
Menghangati gigilku, menahan rindu
Pada harapan yang terus melaju, tanpa temu
Salam rindumu begitu mesra
Kubalas dengan lantunan doa
Semoga bahagia, menemani langkahmu di sana
Hingga suatu saat, Tuhan mengizinkan kita bersama
Bukan hanya salam rindu tereja
Namun berpagutnya dua hati
Saling merangkai asmara
Dalam lingkaran kebahagiaan, selamanya
Tangerang, 02022020
#musafiraksara
KECUPANMU MEMBANGUNKAN MATI SURIKU
Karya: Samodera Berbisik
Tubuhku terjatuh menggelepar, dan tertidur. Ooh tidak! Pingsan, di jalan setapak dengan kerikil-kerikil tajam. Tak ada satupun orang yang peduli meski banyak yang berlalu lalang. Tiba-tiba seorang perempuan sebayaku berteriak, "Tolong bantu aku, ini sahabatku, bawa ke dalam mobilku, katanya penuh kecemasan. Kemudian beberapa laki-laki mengangkat tubuhku ke dalam mobil. Lalu melaju menuju arah tempat tinggalku. Sebuah pondok sederhana, beratap rumbia. Di baringkannya tubuhku di atas balai tanpa alas dan bantal apalagi selimut hangat. Dalam tidurku, melihat sahabatku menelepon seorang. Tak berapa lama seorang dokter cantik datang memeriksa kondisiku. Setelah itu ia tersenyum dan membisikkan sesuatu kepada sahabatku yang juga ikut tersenyum. Aku jadi keheranan di buatnya. Kemudian mereka meninggalkan aku sendiri, setelah sahabatku kembali menelepon seseorang.
Aku melihat ragaku tertidur sendiri, tiada seorangpun menemani, "Aku benar-benar hidup sendiri di dunia ini," kataku terenyuh.
Dalam hitungan jam, tiba-tiba seorang laki-laki tampan membuka pintu reot pondokku. Suara engsel berderit menyayat hati. Laki-laki itu ternyata kekasihku, seorang pujangga yang pergi mengejar ambisi. Ia berjalan mendekatiku dan meraih tanganku begitu lembut, "Dek, bangunlah sayang, abang sudah datang untukmu, maafkan aku telah meninggalkanmu begitu saja. Aku tak menyangka kerinduanmu membuatmu seperti ini. tadi aku mendengar cerita dari sahabatmu saat meneleponku." Katamu perlahan. Aku berjalan mendekat untuk memelukmu, namun tanganku kembali melayang tak mampu menyentuh apapun.
Hari berganti setiap hari kekasihku mengunjungi tanpa lelah. Ini hari ke tujuh dalam tidurku. Ia mendekatiku, menunduk dan dengan penuh perasaan mencium keningku, "Dek, ayolah sayang bangunlah, abang berjanji tak akan meninggalkanmu lagi, kita akan bersama selamanya tanpa ada satupun orang mampu menghalangi. Dia kembali mengecup keningku sambil menitikkan air mata. Tiba-tiba aku terbatuk, membuka mata perlahan, "Abang sudah datang?" Tanyaku lemah. Ia memelukku dengan segenap rindu, "Alhamdulillah adek sudah bangun, abang tak ingin kehilanganmu." Jawabmu lembut. Kami berpelukan, "Abang jangan tinggalkan adek lagi ya?" Kataku manja.
"Tidak sayang, abang sudah berjanji sewaktu adek masih tertidur." Jawabmu mesra.
"Terima kasih sayang, kecupanmu telah membangunkan mati suriku." Jawabku bahagia.
Tangerang, 01 Pebruari 2020
#ImajinasiTakBertepi
JEJAK DI KESUNYIAN WAKTU
Karya: Samodera Berbisik
Ada yang tertinggal pada lepuhnya jemari
Jejak rasa yang tertera di sudut hati
Serpihan ingatan tentang kisah elegi tak terperi
Bersemayam lekat mengikat perjalanan kehidupan
Ingin kuurai dalam berai, agar sirna bersama angin
Namun nestapa telah menyatu
Bersama liatnya waktu
Tanpa aku simpan di ruang kalbu
Tak akan aku biarkan senja menangis sia-sia
Kepedihan yang terus merongrong masa
Menyadarkan diri akan sebuah garis yang tak terhindari
Selayaknya tunduk, bersujud tanpa bertanya lagi
Ya Robb ...Engkau cipta sedih yang demikian menyayat
Meninggalkan jejak di kesunyian waktu
Sebelum raga ini lenyap bersama perputaran roda dunia
Maka izinkanlah aku memohon ampunan-Mu, selama masih terpijak kehidupan ini.
Tangerang, 27 Januari 2020
#AksaraPerenunganDiri
#EMiMa
Biarkan pohon puisi berbunga aksara. Tanpa seorangpun menyirami air mata elegi. Hingga kelopaknya berguguran di hembus semilir angin. Dan, bersatu menjadi humus di bumi pertiwi.
Samodera Berbisik
Tangerang, 26 Januari 2020
SATU TITIK
Karya: Samodera Berbisik
Perjalanan aksaraku terus mengitari waktu. Melewati jeda tanpa terpinta. Suata masa ada koma yang benar-benar membuat terkesima. Entah apanya, yang membuatku menahan napas. Aku tak bisa menerjemahkan dengan larik-larik kalimat manapun. Ia mengupas segala kulit luka, tanpa secuilpun mengiris rasa. Seiring surya bergulir, pada sore yang emas, sinarnya menembus jantung. Jiwa melayang, terbang menjemput selendang lembayung.
Tersipu mengingat isyarat koma kala itu. Namun kini kesadaran telah menemukan kewarasan, bahwa selendang lembayung akan hilang saat sore emas pulang ke peraduan.
Esok hari, kulanjutkan pengembaraan aksara. Melewati hutan cemara yang sangat lebat. Semak-semaknya liar, membuat tersesat. Terperosok aku pada belukar jahat, sulur-sulurnya menjerat dan mengikat. Jedaku pada belantara, kutemukan seekor buaya darat menghuninya. Ia bersembunyi di balik topeng kesatria sastra. Syair-syairnya melambungkan angan, hingga jauh menembus langit pesona. Indah berselimut pelangi. Namun akhirnya terbukalah topeng oleh semilir angin dan terlihatlah sang buaya dengan maskara tanpa mata, sekarat tembaga dusta. Mataku berlinang, lalu kutinggalkan kedunguan pada nisan tanpa pusara.
Dalam perjalanan aksara di suatu sore yang emas, aku bertemu elang dengan tatapan tajam, namun terlihat kilatan bening pada manik hitamnya. Ia tersenyum manis, namun kebekuan hati tiada tersentuh. Gigil telah menyelimuti, tanpa terhindari. Pengembaraan yang di penuhi tikaman dan goresan dusta telah mengebalkan rasa. Koma dan jeda semakin membuat perih tak terkira. Jiwa hampa tanpa makna. Namun sang elang terus mengitari langkah tanpa kenal lelah. Ia menukik, tepat pada pusaran ombak prahara, kemudian dengan paruh yang kokoh tergulunglah segala nestapa. Hingga aku lemas, lunglai tak berdaya. Roboh dalam dekapan hangat sepasang sayapnya. Dan ... pengembaraan aksaraku terhenti pada satu titik, sepasang manik mata.
Tangerang, 25 Januari 2020
#ProsaPerjalananAksara
#MusafirAksara
KAMU
Karya: Samodera Berbisik
Usah tanya rindu untuk siapa
Kamu tahu pasti rasa ini
Memanggil nama
Indah menghuni hati
Kamu masih enggan
Meluah kedukaan
Aku sanggup hadapi
Apa pun kemungkinan
Aku tulus tanpa tanya
Namun kamu mengunggah gundah
Dengar kata hati
Adakah ragu sapa ini
Kamu masih genggam luka
Tanpa gapai aku menabur obatnya
Tepis tangan sekuat ego
Atau harga diri tinggi jadi komando
Kamu, berkutat pada masa lalu
Entah, apa langkah kaki
Masih satu derap dengan hati
Atau balik kanan tanpa peduli
Tangerang, 24 Januari 2020
#AksaraLingLung
INDAH TERAMAT MENYAKITKAN
Karya: Samodera Berbisik
Terdengar rancu di hatiku
Biru terucap, abu-abu tereja rasa
Sungguh aku tak memahami
Senyuman manis tersungging
Penamu membelai aksara lain
Mengapa tak pernah terangkai
Sebait larik-larik teruntai
Tentang kita, kisah terjalani
Jemarimu hanya menari cerita lampau
Lalu, apa makna aksaraku kini
Kau tahu pasti
Setiap lantunan kenangmu, membakar dadaku
Namun mengapa, terulang dan terus kau ulang
Merambati titian usang
Inikah caramu menyayangiku
Menghembuskan napas panas
Membakar sukma lara
Cukup sudah, maaf kesabaranku tak lagi sanggup berpacu
Aku ... berlalu tanpa ada kata berpisah
Karena engkau begitu indah, juga teramat menyakitkan
Tangerang, 23 Januari 2020
#AksaraSakitJiwa
#MelemaskanJemari
MENGUPAS TANPA MENGIRIS
Karya: Samodera Berbisik
Teruntuk yang telah berlalu, sekian waktu. Baru aku fahami sesungguhnya ucapanmu. Kala itu, aku hanya menyimak sambil melewati senyum manis.Tanpa berpikir yang tersirat dalam aksara terucap.
Apakah dirimu masih mengingat kenang kita. Jejak-jejak kisah mencuri makna dalam setiap cerita. Begitu manis dalam ingatan. Memenuhi pelangi langit-langit puisi.
Kuharap masih ada sisa jejak, meski setitik dalam ingatan. Mengupas tanpa mengiris. Kebersamaan kita saling mengisi tanpa menyakiti. Meski pernah tersakiti oleh rindu, namun kini kerinduan membawa aku mengingat kenangan bersamamu.
Tanpa lagi rindu berselimut cemburu, tiada harap menitipkan asa memiliki. Karena sesungguhnya engkau telah kumiliki dari dalam palung rasa. Seiring lantunan doa tak terpinta. Untukmu, untukku, untuk kita. Bahagia selamanya, dalam biduk berbeda.
Tangerang, 22 Januari 2020
#MengupasTanpaMengiris
#TerhaturTerimaKasih
#TanpaBatas
GELORA RASA II
Karya: Samodera Berbisik
Lelaki senja kembali menyusuri pantai. Tiba-tiba langkahnya terhenti. "Di sini pertama kali aku bertemu dengan perempuan pelangi, bagaimana kabarnya ya?" gumamnya, sambil terus melangkah. Tanpa sengaja langkahnya terhenti di depan pondok perempuan pelangi. Mata lelaki senja memandang ke arah pondok. Sepi, tidak ada satupun penghuninya. Hatinya pun terasa begitu sepi. Dengan gontai ia kembali melanjutkan langkah. Setelah kira-kira seratus meter ia menemukan sebuah pondok. Kebetulan sepasang suami istri nelayan berada di halaman sedang menjemur ikan. Rupanya mereka mengasinkan ikan hasil tangkapan. Dengan sedikit ragu lelaki senja menghampiri sepasang nelayan itu.
"Bapak, ibu, mohon maaf, boleh saya bertanya sesuatu?" Kata lelaki senja.
"Silahkan nak." Jawab mereka ramah.
"Apa bapak, ibu mengenal pemilik pondok itu?" Lanjut lelaki senja.
"oh, nak Melati, dia keponakan kami, ibunya kakak dari bapak." Jawab ibu nelayan sambil melirik suaminya. Kemudian mereka menunduk, terlihat sekali guratan kesedihan di wajah keduanya.
"Nak, rumahnya hanya selisih tiga dusun dari pondok ini, temui dia kalau kamu tak ingin terlambat." Jawab perempuan itu sambil menitikkan air mata.
"Sekarang pulanglah." Jawab bapak nelayan.
Kemudian lelaki senja. Berlalu setelah berpamitan.
Sesampai di pondoknya lelaki senja duduk di teras. Pikirannya terus berkecamuk.
"Ada apa sebenarnya dengan perempuan pelangi, eh Melati, iya namanya Melati. Mengapa bibinya berkata sebelum terlambat, apa ia akan di nikahkan dengan seseorang yang tidak ia suka?" Hanya sampai disitu pertanyaan yang berlarian dalam pikirannya. Hingga ia tertidur.
Malam terasa begitu dingin. Lelaki senja terbangun dari tidur pulasnya.
"Rupanya aku tertidur di teras, pantas terasa dingin sekali." Katanya sambil melangkah ke dalam kamarnya. Ia berbaring ingin melanjutkan tidurnya.
namun hatinya kembali sibuk bertanya-tanya.
"Lalu bagaimana dengan gelora rasa kami, apakah ini alasannya ia meninggakanku tanpa pesan?" Tanyanya pada diri sendiri.
"Oke, esok setelah fajar seusai sholat subuh aku akan pergi ke kampungnya, untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi." Kata lelaki senja. Dan, akhirnya kembali ia tertidur.
Esok hari setelah fajar menyingsing ia berjalan menyusuri pantai menuju dusun tempat Melati tinggal.Hanya sekitar dua jam perjalanan ia telah sampai pada tempat yang di tuju. Sepi, dusun itu sangat sepi. Tak lebih dari 15 rumah berada di perkampungan itu. Tiba-tiba langkahnya terhenti di tanah lapang perbatasan dusun. Banyak orang berkerumun di atas gundukan tanah merah. Mereka menangis. Lelaki senja terhenti ketika melihat dua sosok yang ia kenali.
"Bukankah itu paman dan bibinya Melati, siapa yang meninggal ya, Melati tak terlihat?" Suara hatinya terus menyapa tanya.
"Kemarilah nak!" Kata bibinya melati menahan isak. Pandangannya tertuju pada lelaki senja. Kemudian ia menghampirinya.
"Siapa yang meninggal bu?" Kata lelaki senja.
Ibu itu tak mampu menjawab. Ia hanya menunjuk papan nisan, pandangan lelaki senja mengikuti arah telunjuk ibu itu. Dan, ia membaca nama yang tertulis di papan nisan, "M E L A T I" . Ia terduduk lemas. Tak menyangka ia terlambat, ia hanya menemukan melati yang memenuhi pusara. Gelora rasa rindu yang bergemuruh di dadanya terhempas. Lelaki senja lemas. Pandangan matanya gelap.
Tamat
Tangerang, 12 Pebruari 2020
AKTOR AKUN
Karya: Samodera Berbisik
Berlari sejauh mampu kaki melangkah
Bersembunyilah selagi masih ada yang menutupi
Berperan selama berdiri panggung kehidupan
Bermain-main ketika labirin belum tersingkir
Aku ikuti semua, kemana arah tertuju
Kusimak isi skenario dalam genggaman
Untuk kumainkan satu karakter
Bila memang itu inginmu
Suatu saat akan tiba ending pementasan
Dan ... aku akan bertepuk tangan
Terulur jabat erat, bersama senyum ketulusan
Untukmu aktor beragam akun
Tangerang, 20 Februari 2020
#tarianjemari
#musafiraksara
RINDU SERINDU RINDUNYA
Karya: Samodera Berbisik
Memaparkan segala kisah terjal perjalanan
Mengurai dalam majas aksara tak berkesudahan
Menyenandungkan irama jiwa dengan tarian
Jemari meramu kata sesuka gerakan
Andai saja untaian ini tak indah, bahkan membuat gerah
Abaikan, usah meresah gelisah
Biarkan imajinasiku mengembara, menyusuri madah
Mencari titik rindu yang masih begitu mentah
Melanjutkan langkah menemukan rindu kalbu
Mematangkan kalimat yang masih ambigu
Dan, terus mengais makna yang tersimpan di balik awan kelabu
Hingga berlabuh pada titik temu
Kutahu kemana arah menyandarkan rasa
Walau jauh dari jangkauan jiwa
Masih riuh dengan asa menggila
Tetapi keyakinan hanya kepada-Nya, melabuhkan rindu serindu-rindunya
Tangerang, 20022020
#tarianjemari
#musafiraksara
------------------------------------
Masih terasa
Gigil memeluk jiwa
Hujan melanda
SB
Tgr, 20022020
PEMAPAH HATI
Karya: Samodera Berbisik
Ketika serabut kalut menjemput kemelut
Engkau datang membalut lembut
Hingga aku tak luput memagut
Kecupan termanis darimu sang penyelimut
Kuharap tak hanya sesaat
Kala dukaku tajam membabat
Jiwa yang nyaris sekarat
Oleh dusta yang selalu tersemat
Dari piciknya pengkhianat
Duhai pemapah hati kering ini
Tetaplah disini sampai nanti
Jangan berlalu meninggalkan prasasti
Engkaulah sesungguhnya kucari, di antara belahan bumi
Tangerang, 19 Februari 2020
#tarianjemari
#musafiraksara
#MiMa
Mengharap rindu mencumbui malam. Berdebat resah dalam keheningan. Ketika engkau datang, lelap telah melumpuhkan aku.
Samodera Berbisik
Tangerang, 18 Februari 2020
BERDIRI DI ANTARA JEDA
Karya: Samodera Berbisik
Menunggu sepotong asa
Di antara ribuan irisan luka
Serasa perih menikam jiwa
Tetap terlalui, tanpa tanya
Menguak misteri tak bertepi
Bijak menguji silih berganti
Sementara ratap, menambah luka hati
Tersenyum saja dalam pasrah diri
Tergariskan dalam perjalanan
Tajam bebatuan bentuk perjuangan
Lalu, mengapa masih mengurai erangan
Merunduklah dalam kepasrahan
Berdiri di antara jeda
Menggilas duka dengan tawa
Biarkan saja melewati kisahnya
Hingga titik menyelesaikan semua
Tangerang, 17 Februari 2020
#tarianjemari
#musafiraksara
REBAH
Karya: Samodera Berbisik
Langkah ini tiada pernah terhenti
Meski duri merajami hati
Cedera, nestapa pun menyelimuti nurani
Menghalangi perputaran waktu, berganti
Musafir akan terus berkelana
Mengumpulkan puing-puing aksara
Tercecer di setiap sudut tak bermakna
Merangkai dengan segenap rasa
Lihatlah ... diri masih setia berkreasi
Walau terabai, seperti basi
Senyum ini akan terus mewarnai
Tanpa secuil sakit hati
Kepada yang mencerca dengan senyum sinis
Akan tergenggam sebagai saran manis
Igauanmu adalah imajinasi tak pernah habis
Agar membuatku semakin eksis
Aku telah rebah dalam hening
Mencari setitik bening
Agar luka tak menetap pada kening
Lesap tanpa menyisakan percikan beling
Tangerang, 16 Pebruari 2020
DUHAIKU
Karya: Samodera Berbisik
Rindu, aku hanya ingin berada dalam pelukanmu
Tanpa seucap kata, ataupun sepucuk rayu
Biarlah kurasakan debar hatimu
Bersenandung memanggil namaku
Duhaiku, malam ini begitu ingin bermanja
Pada lembutnya kecupanmu
Menyentuh rusuh resah tak menentu
Saat ku menahan rindu padamu, hanya kamu
Yang kumau, mengisi ruang kalbu
Mari kembali kita menyemat asmara
Sempat tercecer pada tangkai curiga
Duhaiku ... kita pacu rindu, hingga puncak ternikmat
Kemudian terbungkus dalam lembah desah
Terkulai oleh ayunan hasrat
Tersenyum menggenggam temali cinta
Mengikat tanpa aksara pemikat
Tangerang, 14 Pebruari 2020
#tarianjemari
#musafiraksara
GELORA RASA
Karya: Samodera Berbisik
Lelaki senja berjalan menyusuri pesisir pantai. Sepasang kelopak bibirnya tersenyum penuh makna. Selama ini tiada setetes embun pun menyesapi dahaga. Kerontang, bahkan untuk menelan ludahnya sendiripun terasa begitu pahit.
Kini isi tempurung kepalanya sedang berdiskusi dengan suara hati.
"Oh angin, benarkah berita yang kau sampaikan ini, dia pun merasakan gelora rasaku?" Gumamnya sambil terus berjalan. Pikirannya melayang pada beberapa purnama silam. Seorang perempuan yang terpaut usia 7 tahun di bawahnya telah merebut kensunyian hatinya. Tanpa pesan ia berlalu, meninggalkan kenangan. Kala itu mereka bersahabat, yang di pertemukan pada pantai ini. Saat itu masing-masing sedang duduk sambil menikmati senja. Entah apa yang mereka rasakan pada debar hati masing-masing.
Tanpa sengaja riak kecil menghanyutkan sepasang sandal sang perempuan, dan terhenti tepat pada kaki lelaki senja. Saat azan berkumandang perempuan itu beranjak dari duduknya, hendak pulang ke pondoknya yang tak jauh dari pantai. Tiba-tiba ia terkejut, "Di mana sandalku?" Bisiknya pelan. Kemudian ia berjalan menyusuri pantai, dan pandangannya terhenti pada sepasang sandalnya, berada dekat kaki lelaki senja.
"Maaf tuan, aku mau ambil sandalku ini." Katanya sopan.
"Oh silahkan puan, maaf aku tak melihatnya." Jawab lelaki senja tak kalah sopan.
Mereka kemudian bersahabat karena sering bertemu kala menikmati senja. Tetapi tak tahu sebabnya, tiba-tiba perempuan itu tak terlihat lagi di tepi pantai. Sampai suatu saat lelaki senja menyusuri pantai sendirian, dan menemukan surat yang terbawa hembusan angin, tepat mengenai wajahnya. Pada selembar kertas itu tertulis,
Kepada
Sahabatku lelaki senja
"Terima kasih telah menemani disaat-saat kesendirian ini. Namun maafkanlah aku, harus meninggalkanmu. Aku pulang ke kampung halaman.Hanya beberapa kampung dari pondokku ini.
Salam dariku, perempuan yang mengagumimu."
Tertanda:
Perempuan pelangi
Lelaki senja itu kembali tersenyum, "Duhai perempuan pelangi, akupun mengagumimu. hadirmu bagai setetes embun yang menyejuki hatiku yang kering kerontang selama ini." Gumam lelaki senja, sambil melangkah meninggalkan pesisir pantai. Ia pulang dengan mendekap rasa yang menggelora.
Bersambung ...
Tangerang, 12 Pebruari 2020
MELEPAS
rasa tersemat
tanpa mengikat
indah merekah
warnai hati
bukan takdir
meski hadir
berlalu saja
ikhlaskan rasa
SB
Tgr, 11022020
#PUSAI
MALAM TANPAMU
Karya: Samodera Berbisik
Semalam hening, menyimpan gundah
Resah menguasai mimpi
Sepi tanpa imajinasi
Untuk melahirkan seuntai sajak
Aksara enggan singgah
Sekedar menyapa diksi
Bagaimana bait-bait menjadi puisi
Kosong, gaun kertasku tetap putih
Pagi ini, kucoba tersenyum
Menyambut semringah mentari
Namun lagi-lagi sunyi
Tersemai di hati
Semua karenamu
Inspirasi yang entah, singgah di mana
Semalam tanpamu, puisiku beku
Hingga kini masih tetap bisu
Tangerang. 11 Pebruari 2020
#tarianjemari
#musafiraksara
TIADA DUSTA
Karya: Samodera Berbisik
Langkah kita sejalan
Bergandeng tangan
Sejajar kiri dan kanan
Memandang lurus ke depan
Saat terjatuh, terluka bersama
Saling menghapus air mata
Kemudian tersenyum berdua
Tanpa di beri aba-aba
Namun tiada dusta
Bukan kamu yang aku puja
Mencumbui rindu di jiwa
Menyetubuhi gemuruh asmara
Kutahu rasamu pasti
Tapi dustamu pun tiada kendali
Mencacah ketulusan hati
Menikam setajam belati
Hingga diri remuk redam
Menyimpan lara dalam diam
Jauh, teramat rapat terpendam
Tenggelam pada pekat malam
Tangerang, 09 Pebruari 2020
#musafiraksara
NYANYIAN ANGIN
Samodera Berbisik
Terucap lembut bagai semilir sang bayu.
Mempesona irama sendu.
Membias symponi hati, sirna seumpama nyanyian angin.
Tgr, 08022020
PAMIT
Karya: Samodera Berbisik
Maaf, bila ucapku melukaimu
Aku akan berlalu tanpa pilu
Kukira hadirku mengisi sepi itu
Namun ternyata, mengganggu ketenanganmu
Kuharap masih ada ketulusan
Tapi ternyata aku menjadi beban
Akan aku jadikan pengalaman
Tak semua orang, menyambut uluran, sejujur ucapan
Aku pamit, tak akan lagi membuatmu sulit
Biarlah kulangkahkan kaki tanpa sakit
Tersadar kini, selayaknya memang harus sendiri
Berkidung menyuarakan rasa hati
Selamat jalan ...
Bahagia menunggumu, penuh senyuman
Tangerang, 07 Pebruari 2020
#EMiMa
Tak perlu lagi aku mempuisikan namamu. Karena hadirmu, merupakan ruh bagi aksara-aksaraku.
Samodera Berbisik
Tangerang, 06 Pebruari 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar