UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Kamis, 06 Februari 2020

Kumpulan Puisi Ade Prasetyo - SAJAK HITAM DI PENGHUJUNG JANUARI


SAJAK HITAM DI PENGHUJUNG JANUARI
oleh : a. Prasetyo


sore yang gelap
di penghujung januari, berjelaga
desir angin menyiar tentang
sebuah sajak merundung nestapa

tatap-tatap nanar
wajah-wajah gusar
terpapar

tubuh-tubuh terkapar
sengat terbakar
menggelepar

mulut-mulut sontak tergagap
kota, mendadak senyap
dunia terkesiap
gerangan apa diri tlah tersilap

saat raga lalai
jiwa-jiwa terbengkalai
abaikan pikir, seakan kisah tak ada akhir
memakna hidup semata cucuran mengalir

sore yang gelap
di penghujung januari menyisa pekat
jikalau tuhan berkehendak
bilakah takdir akan tertolak

**
bumi siwalan,
penghujung januari 2020



MELARUNG HARAP
: sejenak bersama puan
Oleh : A. Prasetyo

Puan, engkaukah yang terlarung bersama sepoi? Kala renjana enggan menyapa jiwa-jiwa yang melarut sepi. Sendiri, tanpa ada secercah hangat menemani. Saat semesta tak lagi memberi dama, hanya mencipta gulana.

Atma, teraba kerontang. Menguap bersama sisa embun semalam. Menempel ragu di pucuk-pucuk catleya. Satu persatu kelopaknya berguguran. Tak ada lagi mimpi yang terhampar, pada kuntum yang t'lah layu sebelum mekar.

Detik berdetak kian melambat. Puan masih menanti di penghujung mimpi. Dalam gelap malam, tanpa setitik pun kerlip gemintang menemani. Mencoba menghapus pekatnya jelaga, karna sekian masa diri melampah tak terarah.

Puan, tahukah engkau jawab dari sebuah tanya. Berapa lama atma 'kan terjaga raga. Hingga semua sempat tak lagi terengkuh. Keluh hanya menyisa peluh. Lantas tanpa kau sadari, asa t'lah menghirap melebur harap. Seiring kuntum-kuntum catleya yang kian terbang menjauh; menyisa sunyi.

**
Bumi Siwalan, 210120



KITA DAN BALABALA
Oleh : A. Prasetyo


Pagi hangat menyapa
Dalam erat jabat sahabat
"Apa kabar, Puan?"
Sapa lembut merajut dama

Senyum melukis rona
Menyejuk walau tak nampak netra
Menguar selaksa rasa
Berdepa membentang aksa

Kita memang tak sama
Betawi, Jawa, Sunda dan Minahasa
Lain suku juga bahasa
Namun, satu merangkai asa

Lantas,
Melintas sebuah tanya
Hakikat tentang berbeda
Bilakah hadirnya memakna

"Apakah kau tahu, Puan?"

Saat kubis, wortel dan daun bawang
Berbalut tepung dan rempahrempah
Mewujud balabala
Tersaji penuh rasa cinta

Pun antara kita dan balabala
Tercipta karna saling menjaga
Perbedaaan hanyalah sebatas nama
Usah biarkan melarung tisna

Pagi hangat menyapa
Merajut cerita tentang bersama
Menjejak lampah menggurat tilas
Karna kita tak selamanya ada

**
MJ beach, 180220



TUHAN, KUINGIN
oleh : a. Prasetyo


tuhan
pagi ini kusapa engkau
lewat sebait harap
tanpa isak dan air mata menyerta

hanya sebuah pinta
terlantun sepenuh asa
meski hasrat selaksa angan
biarlah tersimpan sebatas ingin

**
bumi siwalan, 160220



MENANTI SUARA TUHAN
oleh : a. Prasetyo


pada tuhan kumeminta
di sela putaran jarum jam
dalam diam
pagi, siang, malam; sepanjang bumi berotasi

pada tuhan kumeminta
sungguh, hanya pada-nya
bukan padamu,
dia atau mereka yang tengah bertahta

pada tuhan kuberharap
sungguh, hanya pada-nya
tidak pada gedung tinggi menjulang, atau
para tokohtokoh (konon) terhormat

pada tuhan kumeratap
saat jalan kian gelap
tertutup pekat jelaga kemunafikan
arogansi (katanya) 'tuk mencegah disintegrasi

pada tuhan kubertanya
masih adakah norma, etika; tata krama
seperti dulu pernah
diajarkan di bangku sekolah

pada tuhan kutitipkan asa
nafas anakanak penjaga peradaban
agar tapak kokoh menjejak
lampah tak sesat arah

pada tuhan kuberserah
meluruh, pasrah

**
bumi siwalan, 070220



SEBUAH ENTAH
oleh : a. Prasetyo


aku bersaksi di depan sebuah mimbar
saat orang-orang teriak sesumbar
pada penghujung siang yang tercipta hambar

para lelaki dewasa berserakan terbahak
bersorak
sebagian melawak
hingga serak
dan pada akhirnya
meluahkan dahak

perlahan,
satu per satu mereka memungut
mulutnya yang berjatuhan
tercecer di balik rerimbun semak dan belukar
perlahan,
bibirnya terlepas
usai nyinyir tak terbalas
lalu perlahan,
sebait aksara mengaduh
saat berdebat riuh
tentang tangan dan kakinya yang tak lagi erat berjabat

aku bersaksi di depan sebuah mimbar,
saat mata tajam menghujam
telunjuk lekat terangkat
menunjuk pada mulut-mulut mungil
yang tak lagi kuat menahan lapar

aspal
beton
cakarayam
semen
pasir
dan bebatuan
tak lagi ada menyisa makna

lantas terpikir tanya sebuah fakta
konon,
bumi ini tuhan yang punya
tetapi isinya entah untuk siapa?
hari bergulir tak bertepi
ia tak pernah mengingkar janji
hingga tuhan turunkan sebuah bukti
panas, menyengat
hujan, menderas
badai, menerjang
bumi, sekarat!

semua tak bisa bersembunyi

**
bumi siwalan, 301219



SEMALAM BERSAMA PUAN
Oleh : A. Prasetyo


Puan, malam yang kau lalui acap gelisah
Menepi di penghujung sepi menyisa resah
Kadang bersorak girang, walau bibir ucap mendesah
Bagai teriris sembilu sukma mencipta basah

Puan, sukmamu pekat berjelaga
Menyimpan tanya, bilakah usai sebuah cerita
Melenyap dalam fatamorgana nan fana
Memusnah, tanpa mencipta sebayang gulana

Puan, malam yang kau lalui memandu hasrat
Membisik lembut mereguk syahwat
Hingga melupa ada Tuhan yang musti kau puja
Entah sampai kapan diri 'kan legam: terhina

**
Gang Monas, 291219



MENCINTAIMU
Oleh : A. Prasetyo


Aku mencintaimu dengan sederhana
Tak serumit hukum Kirchoff,
Saat mencari besaran arus
Pada percabangan rangkaian elektronika

Aku mencintaimu dengan akal menyerta
Selayaknya aljabar Boolean,
Memakna gerbang-gerbang logika
Dalam tabel kebenaran tertata

Aku mencintaimu dengan menjaga rasa
Seperti tegangan pada regulator,
Stabil menghantar
Meski kadang tereduksi hambatan

Aku mencintaimu dengan gembira
Seceria warna gelang pada resistor,
Menanda sebuah angka
Memberi maanfaat nilai tersemat

Aku mencintaimu dengan segenap asa
Sekuat output operational amplifier,
Meski terkadang
Ada ripple menyerta

Aku 'kan tetap mencintaimu dengan setia
Seperti kuat arus dan tegangan,
Berbanding lurus pada sebuah penghantar
Bersama selamanya

**
Bumi Siwalan, 261219



CINTAMU SEMU
Oleh : A. Prasetyo


Puan, sekeping hati yang kausematkan
Hanyalah simbol runtuhnya peradaban
Pada insan yang mengaku bertuhan
Namun, lalai abaikan firman

Diri, hadirkan hasrat menyerta
Meski hanya sebatas sapa semata
Mengalun elegi menyirap gulana
Pada siapa 'kan titipkan rasa

Puan, asmaramu hampa
Berjelaga tak terpantik rasa
Sukma terengkuh, luluh
Tanpa mewujud tisna: nestapa!

Sekeping syahwat yang kau ruah
Di penghujung temaram tak menyisa gemintang
Matamata binal tajam melantang
Mencipta liur liar membuncah

Puan, usah diri mengumbar kekata
Teronggok abaikan hakikat makna
Yakinlah, kelak 'kan tiba suatu masa
Dama hadir menyerta, semu melenyap: mengangkasa!

**
Bumi Siwalan, 251219



AKU HANYA INGIN BERSAJAK
Oleh : A. Prasetyo


Aku hanya ingin bersajak
Membingkai kekata walau sejenak
Tanpa perlu menepi pada riak
Saat para pujangga ramai bersorak

Aku hanya ingin bersajak
Meski tanpa diksi menghentak
Kala rima tak mewujud birama
Merenda abjad mencipta makna

Aku hanya ingin bersajak
Berharap lampah menyisa jejak
Meretas tapak bijak membekas
Menjunjung adab tinggalkan tilas

Aku hanya ingin bersajak
Aksara terangkai kisah terserak
Usah diri melantang congkak
Karna semua 'kan dihisab kelak

**
Bumi Siwalan, 251219



YETIN MARYATI
: Untukmu, Ibu
Oleh : A. Prasetyo

Yakinlah pada tulus cinta kasihnya
Elok merupa memercik rona
Tutur teratur kebajikan nan luhur
Ingatkan norma kebaikan bertabur
Nur terpancar, memulas wajah ayu nan syahdu

Masihkah ada nikmat yang engkau dusta
Anugerah Illahi tercipta sempurna
Rasa syukur mengiring tunduk tafakkur
Yakinlah, usah diri meragu
Apa yang tlah tersurat serta tersirat
Tisna terengkuh, dalam sabda baginda Rosul nan mulia
"Ibumu, ibumu, ibumu ... lalu ayahmu!"

**
Bumi Siwalan, 221219



MELAMPAH SESAT
Oleh : A. Prasetyo


Penghujung detik
Menyisa detak
Menguak onak
Percik terpantik

Hasrat merebak
Aurat tersingkap
Norma menghirap
Rupiah memikat

Iman terjerat
Terhipnotis nikmat
Candu sesaat
Kekal melaknat

Puan, ingatlah hakikat
Lampah kian tersesat
Kelak menanti akherat
Selamanya sukma terjerat

**
Bumi Siwalan, 231219



IZINKAN TUHAN TURUNKAN HUJAN
oleh : a. Prasetyo


hujan yang turun semalaman
di penghujung sebuah perayaan
menyirat sebuah pembuktian
tentang makna keniscayaan

berbulir mengalir
meliuk dari hulu ke hilir
menyapa bumi yang kian kikir
agar insan senantiasa berpikir

pada gang sempit
lorong kumuh berimpit
perkampungan kawula alit
komplek perumahan elit
semua hanya bisa menjerit
lantas lari terbirit

sungguh, tuhan tak pernah keliru
atau bersabda ambigu
meski titah-nya acap tak digugu
ia 'kan tetap menyeru

duhai para penghuni semesta nan dicipta sempurna
usah diri ragu atas petuah-nya
bahwa hujan dicipta, selaksa berkah menyerta
bagi hamba yang mampu memakna

**
Genangan, 01012020



APALAH AKU TANPA MEREKA
Oleh : A. Prasetyo


Siang dalam terik bagaskara
Pada sebuah ruang yang tak mengenal kasta,

Memadu mesra
Tatkala tauge dan tempe menyatu
Berkolaborasi dalam cinta

Lantas satu per satu,
Cabe
Tomat
Garam
Gula, dan terasi

Tanpa kompromi
Mereka berkonspirasi
Merenda temu bersama berbagi
Mewujud mimpi

Tak ada yang berkata "akulah yang ter ...."
Karna kini diri tlah menyatu padu
Tak ada iri, hasut dan dengki
Demi nikmat tersaji

**
Antaboga, 040120



SAJAK PERIUK NASI
oleh : a. Prasetyo


pagi ini periuk nasi bergembira
sebab pada akhirnya
dia kembali tunaikan tugasnya

setelah sekian lama
teronggok
terdiam sendiri
tergantung bingung
di dinding kusam
pekat berjelaga
pada sebuah rumah
yang tak lagi utuh atapnya

anak-anak kurcaci terduduk rapi
resah menanti
terhidang nasi
di hamparan banner berwarna-warni
bekas kampanye para politisi

sudah terlalu lama
mulutmulut kecil itu berpuasa
hingga mereka tlah melupa
bagaimana nasi berasa

pagi ini periuk nasi bergembira
melihat para kurcaci tertawa
lahap menyantap
meski tanpa lauk menyerta

**
bumi siwalan, 120220



MENIKMAT BUMI TUHAN
Oleh : A. Prasetyo


Tubuh kecil tak terengkuh
Terpapar bagaskara mencipta berbulir peluh
Mulut berceloteh riang tanpa keluh
Hingga saatnya tiba melempar sauh

Mereka, anak-anak nelayan
Mendayung sampan ke tepian
Mencari sisa-sisa ikan
Yang terdampar karna pasang semalaman

Mereka, anak-anak yang tak termakan rapuhnya peradaban
Dalam congkaknya zaman tetap tegar bertahan
Berdiri melantang halau terpaan
Bersahaja tanpa rasa keterpaksaan

Sungguh, semesta raya mengingatkan
Rezeki terhampar di sepanjang bumi Tuhan
Usah diri meragu firman
Manakah nikmat yang engkau dustakan

**
Bumi Siwalan, 060120



CERITA PAGI
oleh : a. Prasetyo


pagi ini
jam enam lewat seperempat menit,
kulihat dua bocah
duduk bersenda gurau
di sebuah rumah penjaga
tempat pembuangan sampah
pada penghujung jalan sebuah perkampungan

lalat-lalat hijau
sebesar ujung jari kelingking
beterbangan, berputar-putar
mengelilingi segelas teh hangat
yang tak ada penutupnya

lalu, mulut-mulut sang bocah
bergantian mencecap,
menyantap sebungkus nasi
yang dimakan berdua
terlihat alangkah bahagia

sementara,
hujan yang turun semalam
menyisa genangan air menghitam
tercecer di beberapa tempat, seakan
membentuk gugusan pulau-pulau
pada peta nusantara

menguar aroma tak sedap
menyapa rongga hidung mereka
dalam sekian waktu berlalu
terlalu akrab, sang bocah
menghirup oksigen, bercampur bau basi

pagi ini
jam enam lewat dua puluh menit
kulihat dua bocah
berseragam putih merah
keluar dari rumah penjaga
tempat pembuangan sampah
pada penghujung jalan sebuah perkampungan

bersemangat menapaki hari
membekal diri
berharap suatu saat nanti
mereka, tak lagi menjadi penghuni
rumah penjaga tempat pembuangan sampah lagi

**
ujung sawobarat, 150120



TERLARANG TEMU
Oleh : A. Prasetyo


Untukmu, perempuan semu
Merajuk di penghujung temaram
Bait-bait pujangga meramu
Aksara merangkai rindu
Luahkan rahsa merajut temu

Puan, bolehkah sejenak kugenggam
Lembaran gores bertinta pilu
Cerita engkau dan aku
Saat bentang menyisa ragu

Hingga pada gigil harap
Luruh menghirap
Resah menyesap
Melarung kisah menuai pisah
ADE PRASETYO



Tidak ada komentar:

Posting Komentar