MELARUNG WAJAH MASA SILAM
Selaut tinta ku sajakkan
pada biduk yang beringsut mengeja makna
meraba setiap diksi serupa buih
namun yang terlihat hanyalah gulungan putih
terlempar jauh ketengah badai
akankah kembali menyisir ketepi pantai
O, seperti itukah puisiku kini
hanya larik larik hampa
ketika imaji pergi tinggalkan minda
Madah madah membawa keliaran imajinasi dalam resti yang entah, melepas etika
lantas terjerembab di atas gemuruh gelombang kepalsuan nikmat yang kehilangan estetika
nyatanya ratimaya hanyalah semu belaka
Kesadaran menghamba menelisik jiwa
jemari menari mengitari tasbih lantunkan zikir tiada henti
meredam ahengkara agar
sanderan dendam tak melesat jua
menghapus seribu buram rupa
menghempas renjana memikul dera
segalanya meranggas sudah
membusuk membaur pada tanah di dada
menampik rayuan wayasa menanti bangkai
Ah, tiada lagi yang kudamba kecuali matahari
menyublim luka luka penuh garam
hangati sudut pesisir yang mulai menggigil
Maka
Ku larung wajah masa silam di kedalaman lautan
Ayu Ashari, medan 17122019
##
Minda = pusat kesadaran yang membangkitkan pikiran
Resti (sansekerta) = bergairah
Ratimaya (sansekerta) = bayangan keindahan
Ahengkara (sansekerta) = nafsu jahat
sanderan (sansekerta) = anak panah berapi
Wayasa = burung gagak
SALJU DI GURUN SAHARA
Jangan ada angan ketika lidah sedang bicara
lantaran suaramu hanya meruang di balik cakra kosong
caraka rindu yang pongah menyiksa tiada jeda
lalu sepi membungkus hening menghampa
Haruskah kautebar ludah dendammu
keseluruh mayapada agar menghijab buana
Ah, isyaratmu tampak jelas
bahwa kau masih menginginkanku
Saat engkau berkelana di sana
Di bukit debu dengan angin keras bertiup
sampai mengeringkan air samudera
Engkau tersesat di gurun
namun untuk berdiri bersamamu di cincin api
aku tak mampu
terlalu sulit ku pahami dogma rasiomu
Tapi aku akan lupakan hari lalu
yang penuh luka garam itu
aku akan melindungi tubuh dan jiwamu
dari halusinasi pandanganmu
yang tersesat di lautan pasir kering
Jika harapanmu tersebar seperti debu
di sepanjang jalurmu
aku akan jadi bulan yang menyinari jalanmu
matahari yang bisa menghangatkan matamu
Percayalah aku akan senantiasa berdoa
agar langit menurunkan salju di Sahara
jika itu satu-satunya tempat dimana
engkau bisa tinggalkan keraguan
aku akan mendukung
dengan menunjukkan jalan keluar bagimu
Dan sebelum api membakar
Kan kubalur salju di sekujur tubuh
Kekasih
Hanya satu permintaanku
izinkan aku menutupi bahumu
dengan kerudung dari sutra bersulam emas
saat bayangan datang dan menggelapkan hatimu
meninggalkan penyesalan yang begitu dingin
Ooooo...
Menarilah di puncak bukit thursina
lepaskan dahaga dengan batu yang dianugerahkan Musa
nikmati secawan anggur
hingga tersengkur beriring lenguh menghiba peluh
Ah, semoga aksara yang porak poranda
menyatu kembali diikat bait-bait puisi Rama Shinta
Ayu Ashari, medan 11122019
DEMI MASA
Angin berhembus mengabarkan dusta
menembus lapisan mega
tentang sajak sajak nista yang terlanjur tereja
melalaikan titik penyempurna bait-bait prosa
Sejenak tertegun, gelisah mengalun
Lemas lunglai duduk mengutuk
pada senja yang kian meredup menikam lembayung
Membidik asa yang telah terkunci
pada rasa yang terbunuh di detak jantung
O, mentari menuruni anak tangga terakhir ufuk barat
adakah bekal tuk malam dalam dekap pekat?
ketika gelap kian di bumbung sepi
jasad serasa di sembunyikan sang maut
menunggu tuk berkata kata dengan hati terbalut kalut
dan terkurung seribu takut
sendirian dalam tebalnya kabut
laksana pengembara tersesat mencari haluan
tak pernah menyambut pagi di tempat yang sama
Memekik memaki kebodohan diri
pun sesalan tiadalah berarti
meringkuk menahan gigil
sejuta bayangan perjalanan Yin-Yang
silih berganti memutar kembali
"bukankah disini tiada lentera dan perapian"
sukma membathin di bawah bulir bulir airmata menjawab isak dan ratap jiwa
menyadari akan megahnya kesucian hati nan sederhana yang kerap ternodai
Keangkuhan murca sudah
melesap sesal di waktu percuma
mulut terkunci pun lidah kelu
tiada mampu menjawab pertanyaan demi pertanyaan atas tuntutan umbaran berjuta janji yang tak di tepati
Sesak tarikan nafas tersengal
sakaratul maut begitu menyakitkan
Ya, demi masa
apakah kita termasuk orang yang merugi?
lantaran asyik membangun dunia
Entahlah
Ayu Ashari, medan 08122019
PEREMPUAN SUNYI
Perempuan yang berdiam dalam sunyi
serupa dermaga tak berpenghuni
gemuruh gelombang tak mengusik sepi
Perempuan yang terdiam dalam sunyi
mendayung selaksa peristiwa di musim semi
di hempas perih janji imitasi
lukisan bayang bayang ilusi
Perempuan yang berdiam dalam sunyi
berkalang mega merapal mimpi
bersemedi menghitung hari di buku jari
mencari irama jantung di hati yang telah mati
Perempuan yang mendiami sunyi
menghalau gerimis di ujung lazuardi
sembuhkan lukaluka dengan syair samawi
Oooo
Perempuan sunyi
diammu bagai emas syurgawi
anggun mempesona meniti takdir illahi
Adakah hujan berumah dipulangmu nanti?
Ayu Ashari medan 03012020
SEBUAH RASA
Sayang mengertilah
Malam tak akan hangat
Oleh derai hujan
Rembulan tak akan bersinar
Tanpa matahari
Dan...
Lautan tak kan berombak
Tanpa hembusan angin
Begitu pula diriku
tak akan bergairah tanpamu
sebuah rasa yang pernah terjeda
karena ambigu
AA medan 02012020
MENANTI PERAHU
Di mana kah kau sayang
Sejauh mata memandang
Hanya ada hamparan lautan
Sedang langit mendung berkalang
Yang
Desember telah berlalu
Januari kita temu
Hingga bila kau biarkan
Buih meniti ombak sendirian
Sedang dermaga melembah sendu
menanti perahu berlabuh
AA medan 01012020
TERUNTUK LELAKIKU
Menatap di keheningan,
jenjang detik terasa menguap
mengupas segala takdir yang terpendam
"diam"
terpapah di sela sela ranum senja
O, telah kupuisikan tapak
lukisan jejak jejak abstrak
pada jiwa jiwa yang terpasung abilasa
melepas warastra rayuan laknat
mengobrak abrik tata krama
mencabik cabik atma
Ah, aku hanyalah titah sewantah
ngelangut di deraian malam
mencoba berdiri tegak mengeja sajak
melangkah mengitari samsara
melawan arus sungai tipuan bejat
yang hanya akan menghepas di muara lara
Lelakiku
di hamparan langit jingga
di jalanan yg masih begitu rawan,
engkau menghampiri menawarkan kedamaian
membuka kedua tangan mengajakku ke dalam dekapan
Lelakiku
Aku berhenti di hadapanmu
membangun mimpi di musim semi
seindah sasadara manjer kawuryan
Mengisi rongga rongga yang mengering
meresapi setiap tetes cintamani
yang bersemayam diselaput teduh sanubari
menyimpan beribu kata pusaka yang tersembunyi
Oooohhh lelakiku
genggamlah erat jemariku
ucapkan janji setulusnya dalam hati
Mari kita pasrah berdoa
semoga selama lamanya
kau dan aku satu abadi
Ayu Ashari medan 27122019
##
bilasa (sansekerta) = hawa nafsu
Warastra. = anak panah
Titah sewantah. = mahkluk penuh kekurangan
Samsara. = putaran waktu
Sasadara marjen kawuryan= bulan yang bersinar terang
Cintamani. = manikam percintaan
AYU ASHARI |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar