Senin, 13 Januari 2020
SECANGKIR KOPI
Sejumput kopi kuseduh
Hingga membuat mata terkayuh
Pahit-manis dalam sensasi penuh
Melancarkan angan tanpa keluh.
Seteguk kuresapi aroma dan rasanya.
Seakan menendang jiwa
Mata jadi terbuka
Aromakan jiwa penuh pesona
Hilang malas bangunkan raga.
#Ngopijiwa
Oleh : Bogy D
Minggu, 05 Januari 2020
Kumpulan Puisi Puji Astuti - PUPUS
Sebatas inikah rajutan kisahmu
menelantarkan tetesan beningku
kebisuan mengunci manik bibir merona
tenggelam dalam kegelapan prasangka
Terpuruk perjalanan kita
menyenandungkan lagu kepahitan
bahkan terlepas genggam jemari
tak sanggup meronta menggapai lagi
Gugur segalanya
terberai pecah berkeping
jangan punguti dalam semak berduri
biarlah pupus seperti kuncup melati terjatuh mati
Sia-sia melambungkan mimpi
kita bukan sepasang sejoli
terbelah sudah hati suci
terkubur kenangan telah terpatri
Jogja, 01.01.2020
LUKA
Karya : Puji Astuti
Cinta datang dari mata turun ke hati
Tanpa peduli apakah itu menyakiti
Dia yang membuat rasamu beralih
Memaksaku untuk merenungi sepanjang hari
Awal dari selingkuh
Meremehkan gejolak hati yang tak kukuh
Ingin merengkuh padahal sudah utuh
Genderang rasa bertalu bertabuh
Adakah luka?
Pastilah ada di sudut lara
Mengantar mimpi di malam buta
Menggigil jiwa tak terasa
Janji setia bermahkota dua
Merujuk bahagia di atas sedikit hampa
Memendam gumpalan tetes air mata
Akhirnya mengering dalam waktu menjemput asa
Jogja, 16.01.2020
NARASI RINDU
Karya : Puji Astuti
Tak bisa kuungkap memakai kata
Hanya suara hati yang kian menjelajah rasa
Betapa narasi rindu ini telah membunuhku
Menggelantungkan segenap perasaanku
Gubahan lagu yang ingin kucipta
Tenggelam hanyut di gemericiknya aliran anak sungai
Mengalahkan kecamuknya jiwa nelangsa karenamu
Membuyarkan lamunan yang menyelimuti jejak impianku
Kekasih kalbu
Sejenak ingin kupejamkan mata
Melupakan yang telah kita jalin bertajuk asmara sendu
Menidurkan sukmaku untuk tak melihatmu
Namun .... sia-sialah itu
Jantungku telah kau gores
Kelenjar nadiku membiru
Kesakitanku membelengguku
Inilah aku yang tak bisa lepas darimu
Jogja, 04.01.2020
TITIPAN RASA
By : Puji Astuti
Menyentuh titik malam
Dingin angin torehkan sebongkah lara
Sempurnakan kucuran di lembah duka
Bersambut cengkeraman kuku-kuku cakra
Lengkingan memilu meratapi namamu
Terguyur di kala titik embun yang turun
Kelengangan alam menciutkan hati jadi kelu
Butir-butir air mata pun enggan tuk turun
Rayuan seakan menjadi cibir makna kata
Selendang sutera pengikat jiwa kita
Bening air matamu kini terjatuh jua
Di antara peluh lelahmu wahai puja
Kusuguhkan secangkir kopi pahit
Agar kau tau pahit itu tidaklah legit
Mencuri sedikit madu tuk kau gamit
Menaruhnya di sudut letak yang paling sulit
Malamku masihlah panjang
Kuterjang yang selalu ingin menghadang
Kusunting bunga cinta ini sekarang
Kusematkan untuk kau bawa kembali pulang
JOGJA, 30 Juli 2017
SENANDUNG
By : Puji Astuti
Tertegun aku menelaahmu
Pada kisaran waktu yang tersingkat
Berjuntai rumpun kasih tersambung ikat
Mengapa kau lepas dan tak tertambat
Kidung malam ini masih terdengar sayu
Dan kaki-kaki berjalan seakan kelu
Tertunduk wajah wajah pilu
Menyeruak di ruang jiwaku
Akankan cinta tersasar di lembah cadas
Tanpa bersua tuk saling lepas
Seakan hidup ini hanya sebatas tuas
Yang getas, meretas dan tertindas
Hati dan bentuk lirik diri
Tersandung cinta kasih yang sedih
Melodi simphoni pun terasa lirih
Tak terserat indah hanya ada pedih
Kenapa..?
Musti ada tetes jiwa dan rasa
Yang membuyarkan inti-inti cinta
Porak poranda terbabat badai sukma
Melebur segala mimpi dan asa yang ada
Kenapa..?
Tanyaku pada diri dan juga dirimu
Akankah cinta sejati menjadi milik hati
Cukup indahkan senja dengan corak pelangi
Yang bisa hiaskan senyum tanpa ada luka di hati
Dan selalu retaskan bisik-bisik manja di jendela rasa dua sejoli
JOGJA, 12 Agustus 2017
Unggah ulang
INGATKU
By : Puji Astuti
Kegelisahan nurani dan asa ini menggelinjang
Kehampaan dan kerinduan serasa menyatu tak terpisah
Sudut nuansa bathin tersayat senyumanmu
Ranum mengisi pantai hati biruku
Kupendar makna kerlinganmu
Hangat menyusupi dinding jiwa rapuhku
Bagai selimut tebal membungkus dinginnya ragaku
Berpagut genggaman jemari seiring hangatnya rasa di dada
Ujung lidahku kelu
Hati serasa beku terpaku
Sinar mata meredup terpesona
Begitu dalam wibawa cinta yang kau bawa
#resahku_GSP_1282017__
INGINKU
By : Puji Astuti
Berhamburan resah di setangkup hati ini
Lembaran indah yang kita lalui
Terpagut di bawah sinar rembulan sabit
Titik rindu bertemu dan bersatu
Inginku selalu ada di sepanjang hari
Melantun kisi-kisi cengkerama cinta
Ringan dan lapang di dada
Hari pun bergulir tidak terasa
Terbitnya mentari menghantar harapan
Tersembulnya rembulan malam menjadi ingatan
Tatap sendu dan bisikan rindu
Adalah dirimu pemilik lantunan merdu
Harap ini ruaskan di lubuk hatimu
Duhai pemikat kalbu dan jiwa
Setara gelora debar mengiris sukma kita
Yang kini terluka berceceran di hamparan hampa
Kecup resah nadi pun gelisah
Butir gelombang getar kini merambah
Ada rindu yang menyumpat di lorong waktu
Sakit, seperih sayatan sembilu rasa di hati
Inginku,
Simpan segala ngilu terkaparnya kita
Bersama meretaskan semua yang terjadi
Bahwa aku masih tetap di sini
Berdiri dengan segenap ketulusan hati
Aku akan selalu ada.
JOGJA, 9 Agustus 2017
GERHANAKU
Sesekali kulirik keatas langit biru
Terasa ada secuil resah pilu
Meremahkan garis-garis senduku
Yang teramat dalam akan kehilanganmu
Duhai..
Memilikimu adalah separuh kebahagiaanku
Melepasmu merupakan rata mati hati ini
Singgahlah selalu di gelap jiwaku
Karena sangat berat menanggalkan semua kenangan itu
By : Puji Astuti
JOGJA, 8 Agustus 2017
KERESAHANKU
By : Puji Astuti
Ada setitik lesah menggerogoti rasa
Mengguncang detik waktu yang ada
Kekeluan menghias campak-campak wajah
Kini membuat kalbuku menunduk resah
Kukidung sebaris kata sendat
Yang mendengung lirih dan tak bernada
Bermuara desakan pilu di dinding dada
Tak mampu lagi aku tuk berkata-kata
JOGJA, 2/8/2017
LIRIS BATHIN
Sungguh tak mampu lagi jiwa ini meluapkan rasa
cerita yang lalu kini meneteskan pedih
luka yang tak bisa mengatupkan bingkainya
perih seakan sembilu ini telah hujamkan sangat dalam
Lirih sebut sebait nama yang terukir
tiada pernah terganti dengan untaian aksara
walau seindah permata
tertambat, tergurat di kerat-kerat hati dan jiwa
Gemetarku setiap menoreh kenangan
kupeluk erat hempasan kesunyian
terselimuti hangat dekapan asmara
kian membakar seluruh raga pahatan sukma
Duhai..
lambaikan jemari lusuh
tuk bisa kusentuh dengan utuh
damaikan lagi geloraku yang makin gersang
tuk kembali peluk kenangan untai keindahan
Kembalilah..
dan bisikkan melodimu cinta
kan kuusap dengan hati seteguh asa
lelangkan segala derai peneguh bilah jiwa
Kini aku tersunyi
labirinkan cercah manik di raga
estafet antara senyum dan gerai duka
~ Puji Astuti ~
jogja, 20082017
BISU
Tertatihku di jalanan berliku
tanpa suara hanya kebisuan yang kelu
tatapanku nanar di fatamorgana senja
makin gelap mengelilingi pijar cakrawalanya
Di sini ku torehkan berbagai isak tangis
kesunyian mencekam di tapal batas asa
muaranya pun tak bisa terasakan
hanya percikan harapan masih tertawan
Inilah jejak langkahku
seakan makin mendekati lembah sepi
bertahtakan kegetiran hati
terayunkan, terhempaskan di padas keras
Kucuran darah kepedihan makin deras
membasahi altar kekeluan rasa
sendiri dan menepi
tanpa kehadiran semilir angin senja lagi
~ sepiku ~
Puji
(19/08/2017)
BERKABUNG
Di antara riuhnya lalu-lalang jiwa-jiwa yang bercengkerama di sudut ruang kehidupan
tak kudengar denting hening sekejap pun
Semua hingar-bingar mengiringi lanjutan waktu malam yang mulai lingsir
Di pojok ruang sempit, terduduk satu jiwa yang muram raut wajah dan sempit menghimpit hati,
remang lilin hampir habis menambah suasana remang pekat
seorang diri, tersingkir dari jamahan tangan-tangan relawan yang diharapkan
Pucat pasi, untuk yang kesekian kali tiada sesuap nasi dan tetesan air kehidupan melintas di leher kurus jenjang tertutup gerai kumal rambut panjang
Tersingkir, terlalaikan dan terbuang...
Malam berganti tiada hitungan lagi, berlalu dan berlalu
harapan pupus tatkala semuanya telah terjadi
Jauh dari mimpi, tertimbun penyesalan jiwa dan hati
Menunggu dan menunggu uluran jemari yang mengusap segala nestapa ini
Terbaring lemah, tiada kekuatan raga
tersungkur derita yang makin mendera
isak tangis pun telah melirih tanpa suara
Tinggal napas menyelimuti raga nan keronta
Satu-satu berat menyangga nyawa
Terhenti, pasi dan akhirnya mati
Tanpa tabur bunga mewangikan pusara
~ puji ~
Jogja, 13082017
KISAH SUNYI
Perjalanan ini terasa sepi namun langkah tetap searah, tiada gaduh yang tercipta karena langkahku ringan tak bersuara
biarpun ingin aku gamit kebersamaan namun gapaiku bagai menggenggam hembusan angin
Hadirmu tak ternilai dalam hening kesendirianku, menggadai cinta yang terindah dalam secarik mimpi di tidur malamku
Kini sunyi membalut di langkah ringan kakiku yang tanpa alas pelindung tajamnya batu-batu
Aku berlalu menyangga setiap napas yang makin tersengal tak beraturan
Singgahlah sebentar tuk mengatur nadi suara lirih memintaku, tidak...!
Luka ini sudah menjalar bagai kangker di sekujur tubuhku
akan kujelajahi pelataran bumi tuk menepikan segenap beban di jiwaku yang sudah serupa selembar kanvas lusuh dan usang tak punya arti lagi
~ puji ~
Jogja, 13082017
Kamis, 02 Januari 2020
Kumpulan Puisi Ardan Wibowo - KETIKA PARA SETAN MULAI BRINGAS
KETIKA PARA SETAN MULAI BRINGAS
Haus kekuasaan
Apa jadinya
Nafsu nafsu yang tak terkendali
By:Ardan Wibowo
Kumpulan Puisi Suyatri Yatri - ADAMU MEMBERI CORAK BAHAGIA
ADAMU MEMBERI CORAK BAHAGIA
: Suyatri Yatri
Senyummu memberi kekuatan jiwa
Setiap langkah ada setitik rasa yang bergemuruh
Sorot matamu mengisyaratkan harapan
Bahwa pelukan dan dekapan kasih yang selalu dinanti
Nak, waktu menjawab semua tanyamu
Bahwa kecuraman tebing bukanlah kesulitan yang akan didaki
Tapi bagaimana strategimu untuk bisa melewati
Hingga asa ada digenggamanmu
Nak,
antara gelap dan terang
Hujan dan kemarau
Bukan menjadi hambatan untuk terus bergerak maju
Lukislah kanvas putih sesuai inginmu
Sebab adamu memberi warna bercorak bahagia
Jadikan sejarah, pijakan menuju rida-Nya
Rohul, 22 Desember 2019
RAHASIA JIWA
Sengaja bersembunyi
Sebab rasa tak perlu ke langit
Akan menjadi angkuhnya diri
Biarkan masa membaca dengan rindu
Berpijak pelan-pelan bermula dari hulu
Menghilir makna disembang waktu
Sengaja rahasiakan jiwa
Sebab setapak demi setapak akan terbaca jua
Agar diri tak jumawa
Tetap menjadi camar yang melintas samudra
Hanya kepak dalam sunyi menerbangkan asa
Biarkan hening menjadi sahabat
Nanti akan terbaca juga
Goresan ujung pena memadat
Metitipkan pesan rahasia
Rohul, 12012020
Suyatri Yatri
SUNYI
Sunyi menetapkan tanda
Di antara lembaran tertutup
Berlalu dalam diam
Kelam membentang kalam
Kembali pada titik hening
Saat rasa diusut butiran bening
Memilih jalan sepi dalam kesendirian hati
Rohul, 10 Januari 2020
Suyatri Yatri
PETUALANGAN HATI
:Suyatri Yatri
Keganjilan hadir di ceruk rasa
Menyusup ke pori tebing
Bebatuan menetapkan kerasnya
Tergerus tubuh dialiri air
Luka jiwa menatap reranting meranggas
Dinding goa memisahkan cinta
Di sini putuskan segala warna
Riuhnya kelelawar
Hadirnya tikai di akar-akar menjuntai
Percuma ditangiskan gabak
Sebab jalan sudah ditentukan
Antara kenang dan tenang
Membisik angin dalam angan
Setatap netra kuyu
Digelut sajak di ujung waktu
Akhir petualangan diksi
Menitipkan jejak di dasar sungai
Entah kapan menjemputnya kembali
Rohul, 9 Januari 2020
MEDITASI JIWA
Suyatri Yatri
Dari sini, bermeditasi jiwa
Menyulam rasa di ceruk waktu
Sunyi adalah kata
Diksi pun membisik di genangan makna
Aku larut dalam keindahan tubuh alam
Biarkan kesendirian mengimla guratan bebatuan
Agar sajak tetap tertulis di minda
Aliran semiotika menjadi pesan
Bahwa kejernihan terendap estetika
Aku tenggelam dibalut pesonanya
Rohul, 9 Januari 2020
#GoaTujuhSerangkaiKabun
KULIM
Pedas
asin
pahit
manis
dicicip lidah
aku tertegun
nikmat sambal kulim
nikmat
mengikat rasa
candu
menjadi rindu
aroma khas
menggugah selera
kulim terbayang
lekat dalam ingatan
terasa-rasa dalam kenang
Rohul, 13012020
RUMAH PANGGUNG
Suyatri Yatri
Masih banyak yang ingin kutulis dari tubuh rentamu
Diksi masih berserakan di puing waktu
Biarkan aku menyelisik jiwa Kotoranah lewat lembaran papan dan atap berkarat di kukuhnya tiang penyangga ragamu
Saat kembali suluk, membahas tafsiran usiamu
Pantun mengental di denyut nadi
Selawat mendebar di jantung negeri
Anak-anak lincah bermain gasing di bawah cahaya purnama
Rumah panggung menyimpan banyak cerita
Sebab kisah menjadi kenangan tak terlupa
Ratusan tahun tiang-tiang berdiri
Bergurau memegang antan menumbuk padi
Di kolong pun menitipkan secawan makna untuk dikenang
Rohul, 19 Januari 2020
Hak Cipta©2020 Suyatri Yatri
Semua Hak Terpelihara
SUYATRI YATRI |
Kumpulan Puisi Ayu Ashari - SALJU DI GURUN SAHARA
MELARUNG WAJAH MASA SILAM
Selaut tinta ku sajakkan
pada biduk yang beringsut mengeja makna
meraba setiap diksi serupa buih
namun yang terlihat hanyalah gulungan putih
terlempar jauh ketengah badai
akankah kembali menyisir ketepi pantai
O, seperti itukah puisiku kini
hanya larik larik hampa
ketika imaji pergi tinggalkan minda
Madah madah membawa keliaran imajinasi dalam resti yang entah, melepas etika
lantas terjerembab di atas gemuruh gelombang kepalsuan nikmat yang kehilangan estetika
nyatanya ratimaya hanyalah semu belaka
Kesadaran menghamba menelisik jiwa
jemari menari mengitari tasbih lantunkan zikir tiada henti
meredam ahengkara agar
sanderan dendam tak melesat jua
menghapus seribu buram rupa
menghempas renjana memikul dera
segalanya meranggas sudah
membusuk membaur pada tanah di dada
menampik rayuan wayasa menanti bangkai
Ah, tiada lagi yang kudamba kecuali matahari
menyublim luka luka penuh garam
hangati sudut pesisir yang mulai menggigil
Maka
Ku larung wajah masa silam di kedalaman lautan
Ayu Ashari, medan 17122019
##
Minda = pusat kesadaran yang membangkitkan pikiran
Resti (sansekerta) = bergairah
Ratimaya (sansekerta) = bayangan keindahan
Ahengkara (sansekerta) = nafsu jahat
sanderan (sansekerta) = anak panah berapi
Wayasa = burung gagak
SALJU DI GURUN SAHARA
Jangan ada angan ketika lidah sedang bicara
lantaran suaramu hanya meruang di balik cakra kosong
caraka rindu yang pongah menyiksa tiada jeda
lalu sepi membungkus hening menghampa
Haruskah kautebar ludah dendammu
keseluruh mayapada agar menghijab buana
Ah, isyaratmu tampak jelas
bahwa kau masih menginginkanku
Saat engkau berkelana di sana
Di bukit debu dengan angin keras bertiup
sampai mengeringkan air samudera
Engkau tersesat di gurun
namun untuk berdiri bersamamu di cincin api
aku tak mampu
terlalu sulit ku pahami dogma rasiomu
Tapi aku akan lupakan hari lalu
yang penuh luka garam itu
aku akan melindungi tubuh dan jiwamu
dari halusinasi pandanganmu
yang tersesat di lautan pasir kering
Jika harapanmu tersebar seperti debu
di sepanjang jalurmu
aku akan jadi bulan yang menyinari jalanmu
matahari yang bisa menghangatkan matamu
Percayalah aku akan senantiasa berdoa
agar langit menurunkan salju di Sahara
jika itu satu-satunya tempat dimana
engkau bisa tinggalkan keraguan
aku akan mendukung
dengan menunjukkan jalan keluar bagimu
Dan sebelum api membakar
Kan kubalur salju di sekujur tubuh
Kekasih
Hanya satu permintaanku
izinkan aku menutupi bahumu
dengan kerudung dari sutra bersulam emas
saat bayangan datang dan menggelapkan hatimu
meninggalkan penyesalan yang begitu dingin
Ooooo...
Menarilah di puncak bukit thursina
lepaskan dahaga dengan batu yang dianugerahkan Musa
nikmati secawan anggur
hingga tersengkur beriring lenguh menghiba peluh
Ah, semoga aksara yang porak poranda
menyatu kembali diikat bait-bait puisi Rama Shinta
Ayu Ashari, medan 11122019
DEMI MASA
Angin berhembus mengabarkan dusta
menembus lapisan mega
tentang sajak sajak nista yang terlanjur tereja
melalaikan titik penyempurna bait-bait prosa
Sejenak tertegun, gelisah mengalun
Lemas lunglai duduk mengutuk
pada senja yang kian meredup menikam lembayung
Membidik asa yang telah terkunci
pada rasa yang terbunuh di detak jantung
O, mentari menuruni anak tangga terakhir ufuk barat
adakah bekal tuk malam dalam dekap pekat?
ketika gelap kian di bumbung sepi
jasad serasa di sembunyikan sang maut
menunggu tuk berkata kata dengan hati terbalut kalut
dan terkurung seribu takut
sendirian dalam tebalnya kabut
laksana pengembara tersesat mencari haluan
tak pernah menyambut pagi di tempat yang sama
Memekik memaki kebodohan diri
pun sesalan tiadalah berarti
meringkuk menahan gigil
sejuta bayangan perjalanan Yin-Yang
silih berganti memutar kembali
"bukankah disini tiada lentera dan perapian"
sukma membathin di bawah bulir bulir airmata menjawab isak dan ratap jiwa
menyadari akan megahnya kesucian hati nan sederhana yang kerap ternodai
Keangkuhan murca sudah
melesap sesal di waktu percuma
mulut terkunci pun lidah kelu
tiada mampu menjawab pertanyaan demi pertanyaan atas tuntutan umbaran berjuta janji yang tak di tepati
Sesak tarikan nafas tersengal
sakaratul maut begitu menyakitkan
Ya, demi masa
apakah kita termasuk orang yang merugi?
lantaran asyik membangun dunia
Entahlah
Ayu Ashari, medan 08122019
PEREMPUAN SUNYI
Perempuan yang berdiam dalam sunyi
serupa dermaga tak berpenghuni
gemuruh gelombang tak mengusik sepi
Perempuan yang terdiam dalam sunyi
mendayung selaksa peristiwa di musim semi
di hempas perih janji imitasi
lukisan bayang bayang ilusi
Perempuan yang berdiam dalam sunyi
berkalang mega merapal mimpi
bersemedi menghitung hari di buku jari
mencari irama jantung di hati yang telah mati
Perempuan yang mendiami sunyi
menghalau gerimis di ujung lazuardi
sembuhkan lukaluka dengan syair samawi
Oooo
Perempuan sunyi
diammu bagai emas syurgawi
anggun mempesona meniti takdir illahi
Adakah hujan berumah dipulangmu nanti?
Ayu Ashari medan 03012020
SEBUAH RASA
Sayang mengertilah
Malam tak akan hangat
Oleh derai hujan
Rembulan tak akan bersinar
Tanpa matahari
Dan...
Lautan tak kan berombak
Tanpa hembusan angin
Begitu pula diriku
tak akan bergairah tanpamu
sebuah rasa yang pernah terjeda
karena ambigu
AA medan 02012020
MENANTI PERAHU
Di mana kah kau sayang
Sejauh mata memandang
Hanya ada hamparan lautan
Sedang langit mendung berkalang
Yang
Desember telah berlalu
Januari kita temu
Hingga bila kau biarkan
Buih meniti ombak sendirian
Sedang dermaga melembah sendu
menanti perahu berlabuh
AA medan 01012020
TERUNTUK LELAKIKU
Menatap di keheningan,
jenjang detik terasa menguap
mengupas segala takdir yang terpendam
"diam"
terpapah di sela sela ranum senja
O, telah kupuisikan tapak
lukisan jejak jejak abstrak
pada jiwa jiwa yang terpasung abilasa
melepas warastra rayuan laknat
mengobrak abrik tata krama
mencabik cabik atma
Ah, aku hanyalah titah sewantah
ngelangut di deraian malam
mencoba berdiri tegak mengeja sajak
melangkah mengitari samsara
melawan arus sungai tipuan bejat
yang hanya akan menghepas di muara lara
Lelakiku
di hamparan langit jingga
di jalanan yg masih begitu rawan,
engkau menghampiri menawarkan kedamaian
membuka kedua tangan mengajakku ke dalam dekapan
Lelakiku
Aku berhenti di hadapanmu
membangun mimpi di musim semi
seindah sasadara manjer kawuryan
Mengisi rongga rongga yang mengering
meresapi setiap tetes cintamani
yang bersemayam diselaput teduh sanubari
menyimpan beribu kata pusaka yang tersembunyi
Oooohhh lelakiku
genggamlah erat jemariku
ucapkan janji setulusnya dalam hati
Mari kita pasrah berdoa
semoga selama lamanya
kau dan aku satu abadi
Ayu Ashari medan 27122019
##
bilasa (sansekerta) = hawa nafsu
Warastra. = anak panah
Titah sewantah. = mahkluk penuh kekurangan
Samsara. = putaran waktu
Sasadara marjen kawuryan= bulan yang bersinar terang
Cintamani. = manikam percintaan
AYU ASHARI |
Kumpulan Puisi HR RoS - PERJALANAN ABADI
Romy Sastra
panji yang dibawa tuanku adalah risalah langit dari bumi mekah, taklah pelita redup di tangga rumah. sejarah mengabarkan, tuanku berseru; apalagi yang kisanak mau? kita sudah diadu domba belanda. di mana kaum adat masih saja bertikai, pertempuran tak kunjung usai, tuanku dibuang jauh ke manado, lotta minahasa jadi saksi nisan pahlawan itu. perjuanganmu belumlah lansai tuan, di dada generasi sadar pembaharuan, ranah bonjol akhirnya berdamai. akidah dan adat seganding seiring zaman. minangkabau plakat panjang sejarah di tubuh bangsa.
Jakarta, 13 November 2019
AKU DAN TUAN GURU
lembah-lembah diri kuhadang melipat tengkuk membungkuk. menurun mendaki berpacu lafaz ilahi. jalan-jalan terjal ditelusuri, memasuki alam rongga rimba raya. aku dan nafsu mengikuti jejak langkah fana. mengintai di setiap tengadah memohon; mahabbah
aliran tenang mengalir di telaga kaca rasa,
bersabda penunggu kasta si tongkat alif di tingkat makam yang tinggi.
"untuk apa engkau datang kemari, hanya membawa ilusi?"
"tuan, aku datang kemari membawa cinta.
izinkan aku bertanya tentang azali berdiri
ya, tuan penunggu sagara alam diri."
"baiklah, jika satu langkah kaujelang. maka, pahami keluar masuk nafs memuji. jangan berdiri di kaki menapaki! jangan duduk di tilam permadani! berpijaklah di tempat rasamu bersembunyi! akan kau tahu rasa yang sejati."
diri bersila pada embun-embun malam di ruang yang teramat sunyi, di sana sabda itu dibisikkan;
"la ilaha illa ana, innani anaallah" pengakuan maha raja tertulis di dalam lembaran surat rahasia, alqurannul karim tersaksi di meja hakim
hu dzatullah, nur tercipta
pasubhannallazi biyadihi ...
subhanna rabbika robbil izati ...
akhir kalam ayat-ayat suci
alhamdulillahirrabilalamin
penutup segala doa untuk kekasih
sesungguhnya itulah sabdaku; keakuan azali, kesucian segala maha sadari sedari kini. jangan tersesat jalan menuju pulang, sedangkan godaan datang silih berganti
si tongkat alif bersabda kembali;
"kembalilah engkau turun ke mayapada
pegang nukilan tauhid dari mursyid penuh cinta, amanah jangan dilengahkan, meski sulit dan pahit. lidah jembatan sirothol mustaqim, saksikan kehadiran kekasih di setiap daim"
Romy Sastra
Jakarta, 251219
PESIMIS
kekhawatiran pada kemarau telah berlalu, siklus adalah pertanda musim yang dibawa angin, debu-debu berhamburan bersemayam di mata, aku buta sekejap dari bayangan. kaukah itu cinta yang menitip bunga, lalu mengatup?
kekhwatiran pada hujan terbukti dingin, yang semestinya kau hangatkan tubuhku oleh rindu, dan rasamu sudah hambar dengan sendirinya. itu kutahu, karena tarian angin tak lagi gemulai di pucuk perdu. cinta masa lalu telah beku, membuat jiwaku trauma akan kekasih yang berakhir jadi pilu. ah, kau mantan adalah kenangan.
kekhawatiran pada kekinian adalah langkah pesimis di rasa yang fatalis, dan aku kalah bertarung sebelum tiba di finish.
HR RoS
Jakarta, 23 Desember 2019
KELANA SUFI
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
salam diucapkan, jari-jari disatukan
duduk yang khyusuk kaki dirapatkan
seperti pencinta kemaruk mencari tuhan
ketukan pertama berdiri;
pelita dibawa ke dalam sukma
membunuh anasir nafsu dengan cahaya
belajar mati, nawaitu diam
ajsam menyimpan permata di ruang rahasia
dan pintu terbuka
permata-permata di jalanan berkilauan
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
pada ketukan ke-dua;
debar-debar tak karuan
sebab kematian diundang
berkutat melawan ketakutan
antara iman dan godaan
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
ketukan ke-tiga; berkidung rindu
merayu tak membohongi laku
puji-pujian asyik di titik batin
meniti ihdinash shirathal mustaqiim
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
ketukan ke-empat; menari mencari kekasih
menari, seperti tari-tarian kinciran angin
gemulai, memutari Ka'bah berharap sampai
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
ketukan ke-lima; trai-tirai kehidupan terbuka
sedangkan alif sudah menunggu tamu sebelum khalifah tiba
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
ketukan ke-enam; khalifah uluk salam
bersalaman di dalam ranah
'salamun qoulam mirrobbirrohim'
wahdah terang membuncah
satu tangga lagi menuju istana cinta
bendera kemerdekaan sudah di depan mata
tiada lagi memuja asma, yang ada fana
memasuki rumah kekasih melalui tujuh pintu
di ketukan ke-tujuh;
telah pasrah segala daya,
tiada daya dan upaya, lahaulawalaquata ....
laisa kamisilihi tersaksi, tiada lagi warna
kekasih telah menyelimuti segala yang ada.
dan cinta itu nyata, makrifatullah
Romy Sastra
Jakarta, 24-12-2019
DENDAM SILSILAH
Romy Sastra
awal bumi dihuni khalifah, keturunan adam menoreh tikai menjadi panji berdarah di garis silsilah purba. pembantaian sepanjang sejarah adalah dendam tak sudah. hitam putih sama-sama mencari posisi. nubuat berkhidmat pada risalah, suara daud tak mampu mendamaikan isi semesta, berbahagialah burung-burung menikmati merdunya. tuan-tuan tergoda moleknya khuldi? mesiu menjadi mantra-mantra di selangkangan peradaban. dunia di ambang kehancuran, perang diciptakan di sana-sini. konflik bermula, dan tak asing di meja politik bermain catur sangat cantik, tuan berpesta di dada ibu yang tabah, aku mengutukmu, biadab....!!
Jakarta, 10 Januari 2020. 22:02
PERJALANAN ABADI
Romy Sastra
mengintip rahasia sunyi menuju jalan kematian kembali hidup. telinga tak lagi berdenging wajah pucat pasi, jantung berhenti berdegup. mata memandang sedih mencintai duniawi, akhirat di ambang pintu. lidah kelu meminta seteguk air pada nafsu menjadi gugup
esok atau lusa, mungkin seribu tahun lagi perjalanan diri ditinggalkan ruh. entahlah, yang jelas el-maut tetap bertamu. tanah liat jadi selimut sunyi, kain kafan rapuh. bangkai-bangkai berdebu menunggu waktu kembali utuh
lalu, apa yang dibawa ke sana? yang jelas tak pasti amal dunia diterima. sebab, riya-riya ibadah membaju di dada. pastikan satu keyakinan diri, shiratal mustaqim tak runtuh, total bertakwa sampai ruh berlabuh
Jakarta, 11 Januari 2020
ISTANA RAJA SELALU TERBUKA
bukan matahari enggan menyinari. sebab, siklus musim membawa pesan kepada awan. setidaknya ada harapan setiap pagi, ayam jantan memanggil dari jauh, seduhan kasih yang dinanti. bukan rembulan tak sempurna menerangi malam, musim hujan titipkan kesuburan pada dedaunan, semesta beribadah. lalu, mataku mengatup berjalan ke arah sujud, mencari berkah di setiap tahajud, aku masuk dari segala pintu, di setiap langkah merindukan cahaya menatap sinaran cinta bermegah, dan aku menunduk sadar, ternyata istana raja selalu terbuka
Romy Sastra
Jkt, 9/1/20
KEMBANG MISTERI
melintasi titian senja menuju dermaga
tertatih langkah memandu laju, dan kubawa seciduk tirta tak tumpah menyirami taman-taman bunga hampir layu
berharap kembang senja mekar selalu
menyibak sehelai rambut jatuh di hidungku
padahal sedari tadi dagu bertanya pada dungu, oh; anggrek, mawar, ataukah anyelir cinta kupilih? semua tumbuh di beranda jiwa berwarna ungu, jawaban resah tak tahu
lalu, kupetik kembang melati kucium mewangi
janji terpukau pada jalinan ingin mengabdi
kupelihara kelopak melati tak koyak oleh benci, jaring-jaring kupasang lewat telik sandi
jika kelopak koyak, apakah senja telah pergi?
aku pungut doa-doa malam di sanubari
kirimkan ke langit menengadah tadah pada ilahi, berharap pintu langit terbuka
wajah yang dirindu merupa
ahh, melati di titik batin ternyata tak merupa
ia telah tiada pergi ke alam sunyi tanpa kabar kekasih putih dibungkus misteri
rinduku semu angan berlalu
sebait doa pasrah di nisan tanah merah
kisah menyunting kasih tak sampai
melati dan kemboja bersedih di titian senja
pendayungku rapuh hanyut tertinggal jauh
Romy Sastra
Jakarta, 6120
SAJADAH JIWA
memilah-milah benang ngengat
dipintal seikat jadikan renda terikat kuat
sajadahku sutra, cinta berhias di mata
aku sunyikan diri menghindari duniawi
yang seringkali kalah bertarung melawan nafsu
kubungkam hawa berperang di mata pedang
kubuka pintu kalbu menyemai kalimatulhaq;
laa ilaaha illallah....
jiwaku telah lama berjodoh pada bakti semenjak ar-rabbani menitipkan janji azali
roh menyanggupi, batin menyadari
aku tafakur menemui cinta di dalam jiwa
labirin rasa menguji perjalanan sabda
nadiku bergetar jantung bertasbih;
subhanallah....
menggapai cinta di singgasana;
tatapan bersyahadah hamparan bermegah
aku pulang mengucap salam diam-diam
di pergulatan yang hebat hendak jabat terjawab, ya rahman ya rahim;
salamun qoulam mirrobblirrohim....
sajadah jiwa tempat berdoa paling pinta
terkurung di terali diri
surga dan neraka nyata berwujud
mati dibolak-balik kekasih
aku bersujud
Romy Sastra
Jakarta, 15120
MENCARI MAHA KEKASIH
tapa diri, ning hening
lebur terkubur bermandi peluh
dalam zikir bersama ruh
mencari cinta sepanjang permana
memuji menempuh kematian di dalam hidup
bergulung ombak di telaga suci
beriak tak bertepi, mencari-Mu yang dirindui
bilangan napas di tubuh gemuruh
bertanya pada sami' lonceng berbunyi
membuka tabir bashir sepasukan kerlip bertamu,
telaga zam-zam membanjiri pipi
tatapan nafsu terpenjara lara
jubah jibril menyelimuti dunia gigil terpana
diri diam tak berucap pelita nyala
musyahadah masih berupa warna
rasa memburu bisu menyentuh kalam
bawalah daku mursyid ke langit tertinggi
palang pintu penjaga istana menyambut
kasta-kasta mewah ditempuh
pada tujuh pintu neraka ditutup
membuka tujuh pintu cahaya
terbuka tirai maha kerlip menyentuh segala sukma
tauhid itu ternyata berdiri di baitullah
salaamun qaulam mirrabir rahiim
salam sejahtera dariku untukmu wahai pendaki
di sini pintu rahmat maha raja bermula
daun-daun berguguran
netra dunia padam netra batin menikam
memang pendakian cinta
belumlah sampai jejak langkah didaki
ini masih alam cahaya
leburkan saja kerlip jingga itu
jangan bermain rona pada aurora
itu pun masih rupa nafsu
mematikan diri hingga fana
'kan ditemui yang dirindui
berjumpa kekasih tak ingin berpisah lagi
Jakarta 250219
BUNGA NOKTAH
cobalah berpikir sebelum langkahmu ditentukan takdir
bunga yang kau tawarkan masih segar kucium
harum bungamu menggetarkan sukmaku
berpikirlah sebelum terlambat
sebelum sandiwara rasa itu tamat
kesalah-pahaman tak memahami ikatan
selalu menimbulkan kesumat
berpikir jembatan kehidupan kau dan aku
sebelum di awal noktah bunga itu layu
berpikir itu lebih baik daripada beribadah seribu tahun lamanya
taklah cinta menjadi kisah semusim saja
HR RoS
Jakarta 25 Februari 2019
DEBU YANG TERSISIH
hujan di mata sendu, bunga dahaga layu
melihat taman-taman di bulan berseri
ilalang menantang matahari tak mati
terik cermin kaca, retak seribu cahaya
debu pasrah diterbangkan angin
tersisih di lantai permadani
lenyap disentuh air tak bersedih
debu tetap nirmala, meski terbuang jauh
sungging di bibir merupa nebula
sementara saja aurora bermain cahaya
kisah kasih jadi kenangan tak berdian
hujan terus turun kenangan padam
sejatinya cinta tak memandang kasta
ahh, kejora enggan kelipkan sinaran
bulan malu di balik cemara
debu-debu hilang entah ke mana
TIM Cikini 220219
CATATAN SENJA DI BALIK TIRAI DOA
bunga tidurku siang tadi
membawa diri hanyut pada ilusi
ilusi seribu bayangan kurcaci mengoda
mengajakku untuk terjun dari bulan;
merupa alien
di dalam mimpi menembus lorong galaxi
di ruang kosong berkuda ufo
anganku terikat bergantung tak bertali
pada impian kekasih yang tak lagi kumengerti
ahh, aku dungu pada ego diri yang telah kosong
dengan suasana lelap pada kunci makrifat
rasa cinta yang tak kupakai lagi
bodohnya aku
mutiara telah menjadi beling kaca
emas telah menjadi suasa
dada berdebu, onak berduri
aku membuka dada matahatiku buta
Pada goresan senja menyapa tinta
di langit biru memadah doa
tuhan, engkau kekasih yang kupuja
yang kupinta selalu kau beri
padahal dosaku telah menembus langit
engkau masih saja tersenyum penuh kasih
nyalanya sebuah pelita kau beri
sebuah realita di jalan ini kulalui
lurus memanjang tak bengkok lagi
meski lembah-lembah terjal membayangi
langkah kaki optimis memandu kemudi
walau semak belukar di taman onar,
duri-duri menikam telapak jejak kehidupan
aku tetap melangkah meniti senja bermuara dalam barisan sajadah
hingga malam tak lagi nampak
yang ada fana tak lagi mencumbui warna
Aku yang selalu memetik harap pada doa berjamaah
bersama kekasih menemui maha kekasih
di haribaan pertapaan samarah
sujud dalam cinta kepadanya, dengannya
ya, kepadanya
HR RoS
Jakarta 17219
KOTAKU
di ujung petang di awal senja
memulai langkah sedari pagi
tak kenal lelah berlari
memandu jalan pulang membungkus asa
seperti burung-burung pulang ke sarang
bertelur lagi
lambaian kota metropolitan
menjanjikan masa depan
seperti laju kereta api membawa penumpang
di setiap gerbang berbondong-bondong
kaki-kaki cekatan berjalan di lorong-lorong
di tengah keramaian bisnis berlalu-lalang
mencari rezeki
mimpi di siang hari menatap mentari
jalan gersang dilalui
ada panas ada hujan
ya, pergi pagi demi kasih
kembali senja demi cinta
ahh, kota ...
kugantungkan impian di kota ini
demi kau dan si buah hati
di sini ...
ya, di sini di kota ini
jakarta macet parah
aku kalah ....
Jakarta 02 Maret 2019
BETELNUT UBUD
mereka datang menyulang satu wisky di meja yang disoroti laser mirror ball
kepala berputar-putar pesta puisi akan digelar
bule-bule cantik elastis di tumit yang tipis
wisky dituangkan ke dalam gelas-gelas tinggi
tubuh bule-bule menjulang panjang
aku tertegun pada perempuan bermata coklat
di BetelNut
malam itu house musik bernada zig-zag
beraliran jazz klasik, ngerap, trance, techno
di cafe ubud rasa hanyut dan tenggelam
mirror ball menyinari mawar-mawar segar
alunan trance di pesta malam membuat mata nanar
dunia malam di ubud
musik jazz di tangan DJ membangunkan kumbang-kumbang malam mencari makan
di tongkrongan di setiap sudut-sudut cafe
gerombolan mawar itu merayu
membuat dompet lesu
asap berpendar ditikam sinaran mirror ball
dadaku kian bergetar
di BetelNut gadis finlandia itu kukenali,
dia berkata:
what is your name?
aku menjawab;
my name is romy
pertanyaan itu terus berlangsung,
tatapanku padam dalam dialog yang beda,
serba bingung
dia berhenti berkomat-kamit di hadapanku
sebab tak ada jawaban berarti yang dia tunggu
dialog terputus, bir di tangan tumpah
aku mau ngomong apa? hanya bisa ketawa
si mata biru finlandia tersenyum ramah
aku pindah meja darinya
dan aku kalah
Romy Sastra
Jkt 070319
JEJAK-JEJAK PELITA
sunrise di awal jiwa titipkan cahaya
semenjak hu dzatullah dalam sabda
alam berwarna-warni menjadi nafsu duniawi
bayangan diri disepoi mamiri menjauh
surya di atas kepala didih
ubun bertasbih
permana usia tak bisa diterka
hidup bermandi peluh
jejak tertinggal jauh bayangan luruh di tubuh
langkah berangsur dekat ke batu nisan
sekejap saja perjalanan terik menerangi
menunggu padam
sunset merupa keemasan di tepian senja
seperti buah yang ranum menunggu jatuh ke tanah, lalu mati
nama dan jasa jadi sejarah
di mana kawan abadi setia menemani?
belum jua didatangi
HR RoS
Jkt 5 Maret 2019
CARANO MINANGKABAU
tuanku titipkan tiga tungku perapian di tengah gelanggang
dendang menciptakan kasih sayang
tarian tak serampangan
carano tuah sakato;
mamak rang sumando,
anak daro ayah bundo
dihidangkan sebagai pembuka kata
sebelum tanak masak di beranda rumah
carano pembulat kata;
diisi gambir pinang dan sekapur sirih
dulamak penutup carano
dalam makna penutup rahasia di dalam rumah
simbol ukhuwah menuju musyawarah
tiga tungku perapian nyalakan masa depan
penghulu, cerdik pandai, alim ulama
pembimbing nagari penjaga norma
jangan padam dian ditantang globalisasi
kokoh seperti sabda kersani di tubuh adam
menancap ke bumi
lalu, tuanku titahkan kearifan adat yang tak lekang oleh panas, dan tak lapuk oleh hujan
dalam motto raja:
adat bersandi alur, alur bersandi patut
sabda raja dituruti
di tantangan zaman
tongkat penghulu dipegang
sebagai penunjuk jalan anak kemenakan
lestarikan adat jangan dijual-belikan
adat jangan diganti, sebab telah mufakat
akidah telah terpatri di nurani, ulama terangi!
sabda tersimpan di dada menyinari isi kepala
cinta tetaplah cinta tak berganti benci
budaya itu menjadi sejarah di setiap laku
HR RoS
Jakarta 5 Maret 2019
catatan kaki:
carano dalam makna wadah / tempat
mamak di minangkabau sebagai paman atau penghulu
rangsumando adalah ipar
dulamak berupa kain penutup carano
SASTRA GELISAH
kepada angin kukabarkan serat pasir putih
bahwa malam ini sunyi
aku pesankan tiupan rasa untuk kedasih
kepada riak nan mendebur riuh
buih-buih terhempas jadi bias
nyiur melambai damaikan camar bernyanyi
rindu jangan layu daun masih bisa kusentuh
batang tak dipatahkan bunga malu tumbuh
kumbang bermain peran adalah cabaran
sampai di mana kelopak bermekaran?
taklah sajak dan puisi jadi gersang
biarkan ranting-ranting jatuh ke bumi
meski madah ini gelisah malam berkabut
bulan malu di balik awan
jangan si pungguk merindukan angan
oh, bunga seroja nan ranum
di semenanjung pesisir laut cina Selatan
bait-bait sastra pernah dirangkai ke muka buku
aku ceritakan kisah rindu tak pernah sudah
pada siapa anganku melaju?
aku kedinginan sendirian
jalinan asmara di beranda senja tak lagi indah
tarian angin melahirkan tanda tanya
andaikan pelita redup kasih lilinkan di meja
bersenandunglah di dada noktah nan suci
kan didapatkan surgawi menjelma kasih
lengan arjuna memeluk erat srikandi
sudikah kita bersama?
kukirimkan syairku lewat maya
pada tarian hati nan bersahaja
bersemilah dikau gita cinta digores pena
sebait doa berbungkus sastra memandu rela
meski kita terpisah jarak gunung dan samudra
bisakah setia itu membaja?
ah, entahlah ....
HR RoS
Jkt 140319
KEHILANGAN
... rinai luruh di mata sendu
badai menyimpan dendam di awan
hujan akhirnya jatuh
tubuh berselimut kabut
gigil kedinginan
di mana payung diselipkan?
dada kehujanan ...
HR RoS
Jkt 13319
KUDA-KUDA YANG PATAH
telah kau nyalakan api di telunjukmu
membakari sayap-sayap garuda
sedangkan pelita kau ulurkan tak nyala
pundakku sudah berat ditindih perih
kau menyebarkan hoax dan kebencian
seperti jalanmu saja yang bercahaya
negeri ini selalu tersenyum
tak menyimpan dendam
di mana jasa para pahlawan disematkan?
mereka menumpahkan darah hingga nyawa
demi kemerdekaan dari penjajah
kita lupa,
prajurit itu mati diterjang peluru
akankah kau selalu membuat isu?
sejarah mari dikenang!
tikai di negeri jazirah
jangan kau impor kemari
kami sudah lama berdamai dengan sunah
negeri ini bukan thogut
azasnya pancasila, pun disusun ulama
budaya nusantara sudah menyimpan tauhid
tak percaya?
tanya saja candraloka!
ah, tengoklah selendang usang ibumu
menyimpan air mata kerinduan
sebagai sajadah panjang di kepalanya
alif dipegang penuntun jalan
buka dada!
rahman rahim bersemayam di jiwa ini
sedangkan tuhan tak benci pada keadaan
sadari!
kita yang membencii antar sesama
homo homini lupus jangan pelihara
tuhan memainkan peran
skenarionya berjalan di rahasia kehidupan
kau dan aku, serta mereka adalah cinta
maka, bersatulah!
Romy Sastra
Jkt, 12 Maret 2019
SAHABAT KESAYANGAN
menarik rentang tali temali
berjarak jauh dipintal mendekat ke dalam diri
nan terikat pada simpul pohon rimbun
akar pohon mencakar di ujung kuku
tak melukai dada ibu
pucuk melambai menyentuh arasy
sebagai saksi laju perjalanan kereta
nan acap kali singgah di berbagai platform
ketika perjalanan usai jejak terbengkalai
menempuh titian dunia di setiap langkah
hidup jangan dibuat sansai
padahal el-maut selalu mengintai
pada pengadilan maha adil
terpaku menunggu titah di meja maha hakim
di sana terjawab perkara rahasia batin
nan bersembunyi sunyi di lembaran dunia
akankah pesta mewah menjadi duka?
neraca sudah memberitahu bukti
kerugian tak ada ganti
memilih berkidmat dengan dua sahabat
bernama iman dan tauhid
napasnya setia berhias di setiap laku
tak melolong meminta tolong
berbicara diam bukan bisu
melainkan menutup aib
nafsu selalu berbuat malu
roda kereta berantai baja rel berbantal besi
pergi bermusyafir membawa diri
kasih terikat di dada si empu cinta
bermanja berkasih sayang tak terkira
jikalau tahu jalan musyahadah
dua sahabat kesayangan itu bersimpuh
di atas sajadah membentang kembali pulang
pada jejak-jejak santri siang malam merindui
menuju pintu dermaga abadi:
mata hati
HR RoS
Jakarta, 08 Maret 2019
FATAMORGANA
Juita, lama sudah pesanku terkirim, kenapa tak ada jawaban darimu? Dinginnya embun pagi, telah kembali pada senja, secercah bintang di langit titipkan temaram kian menyapa malam. Sedangkan rerumputan bergoyang bermain kelam.
Di sana, kuncup-kuncup putri malu mekar berseri, serabut kembang mewangi jatuh perlahan, ditingkah kupu-kupu menari lambaikan sayap berwarna-warni,
Di ufuk senja itu, tarian sriti menyilaukan pelangi yang akan tenggelam pada rintik hujan 'kan reda.
Siluet di kaki langit berhias orange
Camar kesepian dendangkan lagu kenangan,
tentang kereta senja tak pernah kembali lagi.
Oohh, kidung asmara kasih nan terkisah
Rindu semusim purnama sebentar lagi tiba
Rindu pada rona malam di langit kelap kelip
Datanglah!
Jangan bersembunyi di balik cemara
Juita, sang bidadari malam,
izinkan kukecup bibirmu lewat pesona sajak anganku.
Aku rindu serindu-rindunya,
Juita, aku bermimpi tentangmu.
Kau pesonakan rasaku pada bibirmu yang indah, aku terlena
Saat ini aku benar-benar resah
mengingati kisah tak pernah nyata
Ah, bercinta pada bayangan yang tak indah.
Kembalilah Juitaku ke alam nyata,
usah bermain mimpi lagi.
Berrcumbulah Juitaku di dalam tirai asmara, marilah menyemai benih menuai semi!
Apakah diksi ini hanya terhantar lewat hampa?
Tak mengapa, aku berkisah pada dendam rasa menyuburkan tinta saja.
Ya, aku berharap lukisan wajahmu nyata,
ternyata tak ada.
Kau Juita kekasih ada dan tiada.
Mimpiku terkisah dalam bayangan saja.
Aahh, rindu pada Juita hanya fatamorgana
HR-RoS
Jkt, 220319
CINTA TAK BERNISAN
aku pernah berlayar mengarungi lautan
jumpai dayita dalam renungan
dermaga rindu kutemui
ternyata sunyi
layaranku origami
tak mampu lagi datangi kerinduan
kisah sudah mainan bayangan diri
aku pasrah, karam dan mati
HR RoS
Jkt 24319
CATATAN SENJA 1
Masih seperti yang dulu
menunggumu sampai akhir hidupku,
masih ku rajut benang kasih
di tepian senja di taman ini..
Adakah kau menyapaku disini
duhai yang disana??
Sesungguhnya realitaku harmonis
pada kedewasaan
yang sama-sama di mengerti
antara kau dia mereka dan cinta.
<>
Dikala senja mulai menepi
pada dedaunan yang akan gugur
aku bertanya pada pelangi.
Pelangi,..??
parasmu indah
wajahmu cantik
tapi sayangnya,
raut pelangimu tergurat rona misteri.
Oh pelangi,
kaukah itu....
yang akan pergi di sulam malam
yang kian kelam.
malammu menari dengan kunang-kunang
yang akan menambah sunyi
aku di landa sepi yang kian sepi.
Bila masa disenja hari
aku mulai bertasbih
dermaga rasa berdoa diatas sajadah
di waktu maghrib menitip doa
aku menyapa dalam ibadah ya allah,
Mahabbahmu turunkanlah...
Dikala malam lena menyapa rasa
di pembaringanmu aku menitip kata cinta
pada suatu kekasih
sakitnya melilit menyayat hati
kau sulam nitis itu sendiri dalam sunyi
kau usap tangis tanpa suami.
Tuhan,
jangan ambil nyawanya.
bila masa-masa sunyi kau terperap
kau selimuti rasa sakit dalam lelap
ambillah penyakitnya tuhan,
izinkan ia sehat wal afiat.
Bangunkan ia di waktu pagi
dengan secerah mentari
biarkan kami hidup seribu tahun lagi
dalam harap tergurat obat
doakku kepada-Mu ya Rab
ampunilah kami.
Tuhan,
Mimpinya belum usai
gita cinta ini belum terurai
beban hidup dan amanah belum tertunai
Awan yang berarak
jikalau rinai membasahi jalan ini kan berlalu pergi..!
gantilah dengan warna pelangi
walau sekejap ia akan berarti untuk senja.
Tuhan,
di kemirisan puisi ini
aku menitip doa religi
sekali lagi, sehatkanlah ia kembali
dari rasa sakit yang selalu setia
menemani tubuhnya.
aku yang mencintai pelangi itu
di hujung negeri,
pada setangkai bunga yang akan gugur
di senja hari.
HR RoS
Jakarta 5-8-2015
CATATAN SENJA 2
Tegar Bersama Realita
Oohh,
ku sandarkan lelah diri di dinding senja
telah jauh tatapan ku pandu
selintas angan memetik bayangan
pada suatu yang ku rindu
yang tak lagi ku temui.
Dulu,
ranting berdaun subur bersemi
kini,
dedaunan itu jatuh gugur ke bumi.
Oh naluri,
tegarlah bersama realita cinta
paranoid mimpi berlalulah
hembusan bayu kau nafas surga itu
jangan kau pacu nafsu mengejar semu
yang akan mengkoyakkan istana yang ku bina.
Sayap-sayap merpatiku,
telah patah oleh limbubu cemburu
ku hela nafas panjang.
bahwa gita hari
telah menepi pada rona langit
yang menitip embun,
basahi gersangnya nokhta kasih sayang.
Disana,
kasih sayang yang ku bina
bersama malam selama ini,
sunyi sudah sebuah peraduan kasih
biarlah sunyi.
Bahwa bayang-bayang yang ku rindu
benar telah menghilang dari pandangan
tanpa ada pesan yang kau titipkan.
Di akhir kisah,
kepedihan ku balut sendiri,
meski rona-rona senja semakin meninggalkanku malam ini.
biarkanlah malam ku kelam
tanpa ada lagi
lilin-lilin kecil yang kau nyanyikan.
aahhh,
masih ada terik rembulan menyinari selimut malamku
pada sebuah kenyataan suratan takdir
titipan tuhan
di pundak ini.
HR RoS
Catatan Senja
CATATAN SENJA 3
Di Balik Tirai Mimpi
Bunga tidurku siang tadi
membawa diriku hanyut pada ilusi
ilusi seribu bayangan kurcaci mengoda,
mengajakku untuk terjun dari bulan.
ia merupa alien alam mimpi menembus lorong galaxi,
di ruang kosong berkuda ufo
anganku terikat bergantung tak bertali,
pada impian kekasih hati yang tak lagi di mengerti.
Aahh,
aku dungu pada ego diri,
yang telah kosong
dengan suasana lelap pada kunci makrifat cinta yang tak ku pakai lagi.
Pada goresan senja
yang menyapa tinta
di langit biru memadah.
cerahnya sebuah realita di jalan ini
lurus memanjang tak bengkok lagi
meski lembah-lembah terjal membayangi
langkah kaki optimis memandu senja.
walau semak belukar di taman onar,
bak onak duri menikam telapak jejak kehidupan.
aku tetap melangkah meniti senja, bermuara dalam barisan sajadah bersamanya.
Aku yang selalu memetik harap pada doa berjamaah
bersama kekasih menemui maha kekasih.
di haribaan pertapaan samarah
sujud dalam cinta kepada-Nya
bersamanya,
ya kepada-Nya.
HR RoS
Catatan Senja
Kumpulan Puisi Abu Rayhan Hidayat II - SAHABAT BERKALAM
SAHABAT BERKALAM
Abu Rayhan Hidayat II
Teruntai helai satu persatu riwayat akan renda persahabatan. Harap dakwaan celoteh camar terbias pesona taman nirwana.
Bayangan desir masa lalu raib bersama angin malam, tanpa makna dan terabaikan.
Jasa terikat nyawa kini terhina lantas terbuang akan lapisan ego tanpa spasi balas kasih.
Terpakai kala diharapkan, terbuang saat tak bermakna. Harap silaturahmi terikat erat, terburai luntur dalam pusaran materi dan arogansi.
Kemanakah perginya asa dalam cahaya?
Kelamkah hikayat hingga iringi gulana akan sahabat berkalam?
Kilau cahaya matahari memang tak akan mengiringi lembutnya sinaran bintang.
Tak sama rinai beriktibar dengan beningnya embun dalam wadah berkaca.
Biarlah lenyap tapak guratan cerita, menguap bersama panas bara kepundan. Sisakan serbuk-serbuk perapian dalam emosi jiwa.
Karena hidup adalah perjalanan, hanya sahabat sejati yang akan mengiringi hingga cerita tak lagi beraksara.
*
Serang, 28 Desember 2019
GERHANA HATI
Abu Rayhan Hidayat
Berbaris hati menggapai lentera
Asingkan diri dalam penghambaan jiwa
Terima cerita bertilam nestapa
Coba harapan bersanding dera
Lupa jiwa lenggangkan rahasia
Sampirkan harap sejuta cinta
Bersama pelukan kelam narasi
Terlampir dalam gerhana hati
Nebula tak lagi hadir temani jelaga
Usaikan hikayat tatahan asmaraloka
Terlebur jauh melebihi batas kirana
Lenyap silap tanpa tapak tercipta
Cukupkan elegi sebagai ironi pandita
Wahai puan penjaga pantai hati
Biarlah kunikmati senyummu dalam untaian mimpi
Sebagai pelengkap kenangan hati
Puanku ….
Pulaskan sayangku yang terpagut diri
Untuk kubawa dalam kasih yang hakiki
Kelak akan kusandingkan
Dalam Tanah Surga-Nya yang abadi.
*
Serang, 26 Desember 2019
TERKURUNG RINDU
Abu Rayhan Hidayat II
Mencabik hasrat diri dalam dilema
Lenturkan hasrat berlapis delusi
Gelorakan riak di relung senja
Tercampak ….
Tenggelam ...
Mengiringi kedaifan
Sirna sudah kecakapan
Memuai punah dikehampaan
Derasnya ihwal penghambaan gugurkan mimpi
Cekal hikayat cinta yang berdendang sunyi
Terkurung rindu dalam celah keredupan hati
Mengharap keajaiban memunggah animo diri
Hanya emendasi diri tahan semua delusi
Menanti masa menjemput sang hari
Wujudkan rasa
Rangkaikan reinkarnasi diri
*
Serang, 10 Januari 2020
SEMBILU TAK BERBILANG
Abu Rayhan Hidayat
Aksara senja kembali tergores tanya. Untaian gelombang senyapkan jiwa. Terbaris bersama redup lentera. Memanggul endapan asa tersisa menuju lorong-lorong hati yang membeku.
Temaram sudah untaian petang. Berkabut gundah tak berkalang. Arjuna telah musnahkan renjana dalam remang. Menyisihkan sembilu tak berbilang. Agar Dewi Sinta terhadir dalam nyata.
Tersebar sudah aroma gaharu bersama panah asmara. Musnahkan ritual semedi beku yang membentengi graha pandita hingga cahaya tertembus melesat dalam gulita.
Arjuna Sasrabahu meletupkan asmaradana dalam pucuk dedaunan. Melipat durja menjadi gembira. Halau gulana lapiskan lara.
Redam emosi jiwa
Dalam bias cahaya
*
Serang, 6 Desember 2020
PEMUNGUT AKSARA
Abu Rayhan Hidayat II
Meliuk pena berdawai asa
Pusatkan pikiran berkelukur pranata
Abaikan afeksi berselimut lara
Gapai materi penopang nyawa
Aku bukanlah pujangga azamat
Apalagi sastrawan jumawa
Juga bukan penulis ternama
Yang mampu menguntai kata
Aku hanyalah pemungut aksara
Memetik ribuan abjad dari angkasa
Terbiaskan pada lembayung senja
Tersusun di emperan palung jiwa
Kandas belantara asmara ilusi hati
Tenggelam dalam pelukan duniawi
Membuat rongga dada kejar satu mimpi
Bangkitkan nalar gapai seribu harap
Agar ….
Melalui goresan aksara tanpa nada
Harap temukan satu cahaya
Bertalamkan Firman-Nya
*
Serang, 6 Januari 2020
Kumpulan Puisi Samodera Berbirbisik - DI UJUNG KEPASRAHAN
MENIKAH DENGAN LUKA
Karya Bersama: Yan's Petaninegeri --- Samodera Berbisik
Kesedihan selalu hinggap sebelum hujan turun, saat kutatap langit. Udara berayun masa lalu, menetap dalam pikun otaku. Meluluhlantahkan rasa yang telah terbangun, dalam arsir-arsir garis nyaris jelas.
Lalu ... setubuhi waktu, meletakan harap dan hasrat. Tanpa mengusung kelam lampau. Pecahkan bisul dendam, agar nyanyian kian merdu. Meski irama mengalun sumbang. Tetaplah bersenandung dengan kidung suara jiwa.
Menikahlah dengan luka, biar resap semua duka. Mendekaplah nestapa, biar hangat jingga. Tangan-tangan kebajikan kemudian membelai.
Lalu ...
Belajarlah !
Merenunglah !
Bacalah !
Kita ujian yang penuhi amplop-amplop masa lalu
Telah kuterima pinangan luka. Dan bayi-bayi derita pun telah tumbuh menjadi perawan serta perjaka nestapa. Namun mereka sekuat baja. Tak gentar di cambuk gelombang
Lihatlah mereka menjadi jawara. Mencintai negeri setulus jiwa
Purworejo ---- Tangerang, 01Januari 2020
#AksaraSuperSakitJiwa
DI UJUNG KEPASRAHAN
Karya: Samodera Berbisik
Kuciptakan gelombang luka di samudera hatimu
Terpasang jaring badai, menjerat amarah
Derasnya kata panas menghujam jantung
Untuk membuatmu menepi, dan berlari ke pulau terpencil
Meninggalkan aku yang karam, oleh prahara rancangan jiwa
Namun mengapa engkau begitu tenang, mendayung biduk asmara
Menebar jala, menangkap ikan-ikan pesona cinta
Tanpa peduli amukku yang tajam mendera
Ooohhh ... betapa bodohnya aku, mendusta rasa
Hanya karena setitik cemburu yang mengecup keringatmu
Seharusnya aku duduk manis, menyambut sebelah dayung yang kau ulurkan
Berdua kita arungi, biru terhampar di depan mata
Biarkan saja, matahari ataupun camar-camar menyapa kehadiran
Namun palungmu adalah ruang rinduku
Tempat memadu napas dan rasa, agar denyut nadi terus berdetak
Hingga di ujung kepasrahan menjawab semua tanya
Tangerang, 31 Desember 2019
#AksaraBaperSakitJiwa
#Cermis
TIGA YANG EMPAT
Karya: Samodera Berbisik
Tiga mahasiswi dari sebuah Univertsitas di kota Banten, sedang mengadakan kegiatan magang kerja di sebuah lembaga pendidikan untuk anak-anak putus sekolah, sebagai bahan membuat skripsi. Waktu itu selepas azan, setelah menjalankan sholat magrib di mushola terdekat, seperti biasa mereka memesan grab car untuk pulang.
Tak perlu lama menunggu, grab yang mereka pesan telah datang. Ternyata itu adalah mobil dan sopir yang sama dengan yang mereka pesan beberapa waktu yang lalu.
Perjalanan tak memakan waktu lama, hanya beberapa puluh menit mereka sampai ditempat yang di tuju.
"Pak saya turun di depan ya, jawab salah seorang dari ketiganya, sebut saja Widya.
"Iya neng, bapak masih ingat ko." Jawab bapak sopir sambil menepikan mobilnya.
"Daaah Witha, Rahma, terima kasih pak." Kata Widya sambil menutup pintu mobil.
"Daahh Widya." jawab Witha dan Rahma kompak. Sementara bapak sopir hanya tersenyum, dan kembali menjalankan mobilnya.
Selang beberapa menit mereka telah sampai di tempat tujuan. Witha dan Rahma turun dari mobil di depan sebuah gudang yang sekaligus di jadikan tempat produksi oleh sebuah perusahaan.
Mereka turun dan membayar ongkos. Tetapi bapak sopir tiba-tiba berbicara,
"Cuma bertiga saja neng, teman yang satunya ga berangkat." Tanyanya dengan sedikit keheranan.
"Dari dulu kami cuma bertiga pak." Jawab Witha dan Rahma tak kalah heran.
"Bapak ingat neng beberapa hari lalu kalian berempat, setelah neng yang satu tadi turun kalian bertiga turun di sini." Jawab bapak sopir penuh keyakinan.
"Benarkah pak, tapi kami cuma berdua setelah teman yang tadi turun." Jawab Witha dan Rahma dengan kompak penuh keheranan.
"Tapi bapak melihat berempat, neng" lanjut pak sopir meyakinkan ucapannya.
"Maaf pak, tapi kami selalu bertiga" jawab Witha dan Rahma perlahan.
"Oooh, yaudah mungkin bapak salah lihat." jawab bapak sopir itu sambil kembali menjalankan mobilnya, namun masih nampak keheranan di wajahnya.
Witha dan Rahma masih membahas pembicaraan dengan pak sopir tadi.
"Rahma, sepertinya pak sopir tadi benar." Berkata Witha kepada Rahma
"Iya aku juga percaya." Jawab Rahma.
"Permasalahannya yang ketiga itu, ikut siapa, aku atau kamu?" Lanjut Witha.
Rahma terdiam, kemudiaan "Badanku selalu berat dan dingin setelah pulang dari mengajar, kemudian mama mengoleskan bawang putih pada sebelah tanganku yang terasa berat." Jawab Rahma.
"Jadi mengikuti kamu Rahma, bukan aku karena aku tak merasakan apapun." Kata Witha
Rahma terdiam sejenak dengan mimik yang lucu bercampur bingung, kemudian dia berkata, "Mungkin juga ya?."
Mereka kemudian pulang kerumah masing-masing.
Dan pembicaraan di lanjutan di medsos. Lewat chating bersama pula dengan Widya dan juga anggota kelompoknya yang lain yang kebetulan pulang dengan lain arah.
Mereka sibuk bercanda di medsos. Membicarakan tiga yang menjadi empat.
Tangerang, 30 Desember 2019
#Beberapabulanlalu
#InspirasiDariPutriSulungku
MEMBISU BAGAI PATUNG BATU
Karya: Samodera Berbisik
Tak penting lagi bagiku, memburu biru rindumu. Yang kini telah berubah menjadi abu-abu. Percuma saja, kutanam ketulusan rasa, jika ambigu memupuk bunga asmara.
Sudahlah, biarkan putik-putik tak terpetik. Daun-daun pun berguguran, lalu luruh diterpa hujan. Usah kau punguti lagi, untuk di rangkai pada taman hati. Lepaskan, lihatlah cacing-cacing tanah siap melahap untuk dimuntahkan kembali tanpa permisi. Namun petani masih bisa memanfaatkan, untuk menyuburkan hijau harapan anak cucu nanti.
Aku hanya tinggal menunggu waktu, engkau memusarakan hati ini. Pada lubang paling dalam, kemudian melupakan seperti membuang kotoran. Lalu, pergi tanpa menoleh lagi. Tak sedikitpun berarti untukmu. Bila di banding telaga kenangan yang terus menggenang indah di hatimu.
"Enyahlah, aku masih bisa tersenyum, bagai matahari yang ikhlas menerangi bumi meski kabut menghalangi." Ucapku lirih. Dan, engkau tetap membisu seperti patung batu.
Tangerang, 29 Desember 2019
TIADA LELAH BERSIMBAH
Karya: Samodera Berbisik
Tak perlu bersembunyi di balik senyum manis pandangan
Biarkan semua berpendar, mencari titian
Gulana merejam lara, tanpa erangan
Mengekang rasa dalam karsa berkesinambungan
Sesungguhnya dusta pengkhianat lara
Menyelimuti gejolak dalam terbahak tak bermakna
Menepilah tanpa digiring tatanan alur cerita
Sambut dengan tepuk tangan, tanpa segenggam tanya
Mentari tetap berseri mengiringi hari
Meski cuaca tak lagi bersimpati
Resah kemarau, tangis gerimis silih berganti
Bahkan hujan terkadang membanjiri
Tiada lelah meski telah bersimbah
Hadir dari genangan sejarah
Goresan-goresan menikam rangkaian serapah
Dan .... derita kian mewabah
Tangerang, 29 Desember 2019
#TarianJemariMenyapaRima
#BersimpahAirMataLangit
SERUPA BAYANG
Karya: Samodera Berbisik
Menghilang dari pandang
Melintas serupa bayang
Menyisakan kenang
Tak mampu terbuang
Mengapa pergi tanpa jejak
Saat hadirmu kusimak
Bahkan menyusup dalam benak
Tiada mampu tertolak
Nyata membelai jiwa
Runtuhkan karang membusung di dada
Melumpuhkan garang rerasa
Namun kini, entah mengapa
Tak ada lalu lalang
Kabar angin senyapi ruang
Meyisakan gigil meradang
Saat kehangatan seharusnya .... datang
Tangerang, 27 Desember 2019
#MenyapaRima
TERSELIP RINDU DI CELAH DOA
Karya: Samodera Berbisik
Masih tersisa gerimis doa semalam
Membasahi dinding hati
Menyusup hangat pada celah bilik sunyi
Memberi semangat melanjutkan langkah
Kebersamaan menyatu ketulusan asa
Mencungkil perlahan mata nestapa
Entahlah .... manis aksara seindahkah rasamu
Atau gurauan kesepian melanda kata
Aku tak peduli pesona, gurauan, atau setulus ucapan
Doa kebajikan kupanjatkan
Untukmu, kebahagian menyambut senyum relung jiwa
Satu terucap, ada rindu mengganggu
Mengusik beku menggigil
Namun kutahu pasti, rindu itu tak bertuan
Berharap erat tanpa tujuan
Menggenggam darah tak mengalir
Berdenyut satu napas, sejiwa aksara
Tangerang, 25 Desember 2019
#PenyairSableng
#AksaraSakitJiwa
SENYUMKU KARENAMU
Karya: Samodera Berbisik
Seulas senyum terbentuk oleh sepasang ranum bibir
Selalu basah dengan lantunan zikir
Seiring tarian biji biji tasbih, melewati malam akhir.
Berlalu purnama memacu waktu
Nampak bahagia kian semu dalam ambigu
Namun hadirmu, merubah nuansa kalbu
Dan ... senyumku karenamu, mendekap hangat sejujur laku
Pujanggaku, ukirkan selalu senyum manis dalam jiwa
Biarkan kunikmati menyambut senja
Sebelum malam kembali menyapa
Dengan segala gelap nan gulita
Tangerang, 24 Desember 2019
KURA KURA DALAM PERAHU
Karya: Samodera Berbisik
Berlaku dungu, linglung, bingung seolah tak mengerti
Mengelak isyarat, terucap di balik canda tak bermakna
Tersembunyi rangkaian harap dan doa
Bersambutnya gayung asmara
Tersenyum bias menjawab tanya
Menganggap rasa berbual gombal, lalu terpental
Menggelinding lenyap dalam jurang isapan aksara
Sungguh, aku memahami setiap terucap cuap cuap kata memikat
Namun, kura-kura itu bersembunyi pada perahu
Bukan takut, tak juga bersambut
Karena anggukannya
adalah sebuah kebersamaan rasa
Rasa setulus jabat erat persahabatan
Tanpa serangkaian rindu bertaut kalbu
Biarlah kura-kura dalam perahu
Engkaupun bersembunyi di balik awan, berkerudung ambigu
Jalani saja, karena alur cerita bukan kita sutradara
Melainkan Sang Pemilik jagat raya seisinya
Esok atau lusa, takdir akan menjawab
Dan, menempatkan kura-kura pada rumah tanpa kaca
Tangerang, 23 Desember 2019
#PenyairSableng
#UntukYangGendheng
AKSARA DAN DOA
Karya: Samodera Berbisik
Tak perlu rindu mengharu biru
Meluahkan rasa dalam temu
Tiada raga bermanja dekap nyata
Bersama melarutkan asmara, tanpa suara
Usah bertanya, jawabnya genggaman jiwa
Aksara biarlah menyibak makna tanpa seka
Rasakanlah, dengarkan gemuruh rindu
Menggaung memenuhi ruang kalbu
Diam, menikmati sensasi sentuhan kasih
Bersambut lantunan irama relung rasa
Kumiliki engkau, duhai pujangga
Dalam .... untaian aksara dan doa
Tangerang, 21 Desember 2019
TENGGELAM RINDU
Karya: Samodera Berbisik
Air mata langit tiada lagi tertampung dalam telaga rindu. Ia menggenang, meluah ruah menerjang tenang. Debu debu luka terbawa arus, menyusupi ruang-ruang keangkuhan.
Aku selalu ingin merenangi setia, pada biduk rasa kita. Meski kedua tangan telah mendekap gigil, yang kian menusuk kalbu.
Engkau membendung rindu, seumpama tanggul beku. Meski kutahu rindumu sehangat kala itu.
Duhaiku, aku tenggelam dalam telaga rindumu, yang mulai mengeruh bercampur air mata langit. Apakah hangatmu membiar gigil ini. Sehingga waktu akan bergulir dalam gradasi hitam dan putih ?
Kuterima tanpa tanya. Bila itu membuatmu bahagia.
Aku rela dengan sejujurnya rasa.
Tangerang, 02 Januari 2019
#TarianJemari
---------------------
Mengucur deras
Air mata negeri
Hujan menggenang
Panas berlalu
Hujan tiada jeda
Banjir melanda
Musim berganti
Sebagian wilayah
Terendam jua
#HaikuBerantai
Tgr, 02012020
#EMiMa
Kujamu rindu di peraduan rasa. Utuh mendekap gemuruh jiwa. Menyentuh lembut, penuh makna.
Samodera Berbisik
Tgr, 04022020
MERINDUMU
Karya: Samodera Berbisik
Tak perlu lagi menunggu waktu, menyekat jarak pun tak penting. Karena rindu kita sudah genting, terpontang-panting dihembus sang bayu. Dengarkanlah, jantung ini berdegup seperti kereta melaju. Siapa dapat menghentikan ?
Duhai rinduku, kita tak hanya menikmati senja merona jingga. Tapi berjamaah menjalankan 3 rekaat, tentu saja kamulah imamnya. Dan saat malam hening, berdua nikmati kidung tanpa suara, hanya desah memburu, mencumbu rindu. Lalu terkapar dalam senyum kemenangan.
Saat azan subuh berkumandang, bangkitlah kita dari nafas lelah. Menyelam dalam telaga bening, hingga tak tersisa bagian kering. Basah sekujur tubuh, dan gigilpun menyelimuti. Namun 2 rekaat tak lagi bisa menanti, harus dijalani sebelum menyeduh kopi.
Tangerang, 03 Januari 2020
#prosaSakitJiwaAkut
#Tantangan
#LarasHati
#BeningPermataRinjani
SUDAHLAH
Karya: Samodera Berbisik
Sudahlah, usah tanya lagi
Tentang selendang lara
Yang kusandang di belahan getir
Tak akan ada yang bisa membuat tersingkir
Telapak tangan menyatu, kepalaku menunduk
Untuk senyum dan jabat eratmu
Cukup, hanya sampai di situ
Usah lagi membuka pintu, untuk menyentuh kalbu
Ia telah membeku, kaku pada satu biru
Bila masih ingin terus melangkah
Menepis segala gundah meresah
Berdirilah di sisi, tanpa harus memeluk hati
Masih ada pintu lembut, berdiri kokoh menyekat
Senyumku sebatas menyatu jemari
Meliukan aksara hati
Terhenti dalam buaian inspirasi
Sudahlah, jangan tanya lagi
Tangerang, 13 Januari 2020
RINDANG TAK BERBUAH
Karya: Samodera Berbisik
Tersemai benih cinta dalam pelataran rindu
Tumbuh tunas berdaun rimbun
Air ketulusan menyiraminya
Dan, mekarlah bunga-bunga
Aroma semerbak mewangi
Mengharumi taman hati
Kupu-kupu datang menghisap madu
Menambah indah nan syahdu
Waktu berlalu tanpa ditunggu
Pohon asmara tumbuh subur, meneduhkan
Namun ... tiada buah meruah
Untuk terpetik di musim panen
Tangerang, 12 Januari 2020
DIAM
Karya: Samodera Berbisik
Tenang sudah biru samuderaku, nampak indah meneduhkan jiwa. Setelah gelombang mengguncang pada palung rasa. Terumbu karang itu telah luluh, terbelit rerumputan laut. Lumut-lumut pun menutupi dadanya yang membusung.
Kini, wajah biru ingin selalu dipertahankan dalam ketenangan, agar arah angin tak membuatnya kembali beriak. Dan ... perahu-perahu tenang berlayar, untuk menangkap ikan, sumber kehidupan.
Diam, biarkan biruku mendiami perenungan. Memacu imajinasi, melanjutkan pelayaran. Tenang berpijak pada bijak, untuk melerai para pembajak. Tanpa harus kembali bergolak. Landai menghanyutkan sisa-sisa bangkai, yang berdamai memenuhi pantai.
Diam .... ! Simpan selaksa gelombang.
Tangerang, 10 Januari 2020
#EMiMa
Senja telah meninggalkan jingga, menyapa petang bertandang. Kutitipkan sebait aksara rindu pada malam. Biarkan bintang mendampingi rembulan, menyinari gelapmu. Aku selalu setia menunggu, nyanyian rindu. Darimu pemilik rasa kalbu, hingga ujung waktu.
Samodera Berbisik
Tgr, 09 Januari 2020
TANPA BA BI BU
Karya : Samodera Berbisik
Kemarilah sayang, aku sudah menunggu
Jangan malu-malu
Mendekatlah tanpa ragu-ragu
Kita bertukar rindu
Abaikan cemburu dungu
Lupakan aroma ambigu
Bakarlah api rindu
Berpeluk rasa, asmara merayu
Aksaraku di ujung bisu
Berharap sambutmu datang menyeru
Melupakan tikai yang mengundang seteru
Aku, kamu, memperbaiki waktu
Sayang, aku mencintaimu
Tanpa ba bi bu
Tiada ta ti tu
Cukup satu, kamu
Tangerang, 09 Januari 2020
SUNGAI PEGUNUNGAN
Karya: Samodera Berbisik
Telah sekian purnama terlalui, perjalanan aksara rasa. Mengalir seirama percik air sungai kecil pegunungan.Terkadang menghempas bebatuan. Tak jarang meliuk dalam tikungan terjal.
Namun, ia tetap setia mengalirkan jernihnya. Hingga ke muara asmara. Tanpa keruh, meski hujan mencampurkan bulirnya. Dan ... angin mewarnai dengan helai helai kering dedaunan.
Memeluk hatimu adalah jernihnya bahagia. Meski kutahu ruang dan waktu menyekat temu. Namun muara rasa kita, biarlah memadukan kalimat makna. Rasaku, rasamu bagai aliran sungai pegunungan.
Tangerang, 06 Januari 2020
ASA SENJA
Karya: Samodera Berbisik
Senja telah merona jingga
Menggantikan awan hitam yang selalu memayungi hari
Di ambang petang, pelangi mewarnai
Namun, kumandang azan menyadarkan diri, untuk segera bersujud
Ketika malam menyapa rembulan, bintang pun berkerlip
Semakin syahdu menyentuh kalbu
Menerbangkan angan, meraih paling terang
Memetik dan meyematkan pada palung jiwa
Fajar membangunkan harap
Melempar mimpi dalam pasti
Tersadar diri, embun telah menyentuh ujung jemari
Matahari mengantarkan realita, ruang dan waktu menyekat rasa
Tangerang, 05 Januari 2019
TAHUKAH KAMU
Karya: Samodera Berbisik
Malam semakin kusut
Larut dalam carut marut
Rinduku semrawut
Serasa begitu kecut
Tahukah kamu, yang menikam jantung
Dengan desah-desah linglung
Hingga aku tersandung
Pada asmara menggantung
Di langit aku berharap
Bertemu dirimu pada bintang mengerjap
Namun ternyata mendung menjemput hujan dengan sigap
Menyisakan rindu, kian tiarap
Terkapar, lunglai, lumpuh tak berhasrat
Memelukmu, mimpi terhangat
Patah sudah semangat
Bila senyummu, tak lagi memikat
Hilang ditelan waktu, kian bisu
Tergugu dalam nyanyian kelu
Sayang .... tahukah kamu
Aku pilu, tanpamu
Tangerang, 18 Januari 2020
#AksaraBaper
#SakitJiwa
#MerinduBayang
BERLALU TANPA PILU
Karya: Samodera Berbisik
Melangkahlah, mendekat pada palung ini
Selami samudera biru
Landai, biru tak beriak
Simak getaran pada karang dadanya
Apakah terdengar kidungnya
Hampa bukan, tanpa titian nada
Lalu ... untuk apa mengharap melodi indah
Buang waktu, tanpa arah
Sekarang, pergilah
Bawa bidukmu ke seberang pulau
Sebelum gelombang dahsyat menghantam tanpa sangka
Dan ... pecah sisakan puing-puing kecewa
Kusatukan telapak tangan di dada seiring senyum
Seiring ucap, berlalulah tanpa pilu
Usah dekati samuderaku yang tenang
Menenggelamkan ...
Tangerang, 17 Januari 2020
RINDU SERUPA IMAJINASI
Karya: Samodera Berbisik
Perempuan itu duduk termenung memandang langit. Senja begitu indah dengan rona jingga. Pikirannya menerawang jauh, teringat kisah kebersamaannya dengan kekasih hati beberapa waktu lalu, meski dalam langit yang berbeda. Kini tak lagi mampu memeluk rindu yang selalu bergema di palung rasa.
"Maafkan aku sayang, aku tak lagi mempunyai waktu, mencumbui rindu kita, dia menyelimutkan kabut pada dinding asmara." Kata laki-laki yang amat dicintainya.
"Aku sangat memahamimu kasih, kita akan selalu berbentang jarak, namun satu kupinta jangan berubah tentang rasa hati." Jawab perempuan itu sendu.
Tak ada jawaban lagi dari sang kekasih hati. Saling diam, hingga esok hari.
"Mungkin istrimu, sedang memperhatikan chattan kita kasih, sehingga membuatmu terdiam." Kata perempuan itu seolah mengguman.
Azan subuh baru saja berlalu. Tiba-tiba hand phone perempuan itu berbunyi. Dia melihat notif yang baru masuk. Ternyata dari sang pujaan hati.
"Selamat pagi sayang." Kata kekasihnya dalam chatingan.
"Selamat pagi jua kasih." Jawab perempuan itu dengan wajah semringah.
"Mmmuuuaaahh." Lanjut kekasihnya.
"Mmmuuuaaahh." Dia pun membalasnya.
Kemudian ... sepi. Tak ada lagi terdengar hand phone berbunyi.
"Hmmmm, aku tahu kasih." Kata hatinya sambil tersenyum yang entah apa maknanya.
Kecupan kecupan tak kasat mata itu begitu indah. Memberi warna hati yang selama ini hanya hitam terhampar dalam perjalanan. Cinta dunia maya membuatnya selalu bergairah. Ia seperti menemukan rindu yang selama ini dicari, meski hanya serupa imajinasi.
Tangerang, 16 Januari 2020
#AksaraSakitJiwa
#Tantangan
#DewiKapitasari
#SemogaBerkenan
#EMiMa
Apa dan bagaimanapun adamu, tetaplah menjadi puisiku. Mengisi kidung hati, mengiringi tarian jemari. Selamanya, tak perlu bertanya, "Mengapa?".
Samodera Berbisik
Tangerang, 16 Januari 2020
MENYAYAT RINDU
Karya: Samodera Berbisik
Kugoreskan sembilu di ujung rindu
Agar aku tak mampu lagi mengingatmu
Kutikamkan belati di palung kalbu
Semoga tersisa lagu pilu
Tentang alur kisah, yang semakin terasah
Kian tajam memangkas asmara
Sementara rasa tak mendusta
Jiwaku, telah luluh tersimpuh
Terdekap kecupan mesramu
Kidungku terdengar pilu
Suara hanya bergema dalam rongga jiwa
Tanganku tak sampai menyentuh ujung jemarimu
Dan ... aku hanya mampu menyayat rindu
Tangerang, 15 Januari 2020
ASMARA TANPA AKSARA
Karya: Samodera Berbisik
Mengalir tanpa jeda
Berdesir hati tak terkira
Berdegub detak jantung tak menentu
Kala rasaku, rasamu, bertemu
Sayang ... aku ingin selalu memanggilmu
Meski hanya bergema di sudut rindu
Mengapa engkaupun malu manyapa
Kutahu, asmaramu lebih menggelora
Selamat pagi ... terucap isyarat di balik selimut rasa
Menggetarkan denyut jantung, kalut berirama
Iya ... hanya itu mampu menjawab sapa
Menutupi suara asmara berkerudung gugup kekata
Asmara kita terjalin tanpa aksara
Bersentuh rupa pun tiada
Bernyanyi riang bersahutan dalam sukma
Aku, kamu, sakit jiwa
Tangerang, 14 Januari 2020
#AksaraSakitJiwa
PUISI
Karya: Samodera Berbisik
Aksara sederhana tersusun rapi
Mengikuti irama hati
Melenggang lewat tarian jemari
Sebait dari barisan larik-larik sepi
Imajinasi menyambut inspirasi
Terbubuhi sedikit kreasi
Dari sajak yang telah membasi
Terendam oleh keegoisan diri
Ini sebuah karya seni
Itu yang selalu menjadi asumsi
Tak jarang terluah seribu alibi
Menutupi nestapa hati
Oooohhhh ... terjatuh aku pada diksi
Suatu waktu tanpa tersadari
Apa mau dikata lagi
Biarlah seperti ini
Berlari
Melebar arti
Tanpa variasi
Tetap kusebut puisi
Tangerang, 20 Januari 2020
#AksaraSuka-suka
#AksaraSakitJiwa
PEREMPUAN SUNYI
Karya: Samodera Berbisik
Purnama telah usai, gemintang pun meredup. Hening, napas-napas pulas. Seulas senyum tersimpan di bibir malam. Entah kemenangan diri, atau kebahagiaan hati menemani sepanjang hari tadi.
Seorang perempuan renta berjalan tertatih-tatih. Menuju kamar kecil di bagian belakang gubug reotnya. Sebentuk tempayan dari tanah liat mengucurkan air bening, untuk bersuci sebelum ia mengahadap kiblat, bersujud kepada Sang Maha Pencipta.
Perempuan itu menyenandungkan doa, air matanya pecah, berhamburan menggenangi kedua pipi keriput. "Ya Allah, yang maha pengasih dan penyayang, berikanlah selalu kebahagiaan untuk anak cucuku. Aku ikhlas dan telah memaafkan mereka semua, meski teramat jarang mengunjungiku." Bisiknya lirih.
Doanya terhenti saat azan subuh berkumandang. Kemudian ia melanjutkan sholat fardhu 2 rakaat. Ia kembali menengadahkan kedua tangan, "Ya Robb, aku terlahir sendiri, dan apabila harus pergi tanpa ada yang menunggui, kusambut dengan senyuman takdir dari-Mu."
Dan ... fajar kala itu benar-benar sunyi, seiring hembusan napas terakhir.
Tangerang, 18 Januari 2020
#semoga kita sempat berbakti kepada kedua orang tua.
#RenunganDiri
Kumpulan Puisi Penyanjung Sunyi - MENCIPTA KESUNYIAN
MENCIPTA KESUNYIAN
Berderai gerimis lara
Mengaliri setiap kisi jiwa
Kuharap hadirmu ceria
Menikam sembilu dusta
Tawa bencana terukir disudut cerita
Terpuruk pada degub doa dan asa
Berseteru tanpa terpinta
Menuding pembenaran, tanpa memilah makna
Hadirmu mencipta kesunyian
Di tengah gemuruh harapan
Bersimbah air mata kebahagiaan
Terajut hanya seraut hayalan
Lirih terdengar rinai menetes
Sepi semakin tergores
Memeluk hampa sebeku es
Mencipta sunyi, terdengar tes ... tes ...
Penyanjung Sunyi
27 Desember 2019
TANYA TANPA JAWAB
Berkecamuk rentetan tanya
Bermain mengurai logika
Sementara pikiran tak mampu menjawabnya
Batas kuasa manusia nyata
Tiada tercapai zona kelihaian
Menyanjung wujud kepandaian
Luruh karang keangkuhan
Saat Maha Termaha menitahkan
Tundukan wajah kedunguan itu
Usah bertanya beraneka lagu
Nikmati perjalanan waktu
Menunggu jawaban Sang Pemilik segala pintu kalbu
Penyanjung Sunyi
22122019
RINDU BISU
Berlalu tanpa kata
Rindu tiada makna
Menghitung tak berjumlah
Aku, kamu, musnah
Kosong, asa berderai
Asap memuai
Abu pun berpendar
Semua berpencar
Rindu itu kini bisu
Tanpa kata, apalagi sua
Cerita pun moksa
Dari remahan sia sia
Aku tersenyum, menang
Melawan rasa terkenang
Merayu pilu, tersedu
Melumpuhkan rindu, bisu
Menyisakan sepi
Sepanjang waktu
Sendiri tanpa ragu
Menyanjung sunyi
Penyanjung Sunyi
02012020
LINGKARAN SUNYI
melingkari perjalanan
beriring kefanaan
meramu kenyataan
sebelum keabadian
pagi membawa senyum asa
menemani terik jiwa
sore menyapa jingga
bergulir pada malam gulita
hening, tanpa suara terdengar
menghanyutkan hingar bingar
bahkan sepi, gelegar
halilintar menyambar
Riuh lara bersembunyi
menekan hasrat hati
jiwa tercabik belati
tepat, pada diameter lingkaran sunyi
Penyanjung Sunyi
09 Januari 2020
KELOPAK MEKAR
Kuncup itu, kini mekar
Membawa aroma segar
Menyentuh perasaan
Tenang menghanyutkan
Tak bertahan lama, lembar-lembar mengering
Berguguran di bumi kering
Kelopak mekar tepinang bahagia
Namun, menikah dengan seribu luka
Bersama tak ubah sendiri
Senyumnya sunyi
Penyanjung Sunyi
06 Januari 2020
JEJAK TERTINGGAL
Tiada mampu berlalu
Jejaknya di hatimu
Tersembunyi, entah itu
Di balik selimut persahabatan semu
Kenangmu berkeliaran
Tentangnya gentayangan
Menguasi pikiran
Hadirku sekedar bayangan
Aku sakit, hati tercubit
Senyumu menyipit
Kenangnya menggigit
Terus menjepit
Mengapa kau dekap aku
Laksana mutiara biru
Jejaknya terus membelengu
Tertinggal menjerat langkahmu
Penyanjung Sunyi
08 Januari 2020
REMAHAN RASA
Kisah rasa teramu
Menikam butiran sendu
Merajut serpihan pilu
Terbentang selaksa lukisan bisu
Aku memandang dalam diam
Semua telah tenggelam
Alur cerita usai tergenggam
Menyisakan luka biru legam
Remahan rasa berceceran
Berderai tanpa pilihan
Waktu telah menentukan
Bertemu dalam kesunyian
Penyanjung Sunyi
O6 Januari 2020
MENGUSIK SUNYI
Masih belum puas
Menikam, menusuk dengan buas
Sementara memar tetap membekas
Luruh, jiwa terhempas
Kupilih pergi menepi
Mengasingkan diri
Mengapa datang kembali
Mengusik sunyi
Bibir menyimpan petir
Laku melepas nuklir
Remuk redam ruang pikir
Gema nestapa menyapa zikir
Tengadah, bersimbah air mata
Saat sukma mencumbui gulita
Berdiskusi dengan suara jiwa
Mohon kasih-Nya tiada jeda
Penyanjung Sunyi
Ngs, 13 Januari 2020
Rinduku bisu, tiada aksara mempertemukan kita. Namun gemuruhnya, tetap bergema dalam ruang jiwa.
Penyanjung Sunyi
02012020