UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Senin, 01 Februari 2021

Kumpulan Puisi Mohammad As'adi - MENITI SEBUAH EKSTASE




HANYUT

Hanyut
Hanyut
Dalam kepenatan jiwa yang tak henti
Menyibak rahasia semesta
:Dimana wahai sekutum mawar sufiku
Untuk menandai cintaku padamu
Kusebut kau berkali kali
Dalam doa yang menyebar dilangit

Berkelana, berkelana mencari
Untuk menyingkap rahasia, sampai lelah
Dalam ketakutan memandangmu sejenak saja
Kaulah mawar dalam jiwa
Cinta adalah jiwa
Cinta adalah kesanggupan menerima derita
Rumi, Attar, Halajj……
Adalah derita yang melesat
Dalam kesanggupan menerima cinta
Digenangan aroma kebun mawar
Dan cawan-cawan kerinduan mereka tumpahkan
Dalam tarian jiwa bermakna sunyi
Bersatu dalam jiwa : Allah …Allah…Allah
Melebur dalam sukma

Wahai penggenggam semesta
Cengkramkan sunyi Atttar
Derita Rumi, Hallaj
Pada cintaku yang tak sampai-sampai
Pada genangan rindu
Akukah yang kini berjingkat selalu
mengejar bayang Rabiah al Adawiyyah ?
Perempuan sunyi ,
perempuan derita dalam cengkraman
bahasa Illahi
Rabiah
Ya Rabiah, kaukah perempuanku
Kalau begitu aku meminangmu
Kalau ada cinta
Aku ingin
Bersamamu
Bersauh
Bersenggama
Dalam bahasa kesejatian

Temanggung 6022021
Seperti gelombang besar , seperti badai nenghantam




SAJAK PAMFLET WARTAWAN VETERAN
-buat adikku Zaim Saidi-

Hidup matiku adalah tulisan
Aku hidup tanpa mahkota
40 tahun melanglang jagat huruf-huruf
Ada peristiwa, ada kata
Ada huruf-huruf menggonggong
Ada huruf-huruf mati
Menjelma kata tunggal
Bermakna Kemunafikan
Ada kata bersayap
Membenarkan laku salah
Menyalahkan laku benar
Kebenaran tak lagi kebenaran
Karena kebenaran
Adalah siapa yang membenarkan
Dan acapkali kebenaran yang hak
Sebagai pemikiran dijeruji besikan
Tapi ketahui wahai
Dibenamkan di dasar lautpun
Pemikiran akan tetap menjadi bunga-bunga
Aromanya akan terus dinyanyikan semesta
Kebenaran pemikiran akan tetap membentuk
Kebudayaan dan peradaban besar
Tak ada pemakaman bagi hasil pemikiran

-La tahzan !, jangan bersedih wahai adikku
Inilah sebuah masa, dimana masa yang lain
Tanpa kegelapan menjadi bagian nafas kita
Karena kegelapan sudah menjadi bagian
Dari yang merenggut cahaya milik kita
Iniah masa , Inilah cermin inilah hari-hari kita-

Kita hidup bersama sampah Koran
sampah media sosial
berita-berita sampah televisi
Hoaks dan gonggongan para buzzer
Seperti berdiri disebuah selasar asing
Di sebuah negeri yang tengah menuju pada
Kehancurannya

Inilah jaman jungkir baliknya Logika
Kata-kata tunggal, kemunafikan dan kebohongan
Bersembunyi dibalik topeng-topeng
nyaris membuat air mata seperti deras hujan
Menyaksikan sebuah pertunjukan besar
Yang tak lagi berkisah
Tentang kebahagiaan dan kebenaran hakiki
Berita –berita di hampir seluruh media
nyaris menjelma jadi
Belantara pengadilan dan kepentingan
-cover both side ?! –tinggal hanya sebagai kata
Yang tertulis di tugu prasasti
Kita tak lagi menjadi kita
Kedaulatan terampas ancaman
Tanpa keadilan

Temanggung 12022021



LELAKI DAN PISAU


Apakah ia makin tak betah dalam lelah dan sunyi
Sehingga selalu saja menatap mata pisau
yang tergeletak selalu
Di atas meja ?

-ia enggan menyingkirkan, karena kilatnya
Acapkali menembus jantungnya dengan berjuta kenangan
Ia enggan menyingkirkan karena kilatannya
Juga tak mau meninggalkannya
Cahayanya selalu berbenturan dengan cahaya matanya
: ia selalu terkenang perempuannya
Saat makan pagi berbincang kematian
Sambil tangannya mengiris sebutir apel
Dan berkata ’’ini separoh untukku, separohnya untukmu’’-

Lelaki dan pisau saling mengintai selalu
Dan lelaki itu tak henti memegangi nadi lehernya

Temanggung 20022021



SENJA DALAM UNTAIAN GERIMIS
(edisi kenes)

-Jangan-jangan
Kaulah yang membuat aku kembali berjingkat
merangkai kembali huruf-huruf tececer
di untaian gerimis senja yang lelah-
wahai perempuan yang selalu menyelinap dalam doa-doaku
bayangmu menjuntai begitu panjang,
seperti sebuah kerinduan
tak berujung pada sebuah pemberhentian-

Tapi sudahlah, sayap telah patah
Tinggal encok menatap waktu terus berjalan
Rambut memutih dan gigi berjatuhan
Dan berjalan di lorong sempit
Menjemput masa penghabisan
Dari sunyi menuju sunyi-

Temanggung 1702021




2880 JAM

Angan dalam usia yang tak lagi muda
Hanya bisa menakar, bimbang keinginan
Masihkah harapan membentang
Mengisi hari-hari tenang ?

Laju
Melaju sepi mendesah dalam angin sepoi
Pegunungan merebahkan hati
-ini hari
lama mengenang sebuah lukisan
yang berkisah panjang
dalam rajutan harapan-harapan
tak berujung

Kau sudah sampai pada ujung
Bersembunyi dibalik tirai pembatas
Aku masih disini bersama aroma rambutmu
Merenda dan menunggu kisah
-2880 jam yang tak kusangka
Menjadi kisah asmara
Dalam balutan sunyi dan nestapa

Kau sudah sampai pada ujung
Pada sunyimu
Aku disini menepis-nepis senja
Dan kepada senjaku
Aku berkisah
: bagaimana aku
Bersama semesta
kehilangan cahaya

Temanggung 02052020



SAJAK BUAT PEREMPUAN BAYANG

Kita sama-sama ingin beranjak
Meninggalkan pemakaman hati
Kembali melayari angin
Meneguk aroma bunga-bunga melati bertumpuk
Di balik bukit Sundoro
Semalam kau hadir dalam kembang lelapku
:Bunga menur…bunga menur
Katamu sambil berjingkat
Lalu menyelipkan satu kelopak
Di atas telingamu
Sebelum layu
Kau berlari-lari kecil
Menembus kabut
Yang menyelimuti keteguhan bukit-bukit

Kita sama-sama ingin beranjak
Kita disini, di gunung
Sunyimu terasa merapat dalam sunyiku
Kita sama-sama tergulung ombak
Berkubang kenangan penuh jejak
meninggalkan laut kita
membiarkan ombak begulung-gulung
memecah perahu menjadi berkeping
:angin, bukit dan ladang ilalang

Sebuah Bandar sepi
Tempat kau mengenang serpih artefak
Tempat aku menunggu desir pinus
Perlahan menggugurkan satu persatu kenangan
lalu menuliskan kembali
Sebagai sebuah kisah
Pada lembaran baru
Kalau saja ia hanya sebuah puisi
Akan merentangkan sayap-sayapnya
Huruf demi huruf
Berterbangan
lalu bersembunyi di tulang rusukmu

Temanggung 24052020



SETELAH PAGI

Setelah pergi meninggalkan luka
Pada bebatuan dan rerumputan
Biarlah kau kuletakkan di setiap desir angin
Setelah pergi meninggalkan kenangan tercabik
Kuayun-ayunkan saja pada huruf-huruf
Kusisipkan dalam setiap puisi
Yang tak kutahu pada siapa aku menuliskannya
: setiap malam ada seseorang
Selalu mengetuk pintu
Engkaukah
Atau perempuan jelmaanmu
Yang ingin menghiburku selalu ?

Setelah kemudi patah
Tak tahu kemana jiwa hendak beristirah
Sementara pelabuhan tak lagi berpenghuni
Dan kubiarkan kapal oleng
Di tengah lautan

Temanggung 15052020



MENYEDUH RINDU

(Kalau Chairil Menulis sajak untuk Dien Tamaela
atau Sri Ayati, aku menulisnya buat ‘’R” )


Segelas kopi pahit dan selintingan tembakau
Seperti hidup yang terseduh
Asap, pahit dan aroma semerbak menyan dan kopi

Purnama mulai menyibak langit
Asap kemenyan menjelma aroma kamboja
Semerbak kopi menjelma semerbak melati rambut perempuanku
Mengendarai angin pancaroba,
Membawa pada satu dermaga
-tak ada lagi pelayaran cinta , angin menabur risau selalu
Kau diam di sudut sunyimu, aku termangu di sudut sepiku-

Tanganku masih terasa basah oleh air mata terakhirnya
Yang kuusap bersama nafas menghilang
selalu menjamah kerinduanku
Senyap menari di kehampaan langit tak berbatas.

:Wahai perempuan bermata kejora, kau datang seperti menyelinap
Di tepian cakrawala selalu mengusung rindu pada lelakimu
Menempatkan hidup menjadi sebuah persetubuhan liar
Yang tak pernah mencapai puncaknya – hampa-

Dan kini ia menjelma pada perempuan sunyi
Asing menempati relung hati
Matanya selalu berbinar, tapi tak pernah mau kering dari air mata
--Kau tampak berada di tepian cakrawala, selalu mengusap kedua matamu, kau tampak mengigil, gemetar dan ketakutan.
Bersama dengan waktu dan musim, bersamaan dengan rontoknya dedaunan, hanyalah kebisuan begitu terasa menikam.
Hamparan langit, gunung dan bukit-bukit hampir tak pernah kita pahami: memberi kehidupan, memberi kesunyian- kataku

Kau berenang-renang dalam ketakberdayaan, tak pernah menepi
: Aku ingin pergi meninggalkan penjara ini ! Aku ingin menghirup udara langit biru ! Aku ingin... aku ingin bergerak bersama angin, mengalir bersama sungai-sungai dan terbang bersama kupu-kupu, dari bunga yang satu ke bunga yang lain, lelakiku telah direnggut takdir- katamu.

Purnama, ini purnama kelima sejak perempuanku tak ada
Dan aku tahu kau tengah menyelinap dalam rindumu
Pada lelakimu yang kini mengendarai cahaya
berpantulan di antara rimbunnya dedaunan.
:Beranjaklah dari dermagamu wahai
Aku ingin melihatmu
Berdansa dengan angin

Temanggung 07052020

MOHAMMAD AS'ADI



Tidak ada komentar:

Posting Komentar