KETIKA HATI SABDAKAN CINTA
Tidak ada gunung, atau lautan
Begitu katanya....
Semua tampak ranum seperti hamparan bunga yang dihiasi lenggak lenggok gadis cantik pemetiknya.
Tidak ada resah, atau gelisah
Begitu mantap langkahnya menapaki hari - hari dengan pujaan hati
Begitu ketika hati telah bertekad untuk zahirkan rasa.
Ah,
Bicara apa aku
Tentang bunga, gunung, juga lautan
Mereka yang menemukan cinta tak akan jumpai itu semua sebagai penghalang.
Hanya cinta, cinta, dan bahagia
Mereka mampu menyuarakan senandung ditengah badai
Mereka mampu menari, bahkan dengan tubuh telanjang diatas bukit salju
Mereka mampu terlelap diatas tumpukan sekam yang dimakan api
Begitu dahsyatnya sebuah rasa "jatuh cinta"
Tidak ada dinding
Tidak ada tirai
Atau jarak ribuaan mill yang mampu menghalau "rasa" nya
Karna ketika hati sabdakan cinta
Manusia kecil bisa yakin bahwa dirinya begitu besar
Dan manusia papa menjadi lebih perkasa dari seorang raja
Tapi
Bagi seorang yang patah cintanya
Jangan pernah bayangkan apa yang dirasa
Bahkan sayatan pisau bersama kucuran garam cuka pada lukanya pun tak akan mampu wakili rasa.
Itulah cinta
Begitulah cinta
Dan aku.........
Aku adalah penikmat setiap desah cinta dalam resah juga gelisahnya
Kepahiang, 1 Juni 2009
18.21
#malammingguberpuisi
TERASING
Matahari meninggi
Aku berpeluh, kuseka sisa sisa lelah yang menggantung dimataku
Bising hiruk pikuk alam tak mampu mencuri nya dariku
Sebuah cahaya redup yang ku diami dalam jutaan detikku
Hanya cahaya redup
Namun mengasingkan aku dari semua kebisingan ini
Tiba tiba angin menyapaku
Aku terseret kesebuah titik sepi
Hening
Beku
Aku sendiri, berdiskusi dengan mimpi
Tentang cahaya redup itu
Yang kuingin selalu ada
Di siang
Juga malamku
Aku tau
Dia seperti embun yang akan bias
Seperti matahari yang akan tenggelam
Iapun akan padam
Setidaknya hari ini saja,
Biarku diami keterasinganku
Dalam buaian rasa
Yang dibatasi sekat - sekat rindu
Curup, 27 Mei 2019
10.03
BUKAN PUISI
Aku tak menemukan diksi
Di antara wangian embun
Juga gulita malam
Aku hanya menemukanmu
Seiras wajah yang tak sengaja singgah
Aku tak mampu merangkai kata
Terlebih aksara
Tinta penaku beku
Sebeku bias - bias rindu
Yang menjelaga di batasan kalbu
Aku tak lagi menulis puisi
Tak lagi merangkai mimpi
Tak jua menagih janji
Bagiku warna pelangi tak lagi berseri
Karna senyap oleh cahaya matamu
Binarnya mengalahkan segenap cahaya
Yang pernah singgah di pelupuk mata
Aku sendiri
Menyulam nyanyian hati
Yang tercipta dari namamu
Kepahiang, 25 Mei 2019
22.11
#malammingguberpuisi
BENING
Tetes embun usai
Mentari telah mulai tinggi
Sementara mendung masih menggantung
Tak mau tinggalkan langit
Aku...
Sepasang mata lelah
Yang telah mencapai tepian langit
Lalu diam murung dibawah mendung
Aku tak usai
Meski sepanjang malam lunglai cucurkan bening tiada henti
Hingga sampai di tepian ini
Butiran bening masih mendesak melalui aku
Lalu mengalir diatas wajah sayu
Wajah yang tak lagi dapat rasakan hangat ketika merona
Aku adalah saksi
Seonggok daging yang bersedih
Karna dariku
Butir bening itu mencoba basuh setiap luka
Embun telah usai
Mentari trlah tinggi
Dan sepasang pipi, tak henti disapa bening
Entah tentang luka
Entah tentang mimpi
Atau tentang asa tak bermasa depan
Kepahiang, 17 Mei 2019
10.31
KELAN CAHAYA PAGI
Kadang,
Keindahan pagi memang tak dapat dilukiskan
Tidak dengan aksara kata
Juga deret tulisan
Seperti awan
Yang kerap kali terlihat lembut
Untuk kemudian turun sebagai hujan
Yang membadai dan porak porandakan bangunan rasa
Keindahan pagi
Bagiku hanya warna pekat
Yang hadir untuk menggelapi jutaan cahaya
Hingga terang tak mampu menembus sudut mataku
Aku tersesat
Dalam naungan cahaya pagi ini
Dengan kelopak mata basah
Aku terperangkap dalam resah yang mulai singgah....
Kepahiang, 20 April 2019
05.48
#pagihitam
SISA ASA
Pada terik yang meninggi tadi
Mata bulatmu mengayun matahari
Hingga desiran angin menjamah bumi
Kau,
Tersenyum dalam kata pasrah
Menyerahkan asa pada pelukan Dia
Lihatlah
Ayunan bola matamu sibuk merayu
Rayu yang kau tancapkan pada kata yang tak pernah kau zahirkan dalam kata
Dan Dia mendengarnya, kan...
Bibir keringmu yang kau basahi dengan Asma - Nya menjadi penanda
Dan doa dalam diammu pun Dia dengar dan sambut
Lihatlah,
Tangan dinginmu yang bahkan tak kau tadahkan telah disambut – Nya
Tetaplah penuhi bolamatamu dengan binar rasa
Yang tergantung disisa sisa asa
Untukmu
Agar kakimu tak perlu bergetar ketika tanah yang kau pijak retak
Tetaplah membidadari
Di antara serpihan mimpi
Kepahiang, 27 April 2019
20.52
#malammingguberpuisi
JANGAN SANTUNI AKU
Biarkan
Biarkan saja jejak langkahku goyah
Tak perlu ulurkan tangan tuk kuatkanku
Karna bukan pada langkah atau tanah yang kupijak
Retak yang goyahkanku ada ditelapak kaki
Kau tau
Seperti saat matahari begitu terik
Tak perlu kau santuninya dengan tetes embun
Itu hanya menyusahkanmu saja
Biarlah ia berkelit
dibelakang awan yang murung merundung
Aku terbiasa berjalan dengan langkah goyah, begitupun matahari biasa
bermandikan sengat panasnya
Kalam yang kau lisankan
Pasti akan membujuk jiwa patahku
Tapi tak kan mampu satukan patahan patahannya.
Luka kan tetap berdarah
Dan sudut mataku kan tetap basah
Aku terhimpit dengan segala resah
Yang tak tau bagaimana pun pada siapa kukesahkan
Aku sudah kerap menali mati rasaku
Tapi lagi
Terlepas dan berderai
Biar saja
Biar sepi menggantung raga jiwaku
Jangan iba
Jangan kasihan
Jangan santuni aku
Kepahiang, 20 April 2019
20.58
#malammingguberpuisi
#pohonbacaiaincurup
#cerdasmencerdaskan
BERHENTI
Apalagi yang ku cari
Ketika batasan bumi sudah berada di sisi jasadku
Aroma tanah basah sudah tercium begitu pekat
Ketika sepasukan gagak sedang menyeringai memandangiku dari kejauhan
Liurnya menetes seakan aku adalah sebujur bangkai
Mereka menyayati tubuhku dan mengulitiku dengan rasa lapar
Aku
Seonggok bangkai bernyawa
Yang terlelap dengan berselimut air mata juga rasa luka
Apalagi yang kucari dalam keadaan ini
Kecuali berhenti
Aku berhenti bicara mimpi
Aku berhenti bicara cinta
Aku berhenti bicara rasa
Tentang warna biru yang kerap warnai sanubariku
Aku berhenti sebutnya rindu
Aku
Adalah jasad yang hidup dalam kematian
Melewati ribuan hari tanpa pagi juga senja
Bumiku berwarna pekat malam
Sedangkan tempat bernaungku adalah pemakaman tanpa kamboja juga nisan
Aku.....
Mati suri dalam jutaan mimpi
Kepahiang, 29 April 2019
18.02
KEBAHAGIAAN
Penanda apa
Gulungan awan pada sisi biru langit
Yang meneduhkan sesaat
Sampai kemudian angin membuyarkan jadi serpih di bentangan langit
Kau tau
Diantara serpihan itu aku menunggumu
Menunggu sampai kau menyentuh garis senyum disudut bibirku
Menunggu sampai kau mengecup sisa embun disudut mataku
Aku lelah
Melalui ribuan duri untuk temuimu
Hamparan bumi sampai enggan mengalasi tapak kakiku yang penuh luka ini.
Mungkin sampai senja usai dan tak akan pernah kembali
Juga sampai embun bias dan tak akan pernah bertemu fajar lagi
Aku tak kan bisa temuimu
Sebuah kata yang diagungkan kedua pasang mata teduh itu
Yang memimpikannya menjadi milikku sejak hariku dimula hingga nafasku usai
Mungkin akan kumiliki
Mungkin pula moksa
Kepahiang, 04 Mei 2019
20.30
#malammingguberpuisi
AIR MATA
Tulang rusuk yang paling bengkok
Demikian perempuan diumpamakan
Dengan kerapuhan, kelemahan, juga penanda mudahnya ia menjadi patah
Perempuan tidaklah serapuh itu
Ada air mata,
Yang menjadi penanda betapa kuatnya ia
Laki - laki
Kalian akan pecah jika harus menanggung perih yang kerap dibebankan pada qalbu
perempuan
Air mata perempuan itu kekuatan
Air mata perempuan adalah pembasuh
Yang darinya bibir bisa tetap sunggingkan senyum setelah lalui ribuan malam
dalam tangisan
Untuk perempuan dimanapun
Dengan malam sepekat apapun
Dengan luka seperih apapun
Kita adalah perempuan
Yang akan tetap menjadi bunga mekar meski ditempatkan pada pada gurun panas atau
benua bersalju
Kepahiang, 10 Mei 2019
06.34
BUNGA MERANA
Adalah setangkai bunga, yang terbiar terdampar ditepi pantai
Tak ada yang menemukannya disana
Kecuali bebatuan yang kadang menciumnya ketika debur ombak memaksa
mendekatkanya.
Ya,
Setangkai bunga merana
Warnanya masih indah, tapi tak akan lama
Matahari yang terik pasti akan keringkan kelopaknya
Atau angin darat akan bawanya ketengah samudra
Untuk kemudian lungset oleh gulung gemulung ombak
Sudahlah
Jangan terpaku pada nasib bunga
Bukankah bunga hanyalah alam
Dan alam memiliki hukum demikian
Tiada kekalan disana
Pada bunga
Ombak
Bahkan makhluk bernyawa 😊
24-01-19
I'm back
SALAHMU
PADA SUNYI
Jangan coba melerai sepi,
karna ia akan membawamu kedalam peraduan paling sunyi
di pusara yang tak bisa kau pandang pun dengar tentang cinta
dan mawar merekah
Begitu lengang
Seperti nyanyian rembulan, di sisa pertiga malam
Syair apa yang mungkin kau dapat darinya
Kau diam terpaku
Menyentuh bibir rembulan dengan mata terpejam
Mendengar setiap dendang yang tak bersuara
Kau melerai sepi, kan ?
Apa yang kau dapat ?
Pekat sunyi
Di tengah rimbunan belantara
Hanya ditemani nyanyian tanpa suara mengerjap dibawah
bederang tanpa cahaya
Karya : Puji Astuti
Kepahiang, 03 Maret 2019
23.17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar