UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Senin, 03 Juni 2019

kumpulan Puisi Puji Astuti - KETIKA HATI SABDAKAN CINTA



KETIKA HATI SABDAKAN CINTA


Tidak ada gunung, atau lautan
Begitu katanya....
Semua tampak ranum seperti hamparan bunga yang dihiasi lenggak lenggok gadis cantik pemetiknya.

Tidak ada resah, atau gelisah
Begitu mantap langkahnya menapaki hari - hari dengan pujaan hati
Begitu ketika hati telah bertekad untuk zahirkan rasa.

Ah,
Bicara apa aku
Tentang bunga, gunung, juga lautan
Mereka yang menemukan cinta tak akan jumpai itu semua sebagai penghalang.
Hanya cinta, cinta, dan bahagia

Mereka mampu menyuarakan senandung ditengah badai
Mereka mampu menari, bahkan dengan tubuh telanjang diatas bukit salju
Mereka mampu terlelap diatas tumpukan sekam yang dimakan api

Begitu dahsyatnya sebuah rasa "jatuh cinta"
Tidak ada dinding
Tidak ada tirai
Atau jarak ribuaan mill yang mampu menghalau "rasa" nya

Karna ketika hati sabdakan cinta
Manusia kecil bisa yakin bahwa dirinya begitu besar
Dan manusia papa menjadi lebih perkasa dari seorang raja

Tapi
Bagi seorang yang patah cintanya
Jangan pernah bayangkan apa yang dirasa
Bahkan sayatan pisau bersama kucuran garam cuka pada lukanya pun tak akan mampu wakili rasa.
Itulah cinta
Begitulah cinta

Dan aku.........
Aku adalah penikmat setiap desah cinta dalam resah juga gelisahnya

Kepahiang, 1 Juni 2009
18.21
#malammingguberpuisi



TERASING

Matahari meninggi
Aku berpeluh, kuseka sisa sisa lelah yang menggantung dimataku
Bising hiruk pikuk alam tak mampu mencuri nya dariku
Sebuah cahaya redup yang ku diami dalam jutaan detikku
Hanya cahaya redup
Namun mengasingkan aku dari semua kebisingan ini

Tiba tiba angin menyapaku
Aku terseret kesebuah titik sepi
Hening
Beku
Aku sendiri, berdiskusi dengan mimpi

Tentang cahaya redup itu
Yang kuingin selalu ada
Di siang
Juga malamku
Aku tau
Dia seperti embun yang akan bias
Seperti matahari yang akan tenggelam
Iapun akan padam

Setidaknya hari ini saja, 
Biarku diami keterasinganku
Dalam buaian rasa
Yang dibatasi sekat - sekat rindu

Curup, 27 Mei 2019
10.03



BUKAN PUISI


Aku tak menemukan diksi
Di antara wangian embun
Juga gulita malam
Aku hanya menemukanmu
Seiras wajah yang tak sengaja singgah

Aku tak mampu merangkai kata
Terlebih aksara
Tinta penaku beku
Sebeku bias - bias rindu
Yang menjelaga di batasan kalbu

Aku tak lagi menulis puisi
Tak lagi merangkai mimpi
Tak jua menagih janji
Bagiku warna pelangi tak lagi berseri
Karna senyap oleh cahaya matamu

Binarnya mengalahkan segenap cahaya
Yang pernah singgah di pelupuk mata
Aku sendiri
Menyulam nyanyian hati
Yang tercipta dari namamu

Kepahiang, 25 Mei 2019
22.11
#malammingguberpuisi



BENING


Tetes embun usai
Mentari telah mulai tinggi
Sementara mendung masih menggantung
Tak mau tinggalkan langit

Aku...
Sepasang mata lelah
Yang telah mencapai tepian langit
Lalu diam murung dibawah mendung

Aku tak usai
Meski sepanjang malam lunglai cucurkan bening tiada henti 
Hingga sampai di tepian ini

Butiran bening masih mendesak melalui aku
Lalu mengalir diatas wajah sayu
Wajah yang tak lagi dapat rasakan hangat ketika merona 

Aku adalah saksi
Seonggok daging yang bersedih
Karna dariku
Butir bening itu mencoba basuh setiap luka

Embun telah usai
Mentari trlah tinggi
Dan sepasang pipi, tak henti disapa bening
Entah tentang luka
Entah tentang mimpi
Atau tentang asa tak bermasa depan

Kepahiang, 17 Mei 2019
10.31



KELAN CAHAYA PAGI

Kadang,
Keindahan pagi memang tak dapat dilukiskan
Tidak dengan aksara kata
Juga deret tulisan

Seperti awan
Yang kerap kali terlihat lembut
Untuk kemudian turun sebagai hujan
Yang membadai dan porak porandakan bangunan rasa

Keindahan pagi 
Bagiku hanya warna pekat
Yang hadir untuk menggelapi jutaan cahaya
Hingga terang tak mampu menembus sudut mataku

Aku tersesat
Dalam naungan cahaya pagi ini
Dengan kelopak mata basah
Aku terperangkap dalam resah yang mulai singgah....

Kepahiang, 20 April 2019
05.48
#pagihitam



SISA ASA


Pada terik yang meninggi tadi
Mata bulatmu mengayun matahari
Hingga desiran angin menjamah bumi
Kau,
Tersenyum dalam kata pasrah
Menyerahkan asa pada pelukan Dia

Lihatlah
Ayunan bola matamu sibuk merayu
Rayu yang kau tancapkan pada kata yang tak pernah kau zahirkan dalam kata
Dan Dia mendengarnya, kan...

Bibir keringmu yang kau basahi dengan Asma - Nya menjadi penanda
Dan doa dalam diammu pun Dia dengar dan sambut
Lihatlah,
Tangan dinginmu yang bahkan tak kau tadahkan telah disambut – Nya

Tetaplah penuhi bolamatamu dengan binar rasa
Yang tergantung disisa sisa asa
Untukmu
Agar kakimu tak perlu bergetar ketika tanah yang kau pijak retak

Tetaplah membidadari
Di antara serpihan mimpi

Kepahiang, 27 April 2019
20.52
#malammingguberpuisi



JANGAN SANTUNI AKU


Biarkan
Biarkan saja jejak langkahku goyah
Tak perlu ulurkan tangan tuk kuatkanku
Karna bukan pada langkah atau tanah yang kupijak
Retak yang goyahkanku ada ditelapak kaki

Kau tau
Seperti saat matahari begitu terik
Tak perlu kau santuninya dengan tetes embun
Itu hanya menyusahkanmu saja
Biarlah ia berkelit
dibelakang awan yang murung merundung

Aku terbiasa berjalan dengan langkah goyah, begitupun matahari biasa bermandikan sengat panasnya

Kalam yang kau lisankan
Pasti akan membujuk jiwa patahku
Tapi tak kan mampu satukan patahan patahannya.
Luka kan tetap berdarah
Dan sudut mataku kan tetap basah

Aku terhimpit dengan segala resah
Yang tak tau bagaimana pun pada siapa kukesahkan
Aku sudah kerap menali mati rasaku
Tapi lagi
Terlepas dan berderai

Biar saja
Biar sepi menggantung raga jiwaku
Jangan iba
Jangan kasihan
Jangan santuni aku

Kepahiang, 20 April 2019
20.58
#malammingguberpuisi
#pohonbacaiaincurup
#cerdasmencerdaskan



BERHENTI


Apalagi yang ku cari
Ketika batasan bumi sudah berada di sisi jasadku
Aroma tanah basah sudah tercium begitu pekat

Ketika sepasukan gagak sedang menyeringai memandangiku dari kejauhan 
Liurnya menetes seakan aku adalah sebujur bangkai
Mereka menyayati tubuhku dan mengulitiku dengan rasa lapar

Aku
Seonggok bangkai bernyawa
Yang terlelap dengan berselimut air mata juga rasa luka
Apalagi yang kucari dalam keadaan ini
Kecuali berhenti

Aku berhenti bicara mimpi
Aku berhenti bicara cinta
Aku berhenti bicara rasa
Tentang warna biru yang kerap warnai sanubariku
Aku berhenti sebutnya rindu

Aku
Adalah jasad yang hidup dalam kematian
Melewati ribuan hari tanpa pagi juga senja
Bumiku berwarna pekat malam
Sedangkan tempat bernaungku adalah pemakaman tanpa kamboja juga nisan

Aku.....
Mati suri dalam jutaan mimpi

Kepahiang, 29 April 2019
18.02



KEBAHAGIAAN


Penanda apa
Gulungan awan pada sisi biru langit
Yang meneduhkan sesaat
Sampai kemudian angin membuyarkan jadi serpih di bentangan langit

Kau tau
Diantara serpihan itu aku menunggumu
Menunggu sampai kau menyentuh garis senyum disudut bibirku
Menunggu sampai kau mengecup sisa embun disudut mataku

Aku lelah
Melalui ribuan duri untuk temuimu
Hamparan bumi sampai enggan mengalasi tapak kakiku yang penuh luka ini.

Mungkin sampai senja usai dan tak akan pernah kembali 
Juga sampai embun bias dan tak akan pernah bertemu fajar lagi
Aku tak kan bisa temuimu

Sebuah kata yang diagungkan kedua pasang mata teduh itu
Yang memimpikannya menjadi milikku sejak hariku dimula hingga nafasku usai
Mungkin akan kumiliki
Mungkin pula moksa

Kepahiang, 04 Mei 2019
20.30
#malammingguberpuisi



AIR MATA


Tulang rusuk yang paling bengkok
Demikian perempuan diumpamakan
Dengan kerapuhan, kelemahan, juga penanda mudahnya ia menjadi patah

Perempuan tidaklah serapuh itu
Ada air mata, 
Yang menjadi penanda betapa kuatnya ia

Laki - laki
Kalian akan pecah jika harus menanggung perih yang kerap dibebankan pada qalbu perempuan

Air mata perempuan itu kekuatan
Air mata perempuan adalah pembasuh 
Yang darinya bibir bisa tetap sunggingkan senyum setelah lalui ribuan malam dalam tangisan

Untuk perempuan dimanapun
Dengan malam sepekat apapun
Dengan luka seperih apapun
Kita adalah perempuan
Yang akan tetap menjadi bunga mekar meski ditempatkan pada pada gurun panas atau benua bersalju

Kepahiang, 10 Mei 2019
06.34



BUNGA MERANA


Adalah setangkai bunga, yang terbiar terdampar ditepi pantai
Tak ada yang menemukannya disana
Kecuali bebatuan yang kadang menciumnya ketika debur ombak memaksa mendekatkanya. 
Ya,
Setangkai bunga merana
Warnanya masih indah, tapi tak akan lama
Matahari yang terik pasti akan keringkan kelopaknya
Atau angin darat akan bawanya ketengah samudra
Untuk kemudian lungset oleh gulung gemulung ombak 
Sudahlah
Jangan terpaku pada nasib bunga
Bukankah bunga hanyalah alam
Dan alam memiliki hukum demikian
Tiada kekalan disana
Pada bunga
Ombak
Bahkan makhluk bernyawa 😊

24-01-19
I'm back


SALAHMU PADA SUNYI

Jangan coba melerai sepi,
karna ia akan membawamu kedalam peraduan paling sunyi
di pusara yang tak bisa kau pandang pun dengar tentang cinta dan mawar merekah
Begitu lengang
Seperti nyanyian rembulan, di sisa pertiga malam
Syair apa yang mungkin kau dapat darinya

Kau diam terpaku
Menyentuh bibir rembulan dengan mata terpejam
Mendengar setiap dendang yang tak bersuara

Kau melerai sepi, kan ?
Apa yang kau dapat ?
Pekat sunyi 
Di tengah rimbunan belantara
Hanya ditemani nyanyian tanpa suara mengerjap dibawah bederang tanpa cahaya

Karya : Puji Astuti
Kepahiang, 03 Maret 2019
23.17


Tidak ada komentar:

Posting Komentar