Senin, 28 Januari 2019
MENANTI YANG AKU PINTA
Puluhan kilo aku menyusuri jalan
Dari yang berliku hingga yang terjal
Aku terus mengikuti arah
Dari kata hati berbicara
Puluhan kilo aku mengejar waktu
Agar tepat pada tujuan dan sasaran.
Agar harapan yang aku harap tak mengecewakan
Detik waktu telah aku lewati.
Dari pagi hingga saat ini
Perjalanan yang aku tuaikan mendapat keberkahan
Terima kasih Tuhan atas berkah dan rahmat mu
Kini aku sampai tujuan
Dalam ikhlas aku tunaikan
Tangan di atas memberi keberkahan.
Terima kasih Tuhan
Engkau Telah melindungi disetiap langkah dan perjalanan
Kini harapan yang aku nanti
Memberi berkah nikmat kembali
Kini aku paham
Memberi adalah ibadah yang mulia
Ikhlas adalah kunci utama
Ya Alloh ,ya Tuhan ku
Hanya engkau yang patut aku puji dan aku puja
Karena engkau maha segalanya
Karya:Kasman prabowo
Metro lampung indonesia
15:20
20-01-2019
Jumat, 18 Januari 2019
BICARA HATI PUTIH ANTARA LABURA DAN TANJUNG BALAI
(Wawan)
Hatiku bicara di samping hatimu
Ketika bias bayang semu mulai melukis satu wajah
Hatiku berbisik jauh ke dalam hatimu
Ketika senyum itu hampir menghilang dari sudut bibir
Hatiku menjerit merobek pekatnya malam
Ketika tak lagi bisa bercerita denganmu tentang sebuah arti
Telinga ini tak lagi mendengar suara merdu yang selama ini ada
Kobaran api di dada terasa hanyut menyusut
Landasan yang kupijak terasa bergerak menjauh
Pantai pun terlihat hanya sebuah garis hitam memanjang
Arah pun mulai keluar dari kompas nakhoda
Bak sepotong sabut mengambang dipermainkan gelombang
Mampukah harungi samudra tanpa batas ?
(Aulia)
Aku tak tahu berada di mana
Gelap pekat sampai jari sendiri tak terlihat
Apakah aku ada di batas masa ?
Tanpa seorang yang mengisi kehidupan
(Wawan)
Lihatlah kemari dari balik fajar
Aku yang tersesat di samudra hati
Lihat di dalam bola mata ini ada satu pena
Yang akan aku tuliskan pada layar hati dan imaginasimu
Sehingga kau bisa membaca dan mengenang satu makna
Arti kehidupanku
(Aulia)
Kau tau siapa aku,
Tapi kau tak ketahui diriku
Kau kenal siapa aku,
Tapi kau tak kenali diriku.
Bagaimana satukan rasa ?
Bisakah langkah seirama ?
(Wawan)
Itulah arti sebuah perjuangan
Dari bicara hati meracik rasa
Aku masuk dari pintu hati yang terbuka
Membuka lembar merekat jati diri
Hingga ku tahu siapa dirimu
Kulebur hati ini bersama nuranimu
Merasakan rasa yang seirama
Hingga kukenali diri sejatimu
(Aulia)
Aduhai hati yang rapuh
Dapatkah kau rasa dinginnya halimun ?
Dapatkah retak menjadi indah ?
Terlalu indah hayal ku terbang
(Wawan)
Berhari dalam hitungan hari berlalu
Bahkan aku tak bisa mengingatnya lagi
Jika hati bicara pada jam dinding berdentang
Entah sudah berapa kali angka dua belas dilewati
Aku bahkan tidak bisa menghitungnya
Ketika aku mengetuk satu jendela pada tengah malam
Aku hanya mendengar sipongang dari ketukan itu
Lalu kembali hening dalam kebisuan
Aku juga sudah lupa kapan itu
Aku hanya bisa menuliskan dua kata
Pada jendela hati yang masih terkunci
Kasih sayang
Entah itu sampai atau tidak
Entah itu terbaca atau sudah dihapus
Aku juga tidak melihatnya
(Aulia)
Dari ketinggian hayali
Aku hanya bisa memandang tanpa bicara
Bibir bergerak tanpa aksara terucap
Jemari bergetar tanpa sepotong goresan
(Wawan)
Aku hanya bisa bicara dalam diam
Menanti dan terus menanti
Sebuah jawab
(Aulia)
Hari berlalu tanpa kutahu
Entah masih hari atau sudah minggu
Bisa jadi bulan yang akan berganti tahun
Entahlah, aku sudah lupa menghitungnya
Namun mengapa kini datang menyapa
Apakah sekedar membawa berita, atau hanya sapa biasa
Aku tak bisa menebaknya
(Wawan)
Diam ku bukan sekedar menyapa
Tapi berita indah yang kuukir
Ingin kupatri di relung hatimu yang paling dalam
Dan aku ingin menjaganya
(Aulia)
Jangan ketuk pintu itu
Suaranya sudah mulai sumbang
Tiada irama indah seperti tahun - tahun lalu
Kala ia baru berdiri di sana
Masihkah mengetuk pintu itu ?
Sebab bisu yang akan bertemu
Tanpa bicara dan untaian kata
Hanya diamku sebagai jawabku
(Wawan)
Biarkan gaung pintu yang kuketuk tak bersuara
Tapi ini bicara gelinjang hati
Tak perlu aksara mengiring
Tapi jejak yang kubawa terukir jelas
(Aulia)
Jika ketukan itu pertanda bahagia, ketuklah sebisa rasa
Jiwa ingin mendapat jawaban yang indah didengar telinga
Akan sebuah ikrar suci
Pada janji dipatri
Satu kupinta padamu kanda
Jangan pernah sakiti jiwa yang merana
Hati ini masih menyimpan nyeri
Pada sisa goresan janji
Hingga luka memarut kini
(Wawan)
Duhai dindaku
Dua hati retak kini berbalut madu
Kujadikan diri sebatang pohon besar
Kala lelah, tempatmu bersandar
Kala gundah, tempatmu mengadu
Dalam diam aku menjagamu
Agar air matamu tak jatuh tumpah
Karena kesedihan
Janjiku tidak berubah
Setiaku tidak bertukar
(Aulia)
Wahai kakanda
Hati gembira menyambut warta
Apakah ini akhir derita ...?
Pada cita yang t'lah lama dipinta
Jangan buat mata mengalir
Biar kering senyum mengukir
Berharap kasih yang hampir akhir
Pada bahagia yang tak terpungkir
(Wawan)
Aduhai dinda puspita rasa ....
Aku tak mau hanya terukir di dalam kata
Impian manis terwujud nyata
Seiring sejalan seia sekata
Sampai tiba di batas masa
(Aulia)
Duhai kakanda sandaran hati
Air mata suci bersanding ikhlas hati
Mengabdi diri kasih dan cinta
Sampai terlepas nyawa di badan
(Wawan)
Yaa Allah ... Yaa Robb ....
Satukan hati ini ....
Hati dia ....
Hati kami ....
(Wawan.)
Dindaaa ....
(Aulia.)
Kandaaaaa ....
BERSAMA :
Mari bersama kita satukan hati
Mengikat janji bersama tali suci
Mematri kasih yang abadi
Sampai akhir kekekalan yang abadi
Karya :
Wawan Setiawan Labura
Dan
Aulia Putry Manurung Tanjung Balai
`Antara Labura dan Tanjung Balai, 7 Januari 2019
Senin, 07 Januari 2019
RENUNGAN PENYAIR - RUMAH MATA
Jagad roh bumi adalah rumah mata
Yang setia melolongkan andung dan suka cita
Telaga zam zam dan kausar yg megaliri kelopaknya
Adalah pamflet cinta kita
Yang terus berputar mengikuti porosnya
Malam ini tatapan tajamnya menjadi tangan tangan malam yg membelai pundak kita
Ulurkan jemarimu dan genggamlah
Lalu katakan " beban dipundakku bukanlah puisi tanpa kata"
Aku dan kau adalah terdakwa dalam aksara purba
KITA ADALAH SAHABAT TERBAIK YANG PERNAH ADA
Jabatku
TOK LAUT
DOA DI TENGAH KIAMAT
Kegelapan membungkus dursila
Sembunyikan maksiat yang tak terlihat kasat mata
Tumbuh menembus dinding batas alam astral
Sadarkah kita ??
Tahukah kita dia ada ??
Kita yang terpanggil memasuki dan menggenggam dunia keindahan
Dan duduk dengan kerendahan hati
Di antara orang – orang yang hanya bisa memandang tanpa mengerti makna
Melihat tetapi buta
Melangkah tanpa mengerti jejak yang terukir di belakang nya
Kita ada di antara mereka
Yang melontar kata maksiat dan mulut tak terkunci
Berkeringat dursila memercik noda pada setetes madu
Tuk racuni hati putih
Tuk pecah belah di antara sesama
Tuk hancurkan seni seni di bumi tercinta
Sadarkah kita di dalam genggaman ??
Yaa Allah ....yaa Robb ...
Kami semua yang ada di sini ...
Menyatukan tekad menggenggam panji seni
Dan memacakkan nya di puncak sana
Tebarkan cahaya merasuk urat nadi
Kami yang tegak di tengah pembuat maksiat
Kami yang berada di keliling para durjana
Membersitkan pinta pada MU Yaa Robb ...
Agar mereka tak meracik angkara
Agar tak mendulang maksiat
Agar tak melontar fitnah dan aniaya
Percikkan kekuatan dan karisma pada kami yang ada di sini
Agar roh seni dan teater tak pernah mati
Di hati kami ......
<i>Karya : Wawan Setiawan Labura
Tanjung Balai, Malam Renungan Teater 2018
Dibacakan oleh : Buya Gustami Hasibuan ( Pimpinan Daerah Al Washliyah kota Tanjung Balai ) Dalam sambutan nya pada Malam Renungan Teater Sumatra Utara 2018 di kota Tanjung Balai
Langganan:
Postingan (Atom)