UNTUK MENCARI PUISI-PUISIMU CUKUP KETIK NAMAMU DI KOLOM "SEARCH" LALU "ENTER" MAKA SELURUH PUISIMU AKAN TAMPIL DI SINI

Sabtu, 07 Oktober 2017

Kumpulan Puisi Ayit Ray - PADA EMBUN PAGI YANG TIDUR



JANDAKU
karya:Sugidi Prayitno


Jandaku adalah keengganan
Dari kebisingan yang terhenti
Seperti air yang tercerai dari angin
Atau setumpuk es yang mencair

Besok, langkah kaki
Akan selalu sama
Menuju dunia itu, ini
Dan seperti yang aku kenal

Suaramu, gerakmu, caramu
Akan sama dan patah di sana-sini
Selalu-selalu saja sama
Seperti aku yang tercerai
Dari keenggananmu mecintaiku
_____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi 18 Januari 2015



PADA EMBUN PAGI YANG TIDUR
oleh:Sugidi P

Tubuhku kaku
Dimakan malam
Dibuang kejurang
Dimuntahkan

Pada embun pagi
Beralas jerami
Tubuhku kaku
Dicinta
Tak dirasa

Pada embun pagi
Tubuhku kaku
Perempuan-perempuan malam
Beranjak pulang
Setelah dicumbui lelah mimpi

Pada embun pagi
Tubuhku kaku
Penyair
Penyihir
Berkumpul
Merapalkan mantra dinding langit
Bangunkan sepi dikerak hati

Pada embun pagi
Tubuhku kaku
Bidadari datang ditempat tak terduga

Tubuhku kaku
Menanti bidadari menghampiri
_____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Kolong Malam_ 17 Januari 2015



BUNKO

Bunko, ditepian danau saiko
Tinta bunko menari senja
Bersama cahaya bunga sakura
Bertuliskan rindu pada bangau

Anta hen! anta hen! anta hen! anta hen!
Teriak anak kecil mencibir bibir langit
Berlari kearah redup malam
Meninggalkan bunko seorang diri

Mungkin rindu tak pernah ditemui
Di tanah menanti.

(Gundah, sepi, sendiri.)

Menjadi nyata
Seperti daging tersayat belati,
Au wa wakare no
______
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi_15 Januari 2015



PEREMPUAN DI TANAH TUBAN
oleh: Sugidi Prayitno


Setahun yang lalu di tanah tuban
Berteman gerimis dan seorang teman
Aku jumpa perempuan nglirip
Rupanya masih aku ingat
Senadung doa bergeliya malam
Melukis rupa di dinding hati
Terselip sebuah kerinduan, seperti tuak
Yang tak sempat aku tenggak
Kini, hujan kembali mengulang memori
Pada tanah yang tak sempat aku cium
Hanya rupa hiasi hari dan malam
Perempuan nglirip di lorong bukit
_____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi Gerimis_ 22 Januari 2015



BUJANG TAK BERKELAMIN
oleh:Sugidi Prayitno


Wahai,
Perempuan berkemban sutra.
Pada sepi gelap hati,
Yang mengharap peluk,
Air mata bujang tak berkelamin
Apakah pelarianmu dalam rahimmu, membuatmu lahir kembali ?

Saat menerawang,
Dirinya, seperti serpihan tatal, dari tajam kampak, yang menguliti inci nadi. Mengaung dalam bingkai rimba
Adalah daun gugur darah ! Dari sakit yang tak terobati.

Wahai,
Perempuan perkemban sutra.
Bujang tak berkelamin,
Desahnya ingin, meski bahasanya tak kau mengerti ! Atau, kau yang pura- pura tuli.

Diam,
Diantara sepertiga malam tanpa jeda.
Menimang cinta, mengharap sempurna, menati tangis diujung jemari, sampai dia tumbuh uban tua dan mati, dirimu tak abadi, cintanya tulus menembus naluri.
____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Kebumen 04 Februari 2015



KEMBANG KEMPIS MONOLOG SEMPIT
oleh:Sugidi Prayitno


Kutulis monolog sempit ditengah hujan, saat kusendiri menatap daun kering diujung ranting, pohon tak berbunga, dan kupu- kupu bercumbu.

Membayang tentangmu lalu lalang melintas dengan jelas, mengkerdilkan manja pada kenangan yang rapuh terlunta.

Hingga laju alkisah semakin beringas di tepian jurang kematian, diiringi kalimat perpisahan, hanya menjadi basa-basi disetiap episod kerinduan.

Tembang rindu dalam isak yang parau, semakin gelap, menyamarkan. sudut mata menerka kelembutan nastapa.

Yang tak selembut malam itu
Kata-kata manja semakin menggema
Diiringi suara desir angin
Menerbangkan kalimat sakti
Entah kemana terbang dan kembali menjadi kalimat mantra, meluluhkan hati cinta.

Saat seorang telah mendampingi hidupmu, untuk selamanya, dari rasa yang tak lagi terpatri didalam hatimu, aku masih menyimpan memori senyum sempurna perjalanan panjang kisah cintaku bersamamu.

Disamping jalan
Ditengah tengah beringas jahanam
Serta laju kaki yang tak mau berhenti
Menyusuri lorong-lorong sepi
Di situ ada jejak yang tertinggal
Seperti bulan menerangi malam dan menanti datang gelap.

Malam yang telah berlalu
Hari-hari sepi tanpamu
Dan nyanyian gambang disudut kamar, mulai hilang nadanya.

Kan kucari dalam diam
Disetiap jejak hitam putih kehidupan
Untuk mengecapi bulir-bulir tampias rindu di wajah yang betapa ingin ku nikmati selama mungkin.
_________
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi 18 Februari 2015



PEREMPUAN NEGERI JIRAN
oleh:sugidi prayitno


Untuk perempuan di negeri jiran
Bukan teman, bukan saudara, pacar atau sejenisnya, bukan siapa-siapa

Ada jiwa yang tertinggal untumu, untukku rangkai menjadi rindu dimana kabut tak lama menunggu.

Aku termangu, menatap hujan, berkaca pada genangan, merasakan nyeri tak tertahan dari sekian lama aku berjalan tanpa makna.

Sedangkan pelarian menuju senja terasa sia-sia, kemudian duri bercampur serbekas mimpi, aku terseret menuju kemana, entah sampai kapan ujung kan melambai.

Dan kutemu benih yang membatu di sisi hati, begitu deras rintik gerimis membasuh benih dari keterasingan yang melepuh, dirimu sembuhkanku.

Karena aku inginkamu seperti ranting dan pohon yang mencengkram bumi, menikmati suasana yang hanyut, mengalir seperti kehidupan adalah hidup.
______
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi 09 Maret 2015



DALAM RASA SAKIT
oleh:sugidi prayitno


Aku hanya seorang kuli yang singgah di ujung kota, dari sebuah dusun tuk memperbaiki diri dari kemiskinan dan demi sebungkus nasi setiap hari,

Sekaligus sebagai pengembara yang hanyut dalam aliran waktu, yang telah mengasingkan ku dari ketidak adilan negeri ini, ketika anak-anak muda lebih mencintai kematian dari pada kehidupan, diantaranya adalah aku,

Yang tercengang akan keadilan hukum: sebab hukum negeri ku adalah uang dan kekuasaan, namun jika hukum tak mampu berbuat adil, aku yakin peluru dan tajamnya belati akan mempan tuk membelinya.

Dan kukibarkan bendera hitam diujung tangis malam yang hanya mampu meratap nikmat mewah, sehat dan keselamatan, yang telah dirampas oleh para dokter yang tak lebih dari seorang diktator dan teroris yang telah merampas nyawa , teman serta mereka yang tak punya biyaya untuk kerumah sakit dan akhirnya mereka merdeka dengan senyum kematiannya.
______
Tell a simple dream of me a coolie
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi 13 Maret 2015



SUDAH CUKUPKAH
oleh:sugidi prayitno


Sudah cukupkah, dinding kematian
Mengusap air mata dan membuang duka menjadi debu permata.

Katakan pada tuhanmu, setelah surga apa lagi kesenangan yang abadi.

Sedangkan, semua mani nyaris ku telan dalam jeda koma, di saat mereka sakit dengan pemikiran gila, yang tak mereka tulis untuk orang waras.

Disaat waktu memperkosaku dengan gerak membosankan, berbinar dan kecewa.

Membuatku setengah sadar dan sedikit gila, bahwa aku masih berdiri dalam diam tuk menikmati rasa lembut dan bening.

Yang membuatku ingin berbisik, bahwa kelak di kota ini, aku akan di lahirkan berkali-kali dari rahim seorang ayah.

Dan katakan pada anak-anakmu kelak, tentang narasi seseorang ayah yang telah melahirkanku dengan huruf berserakan diantara dinding rahim.
_____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi 11 Maret 2015



DALAM CERMIN
oleh:sugidi prayitno


Ada cermin, dari jiwa yang resah
Mencari kedamaian, mengagumi diri
Lalu memamerkannya.

Menutupi diri dari jiwa yang rentan
Atas kesepian dan kekurangan
Yang tak mampu lagi tergali diantara dangkalnya rasa sakit

Untuk meredam gelisah
Mempertaruhkan kewarasan
Dan kewajaran terakhir pada tubuh
Sebagai penyelamat dari gelisah yang mengerikan, sedikit menyadari dan menganggap ini bagian dari takdir

Dengan wajah gurat lamat
Tanpa bintang di dinding malam
Seikat senyum, terkunyah sepi
Untuk mengubur resah
Dan menggores rentan di garis takdir
Dirimu masih terkapar
Diantara kengerian yang hebat.
_______
Bekasi 08 Maret 2015



1 OKTOBER 1996


Aku mencintaimu
Namamu masih ada di hati
Bila kau ingat
Masa silam
Coba kau tunjuk bintang
Yang indah hiasi malam
Ada cahaya yang redup
Yang dulu pernah bersinar
Karenamu
Kini, aku masih mendambamu
Jika kau mengerti
Tentang dirimu yang selalu dihati
Takkan pernah bisa aku miliki
_____________
Sugidi Prayitno
12 November 2010



DI BATAS SENJA AKU MENANTIMU

Air mata tumpah membasahi bumi
Saat melihatmu bahagia dengannya
Cincin manis dengan ukiran Ray
Masih terpasang indah

Masihkah ada cinta untukku
Saat kau bahagia dengannya
Masihkah ada rindu kau pendam
Hanya kau yang tau
Cintamu bukan untukku

Aku masih menanti
Di batas senja
Dalam pelabuhan rasa
Untukmu cinta.
______
Sugidi prayitno
23 November 2010



DI SERAMBI DOA
:asrama keramat


Di bawah atap tembok debu
Asap kukus menggenggam rindu
Beralas papan bambu
Tangan mungil meracik candu

Menanti malam, menanti tenang
Cahaya timur, terang di tepi jurang
Kepul rindu wangi surga
Bertemu dalam putih rasa

Saling sapa canda
Cerita kita
Tentang lapar haus dan dahaga
Menjadi santapan tak terlupa

Semoga, di serambi doa kita bertemu
Dalam kepul candu
Meski tak seperti dulu
Ceritamu yang hilang di telan waktu
______________
Sugidi Prayitno
Jakarta 01 Oktober 2014



SAJAK SEMAK

Rihrantakho di batas bilang
Nyanyian geludug
Mahaetha rupuning
Bersajak hening

Ku yang gila!
Kuumbar watak beringas
Tapakku tanpa jejak
Sajakku tak bernafas
Kulihat burung jalak
Terbang mengitari mati

Datang! Dengan cangkul iar
Tanah keras terangkat pasrah
Memendam mati
Yang berteman sunyi
Bersabarlah pada malaikat
Pada gada rantai dan bara

Tersenyumlah! Pada dunia, yang mengurung indah dengan sempurna.
________
Sugidi Prayitno
08 April 2010



TIGA OKTOBER DUA RIBU SEPULUH

Aku melukis wajahmu
Pada dinding kamar
Wajah yang belum aku lupa
Wajahmu tersayang

Agar kau datang
Saat malam di pembaringan
Meski hanya bayang
Setidaknya selalu ada
Untuk menemani jiwa yang terluka
______
Sugidi Prayitno
Kebumen 03 Oktober 2010



SUARA ITU


Tentang malam dan suara yang mengisi kesendirian, tersalip harap kumiliki, saat kunanti ia datang dalam dekap sayang.

Tubuhku tertutup butir asa, akan restu yang semakin tenggelamkanku pada kenyataan, bahwa pintanya, inginkanku bersanding pada jarak langkah.

Seperti angin yang hembusnya kencang menerkam tubuhku akan rapuh cinta yang ada.

Inginkanku, seperti air dalam putaran waktu dan aku di dalamnya.
________
Sugidi prayitno ( Ayit Ray )
Jakarta_28 September 2014



NAMAMU MALAM


Jika kau kembali
Akan ada cahaya untukmu
Cahaya cinta yang hilang
Dari keterasingan

Memelukmu adalah harapan
Meski kecewa, ku dapat
Setidaknya telah aku jaga
Cahaya yang dulu kita bina

Setelah kau bergi
Aku masih ada
Dalam sudut malam
Seperti pintamu

Untukmu
Cahaya yang telah lama hilang
Tiga Oktober Dua Ribu Sepuluh
Namu "Malam"
______
Sugidi prayitno
Kebumen 03 Oktober 2010



SINGGASANA HATI

Kasih;
Kubawah padamu bunga bangkai
Akan kuantar ke singgasana hati
Seharum kasturi para jejaka
Seindah cahaya senja

Kasih;
Bila sehelai wangi kau terlewat
kucipok lentik jidad
Serta pipi tembem
Kutampar dengan Bismillah.

Kasih;
Sebagai rasa sayangku
Apa masih kurang
Kubawah bunga bangkai
Yang tumbuh subur
Di pekarangan rumah bi siom
Kasih;
Seberapa pintamu, padaku
Hanya ini yang bisa kubawah
Sebagai rasa cintaku padamu.

Sugidi prayitno (Ayit Ray)
Jakarta_ 30 Oktober 2014



PENANTIAN


Penantian;
Kursi tepi jalan dan sinoptik
Pedagang dan pembeli;
Di antara mereka, aku
Tanpa bicara
Diam, menatap angka;
Yang berganti
Tak mau berhenti.

Penantian;
Mobil dan motor
Lampau merah, hijau, dan kuning
Berganti menari;
Aku dan sebatang Kawung
Tak lupa secangkir Kahve
Masih setia
Mengamati
Laju mobil dan motor;
Yang berganti
Tak mau berhenti.

Penantian;
Terus berjalan
Pada pagi hingga pagi
Di sini di tengah kota;
Penantian
Semakin panjang
Untuk cintaku korbankan.

Sugidi prayitno (Ayit Ray)
Jakarta 29 Oktober 2014



RUANG SEMPIT


Dalam ruang sempit
Tubuh semakin terjepit
Dalam ruang sempit
Hidup semakin sulit

Dalam ruang sempit
Yang hidup merintih sakit
Mati menjerit
Terkubur sejengkal parit

Kita hidup di ruang sempit
Sebab tanah di rampok kawanan bandit
Nyatanya kita masih mengemis
Pada pertiwi, pada negeri, pada mereka yang merampok NKRI.

Dongeng negeri kaya
Hanya rekayasa, para maling
Yang menjadikan kita boneka
Dan bangga mengatakan, merdeka!

Sugidi prayitno ( Ayit Ray)
Jakarta_ 01 November 2014



KAU, TAK PERLU MENANGIS


Sisi gelap rahim
Masih berselimut kabut
Kau, tak perlu menangis
Meski ibu menikah berulang kali.

Sugidi Prayitno
Jakarta_31Oktober 2014



KASIH SEPI


Selamat datang kasih
Kasih yang tercipta
Dari rasa sepi
Membuang gelisah
Menepi sendiri;

Selamat datang kasih
Setia menemani sujud
Mengantar do'a
Di pergulatan rasa

Tak ada lagi sosok
Yang mengoyak
Kumampu berdiri
Dengan kasih sepi.

Sugidi prayitno (Ayit Ray)
Jakarta_ 01November 2014



KASIH SEPI

Selamat datang kasih
Kasih yang tercipta
Dari rasa sepi
Membuang gelisah
Menepi sendiri;

Selamat datang kasih
Setia menemani sujud
Mengantar do'a
Di pergulatan rasa
Tak ada lagi sosok
Yang mengoyak
Kumampu berdiri
Dengan kasih sepi.

Sugidi prayitno (Ayit Ray)
Jakarta_ 01November 2014



SEMUA TENTANG DIA
:masih luka


Yang nampak, luka sayat
Gores rakus borjuis
Tanpa bumi, tanpa langit
Menenggak air mata embun
Dari mereka, atas nama kita
Hanya fatamorgana

Langkah diam, dalam do'a
Bersaut mengamini
Apa saja tidak lagi berarti
Mimpi sudah terbeli
Dari mereka, atas nama kita

Terampas sudah
Bumi dan langit
Tempat raga merebahkan luka
Tempat jiwa bersemayam nastapa

Apa lagi, yang bisa kau rampas
Sedangkan bumi dan langit
Bukan lagi tempat bermimpi
Untuk kami hanya seupa nasi
Sudah cukup sebagai ganti
Dari mimpi yang sudah kau curi

Sugidi Prayitno ( Ayit Ray)
Kaum kusam_ 08 November 2014



SETELAH HUJAN
:bella


Kau boleh peluk dan kecup bibirku
Setelah hujan, kau boleh menangis
Menggerayang masa silam
Peristiwa yang telah memisahkan
Hitam dan putihnya cinta;

Setelah hujan, kau boleh tatap mataku
Mata yang masih menyimpan namamu

Setelah hujan
Kau tak ada lagi
Pergi tinggalkanku seorang diri.
_____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Jakarta_05 November 2014



TIGA DAN EMPAT
:bella


Tiga, jalan merayap pulang
Beriringan menerkam hitam
Di lalui tanpa henti
Sepanjang jalan pulang;
Bujang masihku sandang
Lengkap dengan kemenyan
Dupa serta sesaji, di pelataran mimpi
Tubuhmu kudekap sayang
Berteman gerimis dingin dan laju roda

Empat, tembang kenangan
Membayang dalam ingatan
Ini yang sulit kulupa
Tembang-tembang mengiringi

Malam tiada henti, di pembaringan
Kuputar dan kuulang lagu kenangan
Sampai kuterlelap dan pagi menyapa
Tiga dan empat.
____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Jakarta_05 November 2014



AKU PADAMU


Segenap jiwa
Tak mampu kurebah
Untukmu sayang
Bahasa jiwa
Yang tak pernah sama
Kuutarakan semua rasa
Apa adanya
Dan seperti ini
Kelembutan yang tak sempurna
Biar nampak
Gelora mega
Biar jelas lekuk senja
Aku padamu
___
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Tanah Durna_23 November 2014



GAJI BURUH DIKENTIT
Karya : Ayit Ray


Lihat ditanahku
Gaji buruh sebulan habis
Siang malam pagi
Tak henti bernyanyi
Tak kau syukuri
Nikmat rezeki
Masih saja menuntut lebih

Lihat ditanahku
Gaji cukup membeli terasi
Masih terus mengejar mimpi
Tak mengeluh, meski sakit terikat duri

Disini
Tak ada habis
Menggerogoti
Dinding-dinding pabrik
Sampai lapuk lidah mengkerut
Ditanahku ribuan buruh
Terkekang nasib
Bersikap pasrah namun berontak
Terus berjuang syukuri nikmat
Yang di dapat hingga akhir hayat
______
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Jakarta 10 Desember 2014



NEGERI PARA DEWA BERSELIMUT DO'A
Karya : Ayit Ray

Air mata belum habis
Setelah derita panjang mendera bangsa
Kini saudaraku terperangkap
Dalam bumi yang marah
Pada tanah yang murka
100 nyawa belum tentu berdosa
Harus menanggung derita
Sampai kapan
Rakyat kecil tak tau apa
Menjerit dalam tumpuk tanah
Untukmu saudaraku
Kuantar doa
Dari balik air mata
Semoga Tuhan mengganti tangis
Menjadi intan disetiap tetes ilu.
___
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Jakarta Dua Belas Desember 2014



BURUH PABRIK
Karya : Ayit Ray


Bila ada penguasa marah pada buruh
Protes pada keringat buruh
Nurani marah
Dimana buruh menangis
Dan air mata tak mampu tertampung.
Anak-anaknya menangis
Makan tempe
Seharga motor
Motor seharga mobil
Mobil seharga gunung
Gunung seharga bumi
Rumah hanya kontrakan
Sebidang tanah nyaris terjual.

Bila ada penguasa marah pada buruh
Protes pada keringat buruh
Pabrik-pabrik ditutup
Penguasa, pengusaha
Diam berkemas terbang

Tuhan, dimana rasa syukur
Yang telah hilang,
Demi kepentingan golongan
Tak lagi bisa melihat
Bahwa tangis tak lagi di dengar.
_____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Jakarta 10 Desember 2014



RUPIAH
Ayit Ray


Sampah saku
Uang saku
Oh..negeriku
Semakin aking
Garing njengking
Terjadi apa
Miris ngenes sumeng meneng
:bagaimana nasib kutang
Tergarang bara
Mengkerut meritut si burung jalan

Lihat birokrasi korupsi masih saja nguntit
Ngintip njimit ah: maling buncit
Sial otak dongkol bau jengkol
Kura-kura sakit bisul

Oh...negeriku
Lihat uangku tak ada lagi arti
Yang kita banggakan
Di saku di dompet di mana-mana
Tapi ini yang terjadi
Jangan biarkan masuk penggilingan
___
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Jakarta 16 Desember '14



DEBU KHAYAL SEPERTI CINTA
Ayit Ray


Aku pulang tengah malam
Pada derap langkah pincangku
Rokok masihku hisap berkawan setia
Tanpa cinta, jalanku teronggah lara

Tak mungkin peduli, ragaku kumal
Kuli jalan tanpa henti kusandang
Debu selimut badan
Wanita cantik bergunjing
Kearah jalan pulang

Keluar nafsu ingin kumuliki
Bersanding dengan dekilnya raga
Bersama khayal kosong
Yang tak mungkin:
Aku miliki.
__
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi 17 Desember 2014



KEBUN TEMBAKAU

kemiskinan, katamu
datang dari balik piring-piring nasi pagi kita
ia adalah langkah
dari perjalanan kita menuju kesatuan semesta
bagaimana kemiskinan bisa kau ceritakan kembali
jika piringmu sudah tidak ada lagi
hanya tangan menjuntai
lelah mencari sisa
semua cita-cita

tiga kali maulid
barisan tembakaumu
menanti berkali-kali

ia dibakar dalam gulungan kertas telpon
tanpa ada aroma keringatmu
mengharumkannya

maulid berlalu
sapi-sapi telah tumbang
telah dipotong dan dimasak
menjadi lauk
yang hanya berakhir basi di mangkukmu
tak ada keringat tanganmu
tak ada kecipak mulutmu
tak ada tawamu lagi
tak ada tawa teman-temanmu menghabiskannya

dari tanah yang jauh kau mencoba mencari aromanya
tapi hanya kau temukan rasa yang berbeda
dari rasa rokok ujicoba masa kecilmu
dulu itu

maulid berlalu
kemiskinan dan kebodohan
kehilangan dan kesunyian
menjelma menjadi kamu
menjelma menjadi asap tembakaumu
menjelma menjadi rancak suara gendang
yang tersisa di telingamu

pohon-pohon tembakaumu sudah mengering
rumah-rumah dibangun di sampingnya
jalan-jalan baru menjulur di depannya

dulu, keringatmu ada di sana
terbakar
menguap menuju matahari
membakarnya abadi
sebagaimana neraka yang menyala
memakan segalanya
membagi perih dan sakit
yang tak tertangguhkan rasanya

___
Karya : Iwan Bajang
2016

Kiriman : Ayit Ray

Tidak ada komentar:

Posting Komentar