Kotaku
Berpacu
Dari waktu kewaktu
Kotaku
Bergelut
Diantara senyum
Dan wajah-wajah semu
Kotaku
Tak bergeming
Diantara kota
Dan debu yang berkabut
Kotaku
Riuh ringkuh
Merajut
kota dalam kota
Diantara wibawa
Dan tumpukan sampah
Oleh : Hmyunus Tampubolon
RINDU MALAM
Ada rindu dalam derita
Bercerita tentang kelam
Berpacu di balik bayang-bayang
Malam semakin malam
Malam sekali
Bintangku berkediplah
Teruslah berkedip ke hatiku
Dalam nyenyak mimpiku
Malam ini
Biar gerimis tak lagi sendu
Biar puisi takkan pernah sunyi
Sampai embun menyapa pagi
Dan malampun terus bermalam
Semakin kelam
Dalam derita rinduku
Dalam rindu deritaku
Agar rindu malam ini
Berpeluk berpuisi kalam syair
Bercerita sepotong hati
Menanti
Dan
Menanti
Terus menanti
By: Hmyunus Tampubolon
Binjai, 190318;23:43
Syair
BALADA BANGSAWAN NEGERI
(Kepada T.Amir Hamzah)
By ; H.M.Yunus Tampubolon
Ampun patik kebawah duli
Sembah hamba beribu ampun
Ampun Tuanku paduka negeri
Bertutur sapa hamba berpantun
Niat tulus mengatur basa
Anak Melayu hilang di tahta
Bukan sahaja merangkai kata
Susun bertangkai makna bahasa
Tuan laksmana putera mahkota
Menyulam madah syair pujangga
Berkecamuk perang di Medan laga
Hamba pun risau entah mengapa
Lukisan sejarah sebuah kota
Musnah di bakar porak poranda
Pasukan lasykar meraja lela
Membakar Istana rusak binasa
Daulat Tuanku paduka raja
Patik sekedar hendak bertanya
Terbakar fitnah pejuang lata
Mengapa derita datang melanda
Badai amukan cemburu latah
Melawan titah Baginda raja
Tanah pusaka bersimbah darah
Ulah sengketa rakyat sengsara
Bakti-mu jua membela Negeri
Menyapa kasih Ilahi Rabbi
Belum bersua hajat di hati
Bala kutukan menimpa Negeri
Tuanku sultan pemilik Negeri
Harkat martabat sakti junjungan
Sumpah Tuanku sudah berbukti
Malapetaka turun bekepanjangan
Hamba bertanya di dalam hati
Mengapa begini bentuk Negeri
Bencana kutukan murka Ilahi
Patutkah hamba berpasrah diri
Hiruk melawan tantangan zaman
Menepis kemungkaran di tangkai dahan
Belum tersimak rentak rintangan
Senyum dan tangis kemerdekaan
Api semangat di medan juang
Badai menghempas laut dan pantai
Derita rakyat di siksa perang
Tecarut marut betingkai pungkai
Berat termakna di perjuangan
Menuai merdeka besimbah darah
Banyak ungkapan salah tafsiran
Beburuk sangka ke Amir Hamzah
Kuntum melati kesuma bangsa
Putera mahkota Tengku Mahjiwa
Pejuang Melayu membangun bangsa
Berbuah rindu padamu jua
Rebah bersimbah darah pangeran
Mati dibunuh Eyang Wijaya
Pasukan lasykar lupa daratan
Angkuh dan sombong sumbang dijasa
Putera Melayu darah bangsawan
Mengukir zaman jadi tauladan
Darah Melayu putera bangsawan
Bebukti makna jadi pahllawan
Pelepah mayang diikat benang
Syarat bedimbar anak tangkahan
Sejarah pujangga lengkap dibentang
Kukuh Setiawan jadi perekat
Keris pusaka sakti keulana
Di ikat pinggang penjaga diri
Manis bahasa ditutur sapa
Langkat di kenang indah berseri
Tanam mengkudu dipagar batas
Berbuah rindang ditata rapi
Dendam dan rindu terbayar lunas
Lelah berjuang merdeka Negeri
Setakat tuang jentera pati
Rumpun serumpun ke parakbatu
Semangat berjuang membela negeri
Turun temurun ke anak cucu
Penangkis takkan menikam badan
Tarik belati jadikan pedang
Berbaris nisan makam pahlawan
Menjadi saksi semangat. Juang
Ampun kan hamba beribu ampun
Sejarah bangsawan tulis ditangan
Hamba melantun syair berpantun
Jika tersalah mohon maafkan
Binjai, 07 Maret 2018
BUMIKU MENANGIS
Oleh : H.M.Yunus Tampubolon
Tanah kelahiranku
Bumi persada ibu pertiwi
Berpeluk dalam derita
Dihempas gemuruh ombak kemarau panjang
Kering sudah air mata kerinduan
Gelisah resah menyibak rona harapan dan impian
Hujan pun enggan bernyanyi
Bencana dan mala petaka bertubi tubi
Seakan tak mampu menyirami
kesetiaan kejujuran dan keikhlasan
Bumi tempat lahir dan berpijak
Tersimpan tetesan darah haid dan nifaa ibu ibu
Tak lagi enggan bercerta tentang perjuangan
Tak lagi bersenandung keberkahan diatas nikmat kehidupan
Tak lagi bersimponi dibalik keranda mayat
Tak lagi berpuisi merawai azab dan siksa dipintu penyesalan
Menangis, Teruslah menangis
Menjerit, Teruslah menjerit
Bagai petir dan halilintar menggelegar
Sampai memecah keheningan tujuh lapis langit sana
Agar topeng kedurjanaan, kemunafikan diatas menara
Agar sangkar kedzoliman kufur dan maksiat dibalik telapak tangan
Agar kesombongan keangkuhan dan kebiadaban yang meraja lela
Lenyap tenggelam terlelap ditiup angin sangkakala dipermukaanmu
Hari itu hari yang dijanjikan
Hari yang dibangkitkan
Hari terakhir
Waktu dan detik
Bumiku
Menangis
Binjai gerhana, 31012018
KANDAS
Karya : H.M.Yunus Tampubolon
Menjelang senja
Hujan lebat di muara
Tak kusangka
Hujan petir menghalilintar
Berdesing di telingaku
Menghunjam dada
Terasa kian sakit, perih
Menusuk jantungku berdebar
Kian bergetar menggeletar
Terus menggelepar gelepar
Aku hampir tak mengerti
Apa dan mengapa ini harus terjadi
Mendung diarak awan hitam berkepal kepal
Membaluut sekujur tubuhku
Dalam keterpaksaan
Kukayuh bidukku mencari tepian tempat berteduh
Seakan berpacu bagai seekor banteng sedang.marah
Aku kehilangan arah, hilang kekuatan tak bertenaga
Aku terhempas dilepas gulungan ombak dihantar badai
Ternyata mimpi ku diujung senja
Bidukku kandas sebelum mencapai pulau mahligai
Mungkin laut sedang marah
Atau sedang bermain main diantar ombak
Mungkin cintaku hanya lukisan
Atau rinduku hanya tinggal puing puing
Oooooiiiii
Jawablah wahai angin
Ceritakanlah dengan lantang aku tak mau kau berbisik
Sekeping cinta dihati yang telah hancur lebur
Terhempas di batu karang berombak meradang
Sebatas hati diamuk kasihan ombak di telan pasir pasir pantai
Sebatas penderitaan yang semu
Sedalam cintaku
Aaaahhh
Wahai kasih nun jauh diseberang
Betapa risau dan gundahnya hati ini
Berhari sudah berbulan sudah
Rindu dipeluk sepi
Resah gelisah kian membekam
Tak ada lagi kata yang terucap dan untuk ditulis
Kemana biduk kugambarkan
Kemana rindu kugambarkan
Keladang........ tanaman orang
Kesawah ..........rumpunan padi
Apakah lebih baik kuhamparkan ditengah halaman
Biar jadi tepian tempatku mandi
Akanksh kugambarkan dipokok kayu atau dipucuk ranting
Sementara wajahmu
Tetap terbayang siang dan malam
Apakah padi kusemai .... sudah diketam orang
Ooooooohh
Masih mungkinkah lipatan penderitaan ini
Kubawa bersama angin malam
Beralaskan sekeping harapan yang tersisa
Mengarung samudera luas yang terbentang
Yang memisahkan kita
Biarlah kugambar ditapak tangan
Agar membekas digaris tangan
Menjadi kenangan sepanjang zaman
Biarlah kupeluk bayang bayang mu
Mengharap kasihan ombak
Membawa cinta dengan seuntai salam
Kerinduan
AKHIR SAJAK IBU
Wahai anakku sayang
Dikala engkau kecil
Setiap hari ibu mandikan kamu nak
Setiap hari ibu pakaikan pakaian
Sehingga terlindungi lah kulitmu
Dari panas dan teriknya sinar mata hari
Kini untuk yang terakhir kalinya
Sebelum ibu meninggalkan dunia ini
Untuk selama lamanya
Janganlah lupa kau mandikan ibu
Janganlah lupa kau pakaikanlah ibu
dengan sehelai kain kapan
Sehelai kain kapan
Wahai anakku sayang
Dikala engkau kecil
Setiap harinya ibu timang timang kamu nak
Setiap harinya ibu nyanyikan
Sampai kedua matamu terpejam
Lalu ibu antarkan kamu kepembaringan
Kepembaringan anakku
Kini untuk yang terakhir kalinya
Sebelum ibu meninggalkan dunia ni
Untuk selama lamanya
Janganlah lupa
Kau timang timanglah ibu
Dengan empat kali takbir
Dengan empat kali takbir
Kini untuk yang terakhir kalinya
Sebelum ibu meninggalkan dunia ni
Untuk selama lamanya
Janganlah lupa
Kau antarkan ibu
Kau antarkan lah ibu
Ketempat peristirahatan ibu yang terakhir
22 Des 2017.
SENANDUNG OMBAK PERANTAU
Anak perantau dagang terbuang
Bagai Lemukut ditepi gantang
Berumah sempit tiang embacang
Mengkais pagi dimakan petang
Berpeluh mencari sesuap nasi
Juang berkarya sebatas bakti
Menjunjung adat budaya negeri
Menyulam seni semarak padi
Bertahun rentak mengampas bakti
Sama lengkuas batang keladi
Hitung berkacak bercermin diri
Bebanyak diam mengunci diri
Sejak beruas sibatang padi
Tidak bebuku pandan kumangi
Lelah beladang tercakar duri
Fitnah pun datang berpayung dengki
Hidup bermimpi berteman sepi
Terlunta lunta meraba bumi
Tiada bersayap tiada kemudi
Mengarung jalan tiada pasti
Berarak awan dibenang raja
Batang Seroja angkuh berduri
Raja dipayung meraja raja
Raja peduli tak ada lagi
***
JEJAK SUNYI
Rindu bertahun
Tidak riak gerimis embun
Mengiris budaya tak lagi pantun
Dicercah kepulauan
Manisnya evolusi
Didalam tuan merangkai kata
Hilang tenggelam
Tanpa makna
Kota ini
Ada itu ada ini
Ada ini ada itu
Ada penyair tanpa nama
Tak pernah dikenal anak cucunya
Kota ini
Ada ilusi
Ada nyanyi
Ada sunyi
Ada sepi
Tak pernah terjamah
Goresan ayah
Dan tangan bunda
Gerimis embun
Air mata penyair kota
Tidak ada yang tau
Siapa dia
Dan dimana dia
Sendiku
Rinduku
Rujak riak
Gerimis embun
Dan jejak pun sunyi
Tak lagi
Berpuisi
RETAK
Dikata retak tangan laksmana
Sanjung dijulang manis puisi
Tating sebatang dulang kencana
Tak lalu emas padi ditampi
Baru melintas kelok haluan
Sirih segenggam hanyut kehilir
Baru berkuntum kelopak pandan
Buih tenggelam ditelan pasir
Tak jumpa pantai mengarak petang
Kemana angin menyambut surya
Meniti buih mengantar pasang
Jalan yang licin jarang bersua
Wahai angin berkalut rembang
Tak sua pantai tanjung beriring
Bagaikan buih dihempas gelombang
Badan terkulai dirantai gading
Hendak menanam dilingkup pagar
Benam kesawah tanaman orang
Kemana rindu letak digambar
Belum menjurai diketam orang
Gelisah hati tak tertahankan
Elok kugambar jadi jambangan
Biar membekas diretak tangan
Jadi kenangan sepanjang jalan
***
PASRAH
Oleh H.M.Yunus Tampubolon
Tuhan
Ketika aku masih bayi
Berpeluk erat dalam kandungan ibunda
Kau perintahkan malaikat Muqorrobin
Menjaga kesehatan insan
Yang hanya bisa mengharap
Kini, di pesisir hidup ini
Azab semakin dekat
Maut akan datang menjeput
Pasti tak satu pun mampu
Menghalau kematian itu
Mungkinkah
Aku siap menghadapinya
Kau Yang Agung
Yang murah pemberi
Kutadahkan tangan
Bermohon kepada Mu
Isilah batin ini dengan nikmat Mu
Segumpal kekuatan Istiqomah dan khusnul khotimah
Biar aku tak ragu menghadapi semua
Agar aku tak ragu menghadapi sakratul maut itu
Jika sampai waktuku
Datanglah wahai maut
Datanglah
Semata atas limpah karunia Mu
Di dalam kaffah merekat makna
Hidupku
Matiku
Hanya
Untuk-Mu
Binjai, 16 02 2018
DUKA ANAK NEGERI
Oleh H.M.Yunus Tampubolon
Di kota ini
Ada hikayat
Tentang ambisi besar
Di negeri ini
Yang hartawan paras lumayan
Menyebar harum kekuasaan
Di kota ini
Ada senandung
Tentang simponi kehidupan
Di negeri ini
Yang kulitnya hitam diterpa panas hari
Yang kulitnya putih di balik gedung bertingkat
Menggelepar-gelepar diayun gelombang globalisasi
Di kota ini
Ada permainan berbudaya
Tentang simpul pesatuan terkotak kotak
Di negeri ini
Entah siapa yang merdeka
Entah mengapa kok teraniaya
Sementara
Politik sosial ekonomi bermodus kerakyatan
Menari nari di atas penderitaan dan kesengsaraan
Di kota ini
Masih perlukah senyum simpul-simpul
Menyambut kemenangan bersemayam
Di tengah kemiskinan dan kebodohan
Di negeri ini
???????
Binjai, 14/02/2018
JENDELA MALAM
Oleh H.M.Yunus Tampubolon
Hujan gerimis
Malam pun melirik
Di balik jendela kamarku
Rindu pun menangis
Kelam berpeluk sedih
Duka enggan berlalu
Jangan biarkan
Malamku meninggi hari
Karena luka teramat perih
Tak lagi bersimponi
Menerawang ke langit jauh
Di ayun mimpi parasmu bunga
Meskipun di bulan sana
Ada senyum di balik puisi
Dia termenung
Menyapa rindu
Di antara kita
Jauh di mata
Dekat di hati
Berpeluk
Berpuisi
Ada sunyi
Ada sepi
Catatan :
Sekian lama sudah
kubawa rinduku
mengembara
dalam mimpi ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar