Minggu, 22 Oktober 2017
KEARIFAN NUSANTARA
Kearifan nusantara
Telah di haru biru
Oleh cikar peradaban
Melalui budaya siap saji
Anak-anak dari seribu pulau berlari
Mencoba mengejar masa depan
Dengan menyongsong matahari
Keariafan nusantara
Telah di gerus waktu
Melalui aneka lagu dan tari
Anak-anak dari seribu pulau berlomba
Mencoba melukis harapan
Dengan semburat pelangi
kearifan nusantara
Adalah tarian anak-anak dari Sabang
Dalam gemulai didong, saman dan seudati
Kearifan nusantara
Adalah nyanyian anak-anak dari Merauke
Dalam dendang sajojo, e mambo simbo, dan apuse
Yang di tengah-tengahnya
Berkelindan kearifan budaya
Batak, Minang, Sunda, Jawa, Madura
Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Timor
Dayak, Banjar, Minahasa, Toraja, Bugis
Makassar, Ternate, dan Ambon
Karya : Jose Rizal Manua
Kiriman : Tok Laut
--------------------------------------------------
malam hening ... sepi ...
keterjagaanku ini juga bait puisi yang terpenggal
dari cerita kita yang kemarin ...
masih terjaga jugakah kau ...
jangan coba tidur dalam keterjagaan
sebab jika kau tidur dalam keterjagaan
itu cukup menakutkan banyak bilangan
hm .....
seribumu adalah nolku
bilangan tak pernah terhitung diangka milikmu
hoh ....
Oleh : Tok Laut
Sabtu, 07 Oktober 2017
MERINDU
Menghabiskan malam
Diteras rumah ditemani cahaya temaram
Memandang rembulan
Disamping gubuk tua
Kembali angan ku akan dimasa silam
Tiada kah engkau merindu kan
Perjalanan akan sebuah cerita
Cerita dr sebuah masa?
Aaaahhh
Sudah lah
Lebih baik malam ini aku memandang
Rembulan yang hampir sembunyi diperaduan
By Andreant hanif
REVOLUSI BELUM SELESAI
Apa yang kau takut kan BUNG di masa mu
Telah terjadi di masa ini
Kolonialisme berakar di bumi pertiwi ini
Apa yang kau takut kan BUNG di masa mu
Telah terjadi di masa ini
Imperialisme dan kapitalisme bercabang di nusantara ini
Apa yang kau takut kan BUNG di masa mu
Telah terjadi di masa ini
Korupsi dan nepotisme berdaun dan bermekaran
Di garis khatulistiwa ini
Perjuanganmu dan pengorbananmu untuk negara ini telah di balas dengan cacian dan hinaan ke pada dirimu BUNG.
Kau di singkirkan
Kau di kucilkan
Seakan mereka lupa dengan apa yang telah kau
Perjuangkan dan korbankan untuk bangsa dan negara ini
Tapi ingat satu hal BUNG
Walau mereka menghinamu
Walau mereka mencacimu
Dirimu tetap bersemayam di dalam hati dan sanubari kami yang paling dalam.
Pekik gempita menyebut namamu masih terngiang di telinga kami BUNG, seakan baru kemarin mereka bersorak (HIDUP BUNG KARNO,
HIDUP BUNG KARNO....HIDUP BUNG KARNO.. )
Daku berdoa kepada YANG MAHA ESA semoga amal,ibadah dan perjuanganmu diterima di sisi ALLAH SWT.
Dan daku juga berdoa semoga namamu tetap di kenang sampai di akhir masa
Biar dunia ini tahu bahwa kami bangga punya putra bangsa seperti BUNG KARNO.
Oleh : Erfan Shah Aibnih
# BANGGA PUNYA BUNG KARNO#
TOK LAUT
Gubang*) laut dadanya
Berdedentam di kuala
Halilintar tombaknya
Ratib alun samudra
Kurrr semangat**)
Pulih mi malaka
Pulih mi malaka
Lengkung Langit ujung tanjung
Jangan murung wahai panglima
Pedang di dinding bersarung
jangan gantung tabir terluka
Kuurrr semangat**)
Tuah mi malaka
Tuah mi malaka
Layar tiang galah
Patah mantra tuna
Angin lempusing
mengirim butiran garam
ke kampung para tetua
Pelaut asing hilir mudik
Menghardik, pongah, dan jumawa
Deru laju kapal antarbenua
Mengurung mimpi para pemuja
Kurrr semangat**)
Jinger mi malaka
Jinger mi malaka
Tok Laut
Dimana kau simpan layar para raja
Yang dulu bersulam di gerbang Malaka
Berkilau sampai punca dunia
Tok Laut
Bawa kembali topan purba
Melaju dalam gelombang raya
Malaka!!!
Malaka!!!
Oleh : Fikar W.Eda
Kiriman : Tok Laut
Tanjung Balai, Agustus 2017
*gubang, alat musik Tanjung Balai
**mantra melayu tua
Sajak sajak BUNG Fikar W. Eda ( SANGGAR MATAHARI/KOMPI )JAKARTA buat TOK LAUT ( art institute of empowermen coastal community - tanjungbalai city)
Kumpulan Puisi Ayit Ray - PADA EMBUN PAGI YANG TIDUR
JANDAKU
karya:Sugidi Prayitno
Jandaku adalah keengganan
Dari kebisingan yang terhenti
Seperti air yang tercerai dari angin
Atau setumpuk es yang mencair
Besok, langkah kaki
Akan selalu sama
Menuju dunia itu, ini
Dan seperti yang aku kenal
Suaramu, gerakmu, caramu
Akan sama dan patah di sana-sini
Selalu-selalu saja sama
Seperti aku yang tercerai
Dari keenggananmu mecintaiku
_____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi 18 Januari 2015
PADA EMBUN PAGI YANG TIDUR
oleh:Sugidi P
Tubuhku kaku
Dimakan malam
Dibuang kejurang
Dimuntahkan
Pada embun pagi
Beralas jerami
Tubuhku kaku
Dicinta
Tak dirasa
Pada embun pagi
Tubuhku kaku
Perempuan-perempuan malam
Beranjak pulang
Setelah dicumbui lelah mimpi
Pada embun pagi
Tubuhku kaku
Penyair
Penyihir
Berkumpul
Merapalkan mantra dinding langit
Bangunkan sepi dikerak hati
Pada embun pagi
Tubuhku kaku
Bidadari datang ditempat tak terduga
Tubuhku kaku
Menanti bidadari menghampiri
_____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Kolong Malam_ 17 Januari 2015
BUNKO
Bunko, ditepian danau saiko
Tinta bunko menari senja
Bersama cahaya bunga sakura
Bertuliskan rindu pada bangau
Anta hen! anta hen! anta hen! anta hen!
Teriak anak kecil mencibir bibir langit
Berlari kearah redup malam
Meninggalkan bunko seorang diri
Mungkin rindu tak pernah ditemui
Di tanah menanti.
(Gundah, sepi, sendiri.)
Menjadi nyata
Seperti daging tersayat belati,
Au wa wakare no
______
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi_15 Januari 2015
PEREMPUAN DI TANAH TUBAN
oleh: Sugidi Prayitno
Setahun yang lalu di tanah tuban
Berteman gerimis dan seorang teman
Aku jumpa perempuan nglirip
Rupanya masih aku ingat
Senadung doa bergeliya malam
Melukis rupa di dinding hati
Terselip sebuah kerinduan, seperti tuak
Yang tak sempat aku tenggak
Kini, hujan kembali mengulang memori
Pada tanah yang tak sempat aku cium
Hanya rupa hiasi hari dan malam
Perempuan nglirip di lorong bukit
_____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi Gerimis_ 22 Januari 2015
BUJANG TAK BERKELAMIN
oleh:Sugidi Prayitno
Wahai,
Perempuan berkemban sutra.
Pada sepi gelap hati,
Yang mengharap peluk,
Air mata bujang tak berkelamin
Apakah pelarianmu dalam rahimmu, membuatmu lahir kembali ?
Saat menerawang,
Dirinya, seperti serpihan tatal, dari tajam kampak, yang menguliti inci nadi. Mengaung dalam bingkai rimba
Adalah daun gugur darah ! Dari sakit yang tak terobati.
Wahai,
Perempuan perkemban sutra.
Bujang tak berkelamin,
Desahnya ingin, meski bahasanya tak kau mengerti ! Atau, kau yang pura- pura tuli.
Diam,
Diantara sepertiga malam tanpa jeda.
Menimang cinta, mengharap sempurna, menati tangis diujung jemari, sampai dia tumbuh uban tua dan mati, dirimu tak abadi, cintanya tulus menembus naluri.
____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Kebumen 04 Februari 2015
KEMBANG KEMPIS MONOLOG SEMPIT
oleh:Sugidi Prayitno
Kutulis monolog sempit ditengah hujan, saat kusendiri menatap daun kering diujung ranting, pohon tak berbunga, dan kupu- kupu bercumbu.
Membayang tentangmu lalu lalang melintas dengan jelas, mengkerdilkan manja pada kenangan yang rapuh terlunta.
Hingga laju alkisah semakin beringas di tepian jurang kematian, diiringi kalimat perpisahan, hanya menjadi basa-basi disetiap episod kerinduan.
Tembang rindu dalam isak yang parau, semakin gelap, menyamarkan. sudut mata menerka kelembutan nastapa.
Yang tak selembut malam itu
Kata-kata manja semakin menggema
Diiringi suara desir angin
Menerbangkan kalimat sakti
Entah kemana terbang dan kembali menjadi kalimat mantra, meluluhkan hati cinta.
Saat seorang telah mendampingi hidupmu, untuk selamanya, dari rasa yang tak lagi terpatri didalam hatimu, aku masih menyimpan memori senyum sempurna perjalanan panjang kisah cintaku bersamamu.
Disamping jalan
Ditengah tengah beringas jahanam
Serta laju kaki yang tak mau berhenti
Menyusuri lorong-lorong sepi
Di situ ada jejak yang tertinggal
Seperti bulan menerangi malam dan menanti datang gelap.
Malam yang telah berlalu
Hari-hari sepi tanpamu
Dan nyanyian gambang disudut kamar, mulai hilang nadanya.
Kan kucari dalam diam
Disetiap jejak hitam putih kehidupan
Untuk mengecapi bulir-bulir tampias rindu di wajah yang betapa ingin ku nikmati selama mungkin.
_________
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi 18 Februari 2015
PEREMPUAN NEGERI JIRAN
oleh:sugidi prayitno
Untuk perempuan di negeri jiran
Bukan teman, bukan saudara, pacar atau sejenisnya, bukan siapa-siapa
Ada jiwa yang tertinggal untumu, untukku rangkai menjadi rindu dimana kabut tak lama menunggu.
Aku termangu, menatap hujan, berkaca pada genangan, merasakan nyeri tak tertahan dari sekian lama aku berjalan tanpa makna.
Sedangkan pelarian menuju senja terasa sia-sia, kemudian duri bercampur serbekas mimpi, aku terseret menuju kemana, entah sampai kapan ujung kan melambai.
Dan kutemu benih yang membatu di sisi hati, begitu deras rintik gerimis membasuh benih dari keterasingan yang melepuh, dirimu sembuhkanku.
Karena aku inginkamu seperti ranting dan pohon yang mencengkram bumi, menikmati suasana yang hanyut, mengalir seperti kehidupan adalah hidup.
______
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi 09 Maret 2015
DALAM RASA SAKIT
oleh:sugidi prayitno
Aku hanya seorang kuli yang singgah di ujung kota, dari sebuah dusun tuk memperbaiki diri dari kemiskinan dan demi sebungkus nasi setiap hari,
Sekaligus sebagai pengembara yang hanyut dalam aliran waktu, yang telah mengasingkan ku dari ketidak adilan negeri ini, ketika anak-anak muda lebih mencintai kematian dari pada kehidupan, diantaranya adalah aku,
Yang tercengang akan keadilan hukum: sebab hukum negeri ku adalah uang dan kekuasaan, namun jika hukum tak mampu berbuat adil, aku yakin peluru dan tajamnya belati akan mempan tuk membelinya.
Dan kukibarkan bendera hitam diujung tangis malam yang hanya mampu meratap nikmat mewah, sehat dan keselamatan, yang telah dirampas oleh para dokter yang tak lebih dari seorang diktator dan teroris yang telah merampas nyawa , teman serta mereka yang tak punya biyaya untuk kerumah sakit dan akhirnya mereka merdeka dengan senyum kematiannya.
______
Tell a simple dream of me a coolie
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi 13 Maret 2015
SUDAH CUKUPKAH
oleh:sugidi prayitno
Sudah cukupkah, dinding kematian
Mengusap air mata dan membuang duka menjadi debu permata.
Katakan pada tuhanmu, setelah surga apa lagi kesenangan yang abadi.
Sedangkan, semua mani nyaris ku telan dalam jeda koma, di saat mereka sakit dengan pemikiran gila, yang tak mereka tulis untuk orang waras.
Disaat waktu memperkosaku dengan gerak membosankan, berbinar dan kecewa.
Membuatku setengah sadar dan sedikit gila, bahwa aku masih berdiri dalam diam tuk menikmati rasa lembut dan bening.
Yang membuatku ingin berbisik, bahwa kelak di kota ini, aku akan di lahirkan berkali-kali dari rahim seorang ayah.
Dan katakan pada anak-anakmu kelak, tentang narasi seseorang ayah yang telah melahirkanku dengan huruf berserakan diantara dinding rahim.
_____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi 11 Maret 2015
DALAM CERMIN
oleh:sugidi prayitno
Ada cermin, dari jiwa yang resah
Mencari kedamaian, mengagumi diri
Lalu memamerkannya.
Menutupi diri dari jiwa yang rentan
Atas kesepian dan kekurangan
Yang tak mampu lagi tergali diantara dangkalnya rasa sakit
Untuk meredam gelisah
Mempertaruhkan kewarasan
Dan kewajaran terakhir pada tubuh
Sebagai penyelamat dari gelisah yang mengerikan, sedikit menyadari dan menganggap ini bagian dari takdir
Dengan wajah gurat lamat
Tanpa bintang di dinding malam
Seikat senyum, terkunyah sepi
Untuk mengubur resah
Dan menggores rentan di garis takdir
Dirimu masih terkapar
Diantara kengerian yang hebat.
_______
Bekasi 08 Maret 2015
1 OKTOBER 1996
Aku mencintaimu
Namamu masih ada di hati
Bila kau ingat
Masa silam
Coba kau tunjuk bintang
Yang indah hiasi malam
Ada cahaya yang redup
Yang dulu pernah bersinar
Karenamu
Kini, aku masih mendambamu
Jika kau mengerti
Tentang dirimu yang selalu dihati
Takkan pernah bisa aku miliki
_____________
Sugidi Prayitno
12 November 2010
DI BATAS SENJA AKU MENANTIMU
Air mata tumpah membasahi bumi
Saat melihatmu bahagia dengannya
Cincin manis dengan ukiran Ray
Masih terpasang indah
Masihkah ada cinta untukku
Saat kau bahagia dengannya
Masihkah ada rindu kau pendam
Hanya kau yang tau
Cintamu bukan untukku
Aku masih menanti
Di batas senja
Dalam pelabuhan rasa
Untukmu cinta.
______
Sugidi prayitno
23 November 2010
DI SERAMBI DOA
:asrama keramat
Di bawah atap tembok debu
Asap kukus menggenggam rindu
Beralas papan bambu
Tangan mungil meracik candu
Menanti malam, menanti tenang
Cahaya timur, terang di tepi jurang
Kepul rindu wangi surga
Bertemu dalam putih rasa
Saling sapa canda
Cerita kita
Tentang lapar haus dan dahaga
Menjadi santapan tak terlupa
Semoga, di serambi doa kita bertemu
Dalam kepul candu
Meski tak seperti dulu
Ceritamu yang hilang di telan waktu
______________
Sugidi Prayitno
Jakarta 01 Oktober 2014
SAJAK SEMAK
Rihrantakho di batas bilang
Nyanyian geludug
Mahaetha rupuning
Bersajak hening
Ku yang gila!
Kuumbar watak beringas
Tapakku tanpa jejak
Sajakku tak bernafas
Kulihat burung jalak
Terbang mengitari mati
Datang! Dengan cangkul iar
Tanah keras terangkat pasrah
Memendam mati
Yang berteman sunyi
Bersabarlah pada malaikat
Pada gada rantai dan bara
Tersenyumlah! Pada dunia, yang mengurung indah dengan sempurna.
________
Sugidi Prayitno
08 April 2010
TIGA OKTOBER DUA RIBU SEPULUH
Aku melukis wajahmu
Pada dinding kamar
Wajah yang belum aku lupa
Wajahmu tersayang
Agar kau datang
Saat malam di pembaringan
Meski hanya bayang
Setidaknya selalu ada
Untuk menemani jiwa yang terluka
______
Sugidi Prayitno
Kebumen 03 Oktober 2010
SUARA ITU
Tentang malam dan suara yang mengisi kesendirian, tersalip harap kumiliki, saat kunanti ia datang dalam dekap sayang.
Tubuhku tertutup butir asa, akan restu yang semakin tenggelamkanku pada kenyataan, bahwa pintanya, inginkanku bersanding pada jarak langkah.
Seperti angin yang hembusnya kencang menerkam tubuhku akan rapuh cinta yang ada.
Inginkanku, seperti air dalam putaran waktu dan aku di dalamnya.
________
Sugidi prayitno ( Ayit Ray )
Jakarta_28 September 2014
NAMAMU MALAM
Jika kau kembali
Akan ada cahaya untukmu
Cahaya cinta yang hilang
Dari keterasingan
Memelukmu adalah harapan
Meski kecewa, ku dapat
Setidaknya telah aku jaga
Cahaya yang dulu kita bina
Setelah kau bergi
Aku masih ada
Dalam sudut malam
Seperti pintamu
Untukmu
Cahaya yang telah lama hilang
Tiga Oktober Dua Ribu Sepuluh
Namu "Malam"
______
Sugidi prayitno
Kebumen 03 Oktober 2010
SINGGASANA HATI
Kasih;
Kubawah padamu bunga bangkai
Akan kuantar ke singgasana hati
Seharum kasturi para jejaka
Seindah cahaya senja
Kasih;
Bila sehelai wangi kau terlewat
kucipok lentik jidad
Serta pipi tembem
Kutampar dengan Bismillah.
Kasih;
Sebagai rasa sayangku
Apa masih kurang
Kubawah bunga bangkai
Yang tumbuh subur
Di pekarangan rumah bi siom
Kasih;
Seberapa pintamu, padaku
Hanya ini yang bisa kubawah
Sebagai rasa cintaku padamu.
Sugidi prayitno (Ayit Ray)
Jakarta_ 30 Oktober 2014
PENANTIAN
Penantian;
Kursi tepi jalan dan sinoptik
Pedagang dan pembeli;
Di antara mereka, aku
Tanpa bicara
Diam, menatap angka;
Yang berganti
Tak mau berhenti.
Penantian;
Mobil dan motor
Lampau merah, hijau, dan kuning
Berganti menari;
Aku dan sebatang Kawung
Tak lupa secangkir Kahve
Masih setia
Mengamati
Laju mobil dan motor;
Yang berganti
Tak mau berhenti.
Penantian;
Terus berjalan
Pada pagi hingga pagi
Di sini di tengah kota;
Penantian
Semakin panjang
Untuk cintaku korbankan.
Sugidi prayitno (Ayit Ray)
Jakarta 29 Oktober 2014
RUANG SEMPIT
Dalam ruang sempit
Tubuh semakin terjepit
Dalam ruang sempit
Hidup semakin sulit
Dalam ruang sempit
Yang hidup merintih sakit
Mati menjerit
Terkubur sejengkal parit
Kita hidup di ruang sempit
Sebab tanah di rampok kawanan bandit
Nyatanya kita masih mengemis
Pada pertiwi, pada negeri, pada mereka yang merampok NKRI.
Dongeng negeri kaya
Hanya rekayasa, para maling
Yang menjadikan kita boneka
Dan bangga mengatakan, merdeka!
Sugidi prayitno ( Ayit Ray)
Jakarta_ 01 November 2014
KAU, TAK PERLU MENANGIS
Sisi gelap rahim
Masih berselimut kabut
Kau, tak perlu menangis
Meski ibu menikah berulang kali.
Sugidi Prayitno
Jakarta_31Oktober 2014
KASIH SEPI
Selamat datang kasih
Kasih yang tercipta
Dari rasa sepi
Membuang gelisah
Menepi sendiri;
Selamat datang kasih
Setia menemani sujud
Mengantar do'a
Di pergulatan rasa
Tak ada lagi sosok
Yang mengoyak
Kumampu berdiri
Dengan kasih sepi.
Sugidi prayitno (Ayit Ray)
Jakarta_ 01November 2014
KASIH SEPI
Selamat datang kasih
Kasih yang tercipta
Dari rasa sepi
Membuang gelisah
Menepi sendiri;
Selamat datang kasih
Setia menemani sujud
Mengantar do'a
Di pergulatan rasa
Tak ada lagi sosok
Yang mengoyak
Kumampu berdiri
Dengan kasih sepi.
Sugidi prayitno (Ayit Ray)
Jakarta_ 01November 2014
SEMUA TENTANG DIA
:masih luka
Yang nampak, luka sayat
Gores rakus borjuis
Tanpa bumi, tanpa langit
Menenggak air mata embun
Dari mereka, atas nama kita
Hanya fatamorgana
Langkah diam, dalam do'a
Bersaut mengamini
Apa saja tidak lagi berarti
Mimpi sudah terbeli
Dari mereka, atas nama kita
Terampas sudah
Bumi dan langit
Tempat raga merebahkan luka
Tempat jiwa bersemayam nastapa
Apa lagi, yang bisa kau rampas
Sedangkan bumi dan langit
Bukan lagi tempat bermimpi
Untuk kami hanya seupa nasi
Sudah cukup sebagai ganti
Dari mimpi yang sudah kau curi
Sugidi Prayitno ( Ayit Ray)
Kaum kusam_ 08 November 2014
SETELAH HUJAN
:bella
Kau boleh peluk dan kecup bibirku
Setelah hujan, kau boleh menangis
Menggerayang masa silam
Peristiwa yang telah memisahkan
Hitam dan putihnya cinta;
Setelah hujan, kau boleh tatap mataku
Mata yang masih menyimpan namamu
Setelah hujan
Kau tak ada lagi
Pergi tinggalkanku seorang diri.
_____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Jakarta_05 November 2014
TIGA DAN EMPAT
:bella
Tiga, jalan merayap pulang
Beriringan menerkam hitam
Di lalui tanpa henti
Sepanjang jalan pulang;
Bujang masihku sandang
Lengkap dengan kemenyan
Dupa serta sesaji, di pelataran mimpi
Tubuhmu kudekap sayang
Berteman gerimis dingin dan laju roda
Empat, tembang kenangan
Membayang dalam ingatan
Ini yang sulit kulupa
Tembang-tembang mengiringi
Malam tiada henti, di pembaringan
Kuputar dan kuulang lagu kenangan
Sampai kuterlelap dan pagi menyapa
Tiga dan empat.
____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Jakarta_05 November 2014
AKU PADAMU
Segenap jiwa
Tak mampu kurebah
Untukmu sayang
Bahasa jiwa
Yang tak pernah sama
Kuutarakan semua rasa
Apa adanya
Dan seperti ini
Kelembutan yang tak sempurna
Biar nampak
Gelora mega
Biar jelas lekuk senja
Aku padamu
___
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Tanah Durna_23 November 2014
GAJI BURUH DIKENTIT
Karya : Ayit Ray
Lihat ditanahku
Gaji buruh sebulan habis
Siang malam pagi
Tak henti bernyanyi
Tak kau syukuri
Nikmat rezeki
Masih saja menuntut lebih
Lihat ditanahku
Gaji cukup membeli terasi
Masih terus mengejar mimpi
Tak mengeluh, meski sakit terikat duri
Disini
Tak ada habis
Menggerogoti
Dinding-dinding pabrik
Sampai lapuk lidah mengkerut
Ditanahku ribuan buruh
Terkekang nasib
Bersikap pasrah namun berontak
Terus berjuang syukuri nikmat
Yang di dapat hingga akhir hayat
______
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Jakarta 10 Desember 2014
NEGERI PARA DEWA BERSELIMUT DO'A
Karya : Ayit Ray
Air mata belum habis
Setelah derita panjang mendera bangsa
Kini saudaraku terperangkap
Dalam bumi yang marah
Pada tanah yang murka
100 nyawa belum tentu berdosa
Harus menanggung derita
Sampai kapan
Rakyat kecil tak tau apa
Menjerit dalam tumpuk tanah
Untukmu saudaraku
Kuantar doa
Dari balik air mata
Semoga Tuhan mengganti tangis
Menjadi intan disetiap tetes ilu.
___
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Jakarta Dua Belas Desember 2014
BURUH PABRIK
Karya : Ayit Ray
Bila ada penguasa marah pada buruh
Protes pada keringat buruh
Nurani marah
Dimana buruh menangis
Dan air mata tak mampu tertampung.
Anak-anaknya menangis
Makan tempe
Seharga motor
Motor seharga mobil
Mobil seharga gunung
Gunung seharga bumi
Rumah hanya kontrakan
Sebidang tanah nyaris terjual.
Bila ada penguasa marah pada buruh
Protes pada keringat buruh
Pabrik-pabrik ditutup
Penguasa, pengusaha
Diam berkemas terbang
Tuhan, dimana rasa syukur
Yang telah hilang,
Demi kepentingan golongan
Tak lagi bisa melihat
Bahwa tangis tak lagi di dengar.
_____
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Jakarta 10 Desember 2014
RUPIAH
Ayit Ray
Sampah saku
Uang saku
Oh..negeriku
Semakin aking
Garing njengking
Terjadi apa
Miris ngenes sumeng meneng
:bagaimana nasib kutang
Tergarang bara
Mengkerut meritut si burung jalan
Lihat birokrasi korupsi masih saja nguntit
Ngintip njimit ah: maling buncit
Sial otak dongkol bau jengkol
Kura-kura sakit bisul
Oh...negeriku
Lihat uangku tak ada lagi arti
Yang kita banggakan
Di saku di dompet di mana-mana
Tapi ini yang terjadi
Jangan biarkan masuk penggilingan
___
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Jakarta 16 Desember '14
DEBU KHAYAL SEPERTI CINTA
Ayit Ray
Aku pulang tengah malam
Pada derap langkah pincangku
Rokok masihku hisap berkawan setia
Tanpa cinta, jalanku teronggah lara
Tak mungkin peduli, ragaku kumal
Kuli jalan tanpa henti kusandang
Debu selimut badan
Wanita cantik bergunjing
Kearah jalan pulang
Keluar nafsu ingin kumuliki
Bersanding dengan dekilnya raga
Bersama khayal kosong
Yang tak mungkin:
Aku miliki.
__
Sugidi Prayitno (Ayit Ray)
Bekasi 17 Desember 2014
KEBUN TEMBAKAU
kemiskinan, katamu
datang dari balik piring-piring nasi pagi kita
ia adalah langkah
dari perjalanan kita menuju kesatuan semesta
bagaimana kemiskinan bisa kau ceritakan kembali
jika piringmu sudah tidak ada lagi
hanya tangan menjuntai
lelah mencari sisa
semua cita-cita
tiga kali maulid
barisan tembakaumu
menanti berkali-kali
ia dibakar dalam gulungan kertas telpon
tanpa ada aroma keringatmu
mengharumkannya
maulid berlalu
sapi-sapi telah tumbang
telah dipotong dan dimasak
menjadi lauk
yang hanya berakhir basi di mangkukmu
tak ada keringat tanganmu
tak ada kecipak mulutmu
tak ada tawamu lagi
tak ada tawa teman-temanmu menghabiskannya
dari tanah yang jauh kau mencoba mencari aromanya
tapi hanya kau temukan rasa yang berbeda
dari rasa rokok ujicoba masa kecilmu
dulu itu
maulid berlalu
kemiskinan dan kebodohan
kehilangan dan kesunyian
menjelma menjadi kamu
menjelma menjadi asap tembakaumu
menjelma menjadi rancak suara gendang
yang tersisa di telingamu
pohon-pohon tembakaumu sudah mengering
rumah-rumah dibangun di sampingnya
jalan-jalan baru menjulur di depannya
dulu, keringatmu ada di sana
terbakar
menguap menuju matahari
membakarnya abadi
sebagaimana neraka yang menyala
memakan segalanya
membagi perih dan sakit
yang tak tertangguhkan rasanya
___
Karya : Iwan Bajang
2016
Kiriman : Ayit Ray
kemiskinan, katamu
datang dari balik piring-piring nasi pagi kita
ia adalah langkah
dari perjalanan kita menuju kesatuan semesta
bagaimana kemiskinan bisa kau ceritakan kembali
jika piringmu sudah tidak ada lagi
hanya tangan menjuntai
lelah mencari sisa
semua cita-cita
tiga kali maulid
barisan tembakaumu
menanti berkali-kali
ia dibakar dalam gulungan kertas telpon
tanpa ada aroma keringatmu
mengharumkannya
maulid berlalu
sapi-sapi telah tumbang
telah dipotong dan dimasak
menjadi lauk
yang hanya berakhir basi di mangkukmu
tak ada keringat tanganmu
tak ada kecipak mulutmu
tak ada tawamu lagi
tak ada tawa teman-temanmu menghabiskannya
dari tanah yang jauh kau mencoba mencari aromanya
tapi hanya kau temukan rasa yang berbeda
dari rasa rokok ujicoba masa kecilmu
dulu itu
maulid berlalu
kemiskinan dan kebodohan
kehilangan dan kesunyian
menjelma menjadi kamu
menjelma menjadi asap tembakaumu
menjelma menjadi rancak suara gendang
yang tersisa di telingamu
pohon-pohon tembakaumu sudah mengering
rumah-rumah dibangun di sampingnya
jalan-jalan baru menjulur di depannya
dulu, keringatmu ada di sana
terbakar
menguap menuju matahari
membakarnya abadi
sebagaimana neraka yang menyala
memakan segalanya
membagi perih dan sakit
yang tak tertangguhkan rasanya
___
Karya : Iwan Bajang
2016
Kiriman : Ayit Ray
*** MANUSIA TAK LAGI MANUSIA *** ----- OOH DERITA ROHINGYA -----
Terpasung..!
Terikat oleh bayang
Terkesima pada tayang
Peduli yang terbuang
Benarlah Buih dilautan
Banyak dan tak berguna...!!!
Tangan mereka menggapai
Mengeruk harap dalam takut
Banjir darah
Dan bayipun menyusu pada inang yang telah mati...!
Diseret seperti binatang
Dicabik - cabik
Menjerit tak bersuara
Berdoa hanya dihati
Sebab tangan dan kaki sudah dibuang entah kemana...!!!
Lihatlah tubuh yang terpanggang..!
Itu bukan kelinci kawan
Budak belia yang mungkin dulu punya cita - cita
Kini meregang diatas bara..!!!
Bodoh...!!!
Untuk apa suara...???
Beri mereka pasukan dan senjata
Raja iblis telah membantai mereka
Membuat neraka sebelum Neraka...!!!
Rohingya....
Oohh Rohingya....
Tanahmu memerah
Laripun mau kemana...???
Saudaramu yang mana...???
Mungkin ini zamannya....
Manusia bukan lagi manusia...
Rohingya...
Oohhh Rohingya...
Beritamu sudah sampai kemana - mana
Tapi Manusia sudah bukan lagi manusia.
#DukakuUntukRohingya
Tanjungbalai, Jum'at 1 September 2017
Gema Takbir Aidil Adha nan Pilu.
Wahyu Sumut Kembara
SUDAHILAH BERPURA - PURA
Kejam.....
Tidak Punya Pri Kemanusiaan
Penjajahan Masih Meraja Lela...
Baik dikampung... didesa...dikota bahkan dinegara tetangga..
Pemimpinnya seolah-olah buta... atau
Tidak mau tau dengan yang ada..
Apa yang terjadi....
Membiarkan pembantaian, penjajahan serta Penganiayaan dimana-mana.
Siapa kah yang tau....?
Siapakah yang mau...?
Siapa yang peduli.....?
Wahai Petinggi Negeri...
Nasib anak negeri dan ibu pertiwi
Jangan lagi kau katakan....
Ini Salah siapa...?
Ini dosa siapa...?
Mungkinkah kita tanya pada Rumput yang bergoyang...
atau orang yang tuli lagi buta?
Yang memang tidak bisa mendengarkan kata demi kata.
Sudah sudahilah yang berpura-pura
Saat rapat di meja yang terhormat
Bermacam retorika yang dikemas dan dikelola.
Tuk mencari simpati massa.
Oleh : Bang Toyyib Sibarani
#Menjemput_semangat_seniman#
#Pucuk_Khobung#
TERATAI DI TANGAN BUDHA
teratai itu dulu gambaran jiwa budha yang suci tak terkontaminasi di telaga damai
indahnya memanjakan mata tiap penatap
memberi kesejukan bagi yang memandang
kini teratai itu tercemar
oleh mereka yang hatinya mati
by:zibril
Kumpulan Puisi Hmyunus Tampubolon - RINDU MALAM
DIKOTA ADA KOTA
Kotaku
Berpacu
Dari waktu kewaktu
Kotaku
Bergelut
Diantara senyum
Dan wajah-wajah semu
Kotaku
Tak bergeming
Diantara kota
Dan debu yang berkabut
Kotaku
Riuh ringkuh
Merajut
kota dalam kota
Diantara wibawa
Dan tumpukan sampah
Oleh : Hmyunus Tampubolon
RINDU MALAM
Ada rindu dalam derita
Bercerita tentang kelam
Berpacu di balik bayang-bayang
Malam semakin malam
Malam sekali
Bintangku berkediplah
Teruslah berkedip ke hatiku
Dalam nyenyak mimpiku
Malam ini
Biar gerimis tak lagi sendu
Biar puisi takkan pernah sunyi
Sampai embun menyapa pagi
Dan malampun terus bermalam
Semakin kelam
Dalam derita rinduku
Dalam rindu deritaku
Agar rindu malam ini
Berpeluk berpuisi kalam syair
Bercerita sepotong hati
Menanti
Dan
Menanti
Terus menanti
By: Hmyunus Tampubolon
Binjai, 190318;23:43
Syair
BALADA BANGSAWAN NEGERI
(Kepada T.Amir Hamzah)
By ; H.M.Yunus Tampubolon
Ampun patik kebawah duli
Sembah hamba beribu ampun
Ampun Tuanku paduka negeri
Bertutur sapa hamba berpantun
Niat tulus mengatur basa
Anak Melayu hilang di tahta
Bukan sahaja merangkai kata
Susun bertangkai makna bahasa
Tuan laksmana putera mahkota
Menyulam madah syair pujangga
Berkecamuk perang di Medan laga
Hamba pun risau entah mengapa
Lukisan sejarah sebuah kota
Musnah di bakar porak poranda
Pasukan lasykar meraja lela
Membakar Istana rusak binasa
Daulat Tuanku paduka raja
Patik sekedar hendak bertanya
Terbakar fitnah pejuang lata
Mengapa derita datang melanda
Badai amukan cemburu latah
Melawan titah Baginda raja
Tanah pusaka bersimbah darah
Ulah sengketa rakyat sengsara
Bakti-mu jua membela Negeri
Menyapa kasih Ilahi Rabbi
Belum bersua hajat di hati
Bala kutukan menimpa Negeri
Tuanku sultan pemilik Negeri
Harkat martabat sakti junjungan
Sumpah Tuanku sudah berbukti
Malapetaka turun bekepanjangan
Hamba bertanya di dalam hati
Mengapa begini bentuk Negeri
Bencana kutukan murka Ilahi
Patutkah hamba berpasrah diri
Hiruk melawan tantangan zaman
Menepis kemungkaran di tangkai dahan
Belum tersimak rentak rintangan
Senyum dan tangis kemerdekaan
Api semangat di medan juang
Badai menghempas laut dan pantai
Derita rakyat di siksa perang
Tecarut marut betingkai pungkai
Berat termakna di perjuangan
Menuai merdeka besimbah darah
Banyak ungkapan salah tafsiran
Beburuk sangka ke Amir Hamzah
Kuntum melati kesuma bangsa
Putera mahkota Tengku Mahjiwa
Pejuang Melayu membangun bangsa
Berbuah rindu padamu jua
Rebah bersimbah darah pangeran
Mati dibunuh Eyang Wijaya
Pasukan lasykar lupa daratan
Angkuh dan sombong sumbang dijasa
Putera Melayu darah bangsawan
Mengukir zaman jadi tauladan
Darah Melayu putera bangsawan
Bebukti makna jadi pahllawan
Pelepah mayang diikat benang
Syarat bedimbar anak tangkahan
Sejarah pujangga lengkap dibentang
Kukuh Setiawan jadi perekat
Keris pusaka sakti keulana
Di ikat pinggang penjaga diri
Manis bahasa ditutur sapa
Langkat di kenang indah berseri
Tanam mengkudu dipagar batas
Berbuah rindang ditata rapi
Dendam dan rindu terbayar lunas
Lelah berjuang merdeka Negeri
Setakat tuang jentera pati
Rumpun serumpun ke parakbatu
Semangat berjuang membela negeri
Turun temurun ke anak cucu
Penangkis takkan menikam badan
Tarik belati jadikan pedang
Berbaris nisan makam pahlawan
Menjadi saksi semangat. Juang
Ampun kan hamba beribu ampun
Sejarah bangsawan tulis ditangan
Hamba melantun syair berpantun
Jika tersalah mohon maafkan
Binjai, 07 Maret 2018
BUMIKU MENANGIS
Oleh : H.M.Yunus Tampubolon
Tanah kelahiranku
Bumi persada ibu pertiwi
Berpeluk dalam derita
Dihempas gemuruh ombak kemarau panjang
Kering sudah air mata kerinduan
Gelisah resah menyibak rona harapan dan impian
Hujan pun enggan bernyanyi
Bencana dan mala petaka bertubi tubi
Seakan tak mampu menyirami
kesetiaan kejujuran dan keikhlasan
Bumi tempat lahir dan berpijak
Tersimpan tetesan darah haid dan nifaa ibu ibu
Tak lagi enggan bercerta tentang perjuangan
Tak lagi bersenandung keberkahan diatas nikmat kehidupan
Tak lagi bersimponi dibalik keranda mayat
Tak lagi berpuisi merawai azab dan siksa dipintu penyesalan
Menangis, Teruslah menangis
Menjerit, Teruslah menjerit
Bagai petir dan halilintar menggelegar
Sampai memecah keheningan tujuh lapis langit sana
Agar topeng kedurjanaan, kemunafikan diatas menara
Agar sangkar kedzoliman kufur dan maksiat dibalik telapak tangan
Agar kesombongan keangkuhan dan kebiadaban yang meraja lela
Lenyap tenggelam terlelap ditiup angin sangkakala dipermukaanmu
Hari itu hari yang dijanjikan
Hari yang dibangkitkan
Hari terakhir
Waktu dan detik
Bumiku
Menangis
Binjai gerhana, 31012018
KANDAS
Karya : H.M.Yunus Tampubolon
Menjelang senja
Hujan lebat di muara
Tak kusangka
Hujan petir menghalilintar
Berdesing di telingaku
Menghunjam dada
Terasa kian sakit, perih
Menusuk jantungku berdebar
Kian bergetar menggeletar
Terus menggelepar gelepar
Aku hampir tak mengerti
Apa dan mengapa ini harus terjadi
Mendung diarak awan hitam berkepal kepal
Membaluut sekujur tubuhku
Dalam keterpaksaan
Kukayuh bidukku mencari tepian tempat berteduh
Seakan berpacu bagai seekor banteng sedang.marah
Aku kehilangan arah, hilang kekuatan tak bertenaga
Aku terhempas dilepas gulungan ombak dihantar badai
Ternyata mimpi ku diujung senja
Bidukku kandas sebelum mencapai pulau mahligai
Mungkin laut sedang marah
Atau sedang bermain main diantar ombak
Mungkin cintaku hanya lukisan
Atau rinduku hanya tinggal puing puing
Oooooiiiii
Jawablah wahai angin
Ceritakanlah dengan lantang aku tak mau kau berbisik
Sekeping cinta dihati yang telah hancur lebur
Terhempas di batu karang berombak meradang
Sebatas hati diamuk kasihan ombak di telan pasir pasir pantai
Sebatas penderitaan yang semu
Sedalam cintaku
Aaaahhh
Wahai kasih nun jauh diseberang
Betapa risau dan gundahnya hati ini
Berhari sudah berbulan sudah
Rindu dipeluk sepi
Resah gelisah kian membekam
Tak ada lagi kata yang terucap dan untuk ditulis
Kemana biduk kugambarkan
Kemana rindu kugambarkan
Keladang........ tanaman orang
Kesawah ..........rumpunan padi
Apakah lebih baik kuhamparkan ditengah halaman
Biar jadi tepian tempatku mandi
Akanksh kugambarkan dipokok kayu atau dipucuk ranting
Sementara wajahmu
Tetap terbayang siang dan malam
Apakah padi kusemai .... sudah diketam orang
Ooooooohh
Masih mungkinkah lipatan penderitaan ini
Kubawa bersama angin malam
Beralaskan sekeping harapan yang tersisa
Mengarung samudera luas yang terbentang
Yang memisahkan kita
Biarlah kugambar ditapak tangan
Agar membekas digaris tangan
Menjadi kenangan sepanjang zaman
Biarlah kupeluk bayang bayang mu
Mengharap kasihan ombak
Membawa cinta dengan seuntai salam
Kerinduan
AKHIR SAJAK IBU
Wahai anakku sayang
Dikala engkau kecil
Setiap hari ibu mandikan kamu nak
Setiap hari ibu pakaikan pakaian
Sehingga terlindungi lah kulitmu
Dari panas dan teriknya sinar mata hari
Kini untuk yang terakhir kalinya
Sebelum ibu meninggalkan dunia ini
Untuk selama lamanya
Janganlah lupa kau mandikan ibu
Janganlah lupa kau pakaikanlah ibu
dengan sehelai kain kapan
Sehelai kain kapan
Wahai anakku sayang
Dikala engkau kecil
Setiap harinya ibu timang timang kamu nak
Setiap harinya ibu nyanyikan
Sampai kedua matamu terpejam
Lalu ibu antarkan kamu kepembaringan
Kepembaringan anakku
Kini untuk yang terakhir kalinya
Sebelum ibu meninggalkan dunia ni
Untuk selama lamanya
Janganlah lupa
Kau timang timanglah ibu
Dengan empat kali takbir
Dengan empat kali takbir
Kini untuk yang terakhir kalinya
Sebelum ibu meninggalkan dunia ni
Untuk selama lamanya
Janganlah lupa
Kau antarkan ibu
Kau antarkan lah ibu
Ketempat peristirahatan ibu yang terakhir
22 Des 2017.
SENANDUNG OMBAK PERANTAU
Anak perantau dagang terbuang
Bagai Lemukut ditepi gantang
Berumah sempit tiang embacang
Mengkais pagi dimakan petang
Berpeluh mencari sesuap nasi
Juang berkarya sebatas bakti
Menjunjung adat budaya negeri
Menyulam seni semarak padi
Bertahun rentak mengampas bakti
Sama lengkuas batang keladi
Hitung berkacak bercermin diri
Bebanyak diam mengunci diri
Sejak beruas sibatang padi
Tidak bebuku pandan kumangi
Lelah beladang tercakar duri
Fitnah pun datang berpayung dengki
Hidup bermimpi berteman sepi
Terlunta lunta meraba bumi
Tiada bersayap tiada kemudi
Mengarung jalan tiada pasti
Berarak awan dibenang raja
Batang Seroja angkuh berduri
Raja dipayung meraja raja
Raja peduli tak ada lagi
***
JEJAK SUNYI
Rindu bertahun
Tidak riak gerimis embun
Mengiris budaya tak lagi pantun
Dicercah kepulauan
Manisnya evolusi
Didalam tuan merangkai kata
Hilang tenggelam
Tanpa makna
Kota ini
Ada itu ada ini
Ada ini ada itu
Ada penyair tanpa nama
Tak pernah dikenal anak cucunya
Kota ini
Ada ilusi
Ada nyanyi
Ada sunyi
Ada sepi
Tak pernah terjamah
Goresan ayah
Dan tangan bunda
Gerimis embun
Air mata penyair kota
Tidak ada yang tau
Siapa dia
Dan dimana dia
Sendiku
Rinduku
Rujak riak
Gerimis embun
Dan jejak pun sunyi
Tak lagi
Berpuisi
RETAK
Dikata retak tangan laksmana
Sanjung dijulang manis puisi
Tating sebatang dulang kencana
Tak lalu emas padi ditampi
Baru melintas kelok haluan
Sirih segenggam hanyut kehilir
Baru berkuntum kelopak pandan
Buih tenggelam ditelan pasir
Tak jumpa pantai mengarak petang
Kemana angin menyambut surya
Meniti buih mengantar pasang
Jalan yang licin jarang bersua
Wahai angin berkalut rembang
Tak sua pantai tanjung beriring
Bagaikan buih dihempas gelombang
Badan terkulai dirantai gading
Hendak menanam dilingkup pagar
Benam kesawah tanaman orang
Kemana rindu letak digambar
Belum menjurai diketam orang
Gelisah hati tak tertahankan
Elok kugambar jadi jambangan
Biar membekas diretak tangan
Jadi kenangan sepanjang jalan
***
PASRAH
Oleh H.M.Yunus Tampubolon
Tuhan
Ketika aku masih bayi
Berpeluk erat dalam kandungan ibunda
Kau perintahkan malaikat Muqorrobin
Menjaga kesehatan insan
Yang hanya bisa mengharap
Kini, di pesisir hidup ini
Azab semakin dekat
Maut akan datang menjeput
Pasti tak satu pun mampu
Menghalau kematian itu
Mungkinkah
Aku siap menghadapinya
Kau Yang Agung
Yang murah pemberi
Kutadahkan tangan
Bermohon kepada Mu
Isilah batin ini dengan nikmat Mu
Segumpal kekuatan Istiqomah dan khusnul khotimah
Biar aku tak ragu menghadapi semua
Agar aku tak ragu menghadapi sakratul maut itu
Jika sampai waktuku
Datanglah wahai maut
Datanglah
Semata atas limpah karunia Mu
Di dalam kaffah merekat makna
Hidupku
Matiku
Hanya
Untuk-Mu
Binjai, 16 02 2018
DUKA ANAK NEGERI
Oleh H.M.Yunus Tampubolon
Di kota ini
Ada hikayat
Tentang ambisi besar
Di negeri ini
Yang hartawan paras lumayan
Menyebar harum kekuasaan
Di kota ini
Ada senandung
Tentang simponi kehidupan
Di negeri ini
Yang kulitnya hitam diterpa panas hari
Yang kulitnya putih di balik gedung bertingkat
Menggelepar-gelepar diayun gelombang globalisasi
Di kota ini
Ada permainan berbudaya
Tentang simpul pesatuan terkotak kotak
Di negeri ini
Entah siapa yang merdeka
Entah mengapa kok teraniaya
Sementara
Politik sosial ekonomi bermodus kerakyatan
Menari nari di atas penderitaan dan kesengsaraan
Di kota ini
Masih perlukah senyum simpul-simpul
Menyambut kemenangan bersemayam
Di tengah kemiskinan dan kebodohan
Di negeri ini
???????
Binjai, 14/02/2018
JENDELA MALAM
Oleh H.M.Yunus Tampubolon
Hujan gerimis
Malam pun melirik
Di balik jendela kamarku
Rindu pun menangis
Kelam berpeluk sedih
Duka enggan berlalu
Jangan biarkan
Malamku meninggi hari
Karena luka teramat perih
Tak lagi bersimponi
Menerawang ke langit jauh
Di ayun mimpi parasmu bunga
Meskipun di bulan sana
Ada senyum di balik puisi
Dia termenung
Menyapa rindu
Di antara kita
Jauh di mata
Dekat di hati
Berpeluk
Berpuisi
Ada sunyi
Ada sepi
Catatan :
Sekian lama sudah
kubawa rinduku
mengembara
dalam mimpi ***
Kotaku
Berpacu
Dari waktu kewaktu
Kotaku
Bergelut
Diantara senyum
Dan wajah-wajah semu
Kotaku
Tak bergeming
Diantara kota
Dan debu yang berkabut
Kotaku
Riuh ringkuh
Merajut
kota dalam kota
Diantara wibawa
Dan tumpukan sampah
Oleh : Hmyunus Tampubolon
RINDU MALAM
Ada rindu dalam derita
Bercerita tentang kelam
Berpacu di balik bayang-bayang
Malam semakin malam
Malam sekali
Bintangku berkediplah
Teruslah berkedip ke hatiku
Dalam nyenyak mimpiku
Malam ini
Biar gerimis tak lagi sendu
Biar puisi takkan pernah sunyi
Sampai embun menyapa pagi
Dan malampun terus bermalam
Semakin kelam
Dalam derita rinduku
Dalam rindu deritaku
Agar rindu malam ini
Berpeluk berpuisi kalam syair
Bercerita sepotong hati
Menanti
Dan
Menanti
Terus menanti
By: Hmyunus Tampubolon
Binjai, 190318;23:43
Syair
BALADA BANGSAWAN NEGERI
(Kepada T.Amir Hamzah)
By ; H.M.Yunus Tampubolon
Ampun patik kebawah duli
Sembah hamba beribu ampun
Ampun Tuanku paduka negeri
Bertutur sapa hamba berpantun
Niat tulus mengatur basa
Anak Melayu hilang di tahta
Bukan sahaja merangkai kata
Susun bertangkai makna bahasa
Tuan laksmana putera mahkota
Menyulam madah syair pujangga
Berkecamuk perang di Medan laga
Hamba pun risau entah mengapa
Lukisan sejarah sebuah kota
Musnah di bakar porak poranda
Pasukan lasykar meraja lela
Membakar Istana rusak binasa
Daulat Tuanku paduka raja
Patik sekedar hendak bertanya
Terbakar fitnah pejuang lata
Mengapa derita datang melanda
Badai amukan cemburu latah
Melawan titah Baginda raja
Tanah pusaka bersimbah darah
Ulah sengketa rakyat sengsara
Bakti-mu jua membela Negeri
Menyapa kasih Ilahi Rabbi
Belum bersua hajat di hati
Bala kutukan menimpa Negeri
Tuanku sultan pemilik Negeri
Harkat martabat sakti junjungan
Sumpah Tuanku sudah berbukti
Malapetaka turun bekepanjangan
Hamba bertanya di dalam hati
Mengapa begini bentuk Negeri
Bencana kutukan murka Ilahi
Patutkah hamba berpasrah diri
Hiruk melawan tantangan zaman
Menepis kemungkaran di tangkai dahan
Belum tersimak rentak rintangan
Senyum dan tangis kemerdekaan
Api semangat di medan juang
Badai menghempas laut dan pantai
Derita rakyat di siksa perang
Tecarut marut betingkai pungkai
Berat termakna di perjuangan
Menuai merdeka besimbah darah
Banyak ungkapan salah tafsiran
Beburuk sangka ke Amir Hamzah
Kuntum melati kesuma bangsa
Putera mahkota Tengku Mahjiwa
Pejuang Melayu membangun bangsa
Berbuah rindu padamu jua
Rebah bersimbah darah pangeran
Mati dibunuh Eyang Wijaya
Pasukan lasykar lupa daratan
Angkuh dan sombong sumbang dijasa
Putera Melayu darah bangsawan
Mengukir zaman jadi tauladan
Darah Melayu putera bangsawan
Bebukti makna jadi pahllawan
Pelepah mayang diikat benang
Syarat bedimbar anak tangkahan
Sejarah pujangga lengkap dibentang
Kukuh Setiawan jadi perekat
Keris pusaka sakti keulana
Di ikat pinggang penjaga diri
Manis bahasa ditutur sapa
Langkat di kenang indah berseri
Tanam mengkudu dipagar batas
Berbuah rindang ditata rapi
Dendam dan rindu terbayar lunas
Lelah berjuang merdeka Negeri
Setakat tuang jentera pati
Rumpun serumpun ke parakbatu
Semangat berjuang membela negeri
Turun temurun ke anak cucu
Penangkis takkan menikam badan
Tarik belati jadikan pedang
Berbaris nisan makam pahlawan
Menjadi saksi semangat. Juang
Ampun kan hamba beribu ampun
Sejarah bangsawan tulis ditangan
Hamba melantun syair berpantun
Jika tersalah mohon maafkan
Binjai, 07 Maret 2018
BUMIKU MENANGIS
Oleh : H.M.Yunus Tampubolon
Tanah kelahiranku
Bumi persada ibu pertiwi
Berpeluk dalam derita
Dihempas gemuruh ombak kemarau panjang
Kering sudah air mata kerinduan
Gelisah resah menyibak rona harapan dan impian
Hujan pun enggan bernyanyi
Bencana dan mala petaka bertubi tubi
Seakan tak mampu menyirami
kesetiaan kejujuran dan keikhlasan
Bumi tempat lahir dan berpijak
Tersimpan tetesan darah haid dan nifaa ibu ibu
Tak lagi enggan bercerta tentang perjuangan
Tak lagi bersenandung keberkahan diatas nikmat kehidupan
Tak lagi bersimponi dibalik keranda mayat
Tak lagi berpuisi merawai azab dan siksa dipintu penyesalan
Menangis, Teruslah menangis
Menjerit, Teruslah menjerit
Bagai petir dan halilintar menggelegar
Sampai memecah keheningan tujuh lapis langit sana
Agar topeng kedurjanaan, kemunafikan diatas menara
Agar sangkar kedzoliman kufur dan maksiat dibalik telapak tangan
Agar kesombongan keangkuhan dan kebiadaban yang meraja lela
Lenyap tenggelam terlelap ditiup angin sangkakala dipermukaanmu
Hari itu hari yang dijanjikan
Hari yang dibangkitkan
Hari terakhir
Waktu dan detik
Bumiku
Menangis
Binjai gerhana, 31012018
KANDAS
Karya : H.M.Yunus Tampubolon
Menjelang senja
Hujan lebat di muara
Tak kusangka
Hujan petir menghalilintar
Berdesing di telingaku
Menghunjam dada
Terasa kian sakit, perih
Menusuk jantungku berdebar
Kian bergetar menggeletar
Terus menggelepar gelepar
Aku hampir tak mengerti
Apa dan mengapa ini harus terjadi
Mendung diarak awan hitam berkepal kepal
Membaluut sekujur tubuhku
Dalam keterpaksaan
Kukayuh bidukku mencari tepian tempat berteduh
Seakan berpacu bagai seekor banteng sedang.marah
Aku kehilangan arah, hilang kekuatan tak bertenaga
Aku terhempas dilepas gulungan ombak dihantar badai
Ternyata mimpi ku diujung senja
Bidukku kandas sebelum mencapai pulau mahligai
Mungkin laut sedang marah
Atau sedang bermain main diantar ombak
Mungkin cintaku hanya lukisan
Atau rinduku hanya tinggal puing puing
Oooooiiiii
Jawablah wahai angin
Ceritakanlah dengan lantang aku tak mau kau berbisik
Sekeping cinta dihati yang telah hancur lebur
Terhempas di batu karang berombak meradang
Sebatas hati diamuk kasihan ombak di telan pasir pasir pantai
Sebatas penderitaan yang semu
Sedalam cintaku
Aaaahhh
Wahai kasih nun jauh diseberang
Betapa risau dan gundahnya hati ini
Berhari sudah berbulan sudah
Rindu dipeluk sepi
Resah gelisah kian membekam
Tak ada lagi kata yang terucap dan untuk ditulis
Kemana biduk kugambarkan
Kemana rindu kugambarkan
Keladang........ tanaman orang
Kesawah ..........rumpunan padi
Apakah lebih baik kuhamparkan ditengah halaman
Biar jadi tepian tempatku mandi
Akanksh kugambarkan dipokok kayu atau dipucuk ranting
Sementara wajahmu
Tetap terbayang siang dan malam
Apakah padi kusemai .... sudah diketam orang
Ooooooohh
Masih mungkinkah lipatan penderitaan ini
Kubawa bersama angin malam
Beralaskan sekeping harapan yang tersisa
Mengarung samudera luas yang terbentang
Yang memisahkan kita
Biarlah kugambar ditapak tangan
Agar membekas digaris tangan
Menjadi kenangan sepanjang zaman
Biarlah kupeluk bayang bayang mu
Mengharap kasihan ombak
Membawa cinta dengan seuntai salam
Kerinduan
AKHIR SAJAK IBU
Wahai anakku sayang
Dikala engkau kecil
Setiap hari ibu mandikan kamu nak
Setiap hari ibu pakaikan pakaian
Sehingga terlindungi lah kulitmu
Dari panas dan teriknya sinar mata hari
Kini untuk yang terakhir kalinya
Sebelum ibu meninggalkan dunia ini
Untuk selama lamanya
Janganlah lupa kau mandikan ibu
Janganlah lupa kau pakaikanlah ibu
dengan sehelai kain kapan
Sehelai kain kapan
Wahai anakku sayang
Dikala engkau kecil
Setiap harinya ibu timang timang kamu nak
Setiap harinya ibu nyanyikan
Sampai kedua matamu terpejam
Lalu ibu antarkan kamu kepembaringan
Kepembaringan anakku
Kini untuk yang terakhir kalinya
Sebelum ibu meninggalkan dunia ni
Untuk selama lamanya
Janganlah lupa
Kau timang timanglah ibu
Dengan empat kali takbir
Dengan empat kali takbir
Kini untuk yang terakhir kalinya
Sebelum ibu meninggalkan dunia ni
Untuk selama lamanya
Janganlah lupa
Kau antarkan ibu
Kau antarkan lah ibu
Ketempat peristirahatan ibu yang terakhir
22 Des 2017.
SENANDUNG OMBAK PERANTAU
Anak perantau dagang terbuang
Bagai Lemukut ditepi gantang
Berumah sempit tiang embacang
Mengkais pagi dimakan petang
Berpeluh mencari sesuap nasi
Juang berkarya sebatas bakti
Menjunjung adat budaya negeri
Menyulam seni semarak padi
Bertahun rentak mengampas bakti
Sama lengkuas batang keladi
Hitung berkacak bercermin diri
Bebanyak diam mengunci diri
Sejak beruas sibatang padi
Tidak bebuku pandan kumangi
Lelah beladang tercakar duri
Fitnah pun datang berpayung dengki
Hidup bermimpi berteman sepi
Terlunta lunta meraba bumi
Tiada bersayap tiada kemudi
Mengarung jalan tiada pasti
Berarak awan dibenang raja
Batang Seroja angkuh berduri
Raja dipayung meraja raja
Raja peduli tak ada lagi
***
JEJAK SUNYI
Rindu bertahun
Tidak riak gerimis embun
Mengiris budaya tak lagi pantun
Dicercah kepulauan
Manisnya evolusi
Didalam tuan merangkai kata
Hilang tenggelam
Tanpa makna
Kota ini
Ada itu ada ini
Ada ini ada itu
Ada penyair tanpa nama
Tak pernah dikenal anak cucunya
Kota ini
Ada ilusi
Ada nyanyi
Ada sunyi
Ada sepi
Tak pernah terjamah
Goresan ayah
Dan tangan bunda
Gerimis embun
Air mata penyair kota
Tidak ada yang tau
Siapa dia
Dan dimana dia
Sendiku
Rinduku
Rujak riak
Gerimis embun
Dan jejak pun sunyi
Tak lagi
Berpuisi
RETAK
Dikata retak tangan laksmana
Sanjung dijulang manis puisi
Tating sebatang dulang kencana
Tak lalu emas padi ditampi
Baru melintas kelok haluan
Sirih segenggam hanyut kehilir
Baru berkuntum kelopak pandan
Buih tenggelam ditelan pasir
Tak jumpa pantai mengarak petang
Kemana angin menyambut surya
Meniti buih mengantar pasang
Jalan yang licin jarang bersua
Wahai angin berkalut rembang
Tak sua pantai tanjung beriring
Bagaikan buih dihempas gelombang
Badan terkulai dirantai gading
Hendak menanam dilingkup pagar
Benam kesawah tanaman orang
Kemana rindu letak digambar
Belum menjurai diketam orang
Gelisah hati tak tertahankan
Elok kugambar jadi jambangan
Biar membekas diretak tangan
Jadi kenangan sepanjang jalan
***
PASRAH
Oleh H.M.Yunus Tampubolon
Tuhan
Ketika aku masih bayi
Berpeluk erat dalam kandungan ibunda
Kau perintahkan malaikat Muqorrobin
Menjaga kesehatan insan
Yang hanya bisa mengharap
Kini, di pesisir hidup ini
Azab semakin dekat
Maut akan datang menjeput
Pasti tak satu pun mampu
Menghalau kematian itu
Mungkinkah
Aku siap menghadapinya
Kau Yang Agung
Yang murah pemberi
Kutadahkan tangan
Bermohon kepada Mu
Isilah batin ini dengan nikmat Mu
Segumpal kekuatan Istiqomah dan khusnul khotimah
Biar aku tak ragu menghadapi semua
Agar aku tak ragu menghadapi sakratul maut itu
Jika sampai waktuku
Datanglah wahai maut
Datanglah
Semata atas limpah karunia Mu
Di dalam kaffah merekat makna
Hidupku
Matiku
Hanya
Untuk-Mu
Binjai, 16 02 2018
DUKA ANAK NEGERI
Oleh H.M.Yunus Tampubolon
Di kota ini
Ada hikayat
Tentang ambisi besar
Di negeri ini
Yang hartawan paras lumayan
Menyebar harum kekuasaan
Di kota ini
Ada senandung
Tentang simponi kehidupan
Di negeri ini
Yang kulitnya hitam diterpa panas hari
Yang kulitnya putih di balik gedung bertingkat
Menggelepar-gelepar diayun gelombang globalisasi
Di kota ini
Ada permainan berbudaya
Tentang simpul pesatuan terkotak kotak
Di negeri ini
Entah siapa yang merdeka
Entah mengapa kok teraniaya
Sementara
Politik sosial ekonomi bermodus kerakyatan
Menari nari di atas penderitaan dan kesengsaraan
Di kota ini
Masih perlukah senyum simpul-simpul
Menyambut kemenangan bersemayam
Di tengah kemiskinan dan kebodohan
Di negeri ini
???????
Binjai, 14/02/2018
JENDELA MALAM
Oleh H.M.Yunus Tampubolon
Hujan gerimis
Malam pun melirik
Di balik jendela kamarku
Rindu pun menangis
Kelam berpeluk sedih
Duka enggan berlalu
Jangan biarkan
Malamku meninggi hari
Karena luka teramat perih
Tak lagi bersimponi
Menerawang ke langit jauh
Di ayun mimpi parasmu bunga
Meskipun di bulan sana
Ada senyum di balik puisi
Dia termenung
Menyapa rindu
Di antara kita
Jauh di mata
Dekat di hati
Berpeluk
Berpuisi
Ada sunyi
Ada sepi
Catatan :
Sekian lama sudah
kubawa rinduku
mengembara
dalam mimpi ***
Langganan:
Postingan (Atom)